suara-tamiang.com , Aceh Tamiang | Kalangan anggota DPR Aceh mengecam aksi razia yang menjurus “pemerasan” terhadap mobil bernomor polis...
suara-tamiang.com, Aceh Tamiang | Kalangan
anggota DPR Aceh mengecam aksi razia yang menjurus “pemerasan” terhadap mobil
bernomor polisi BL (pelat Aceh) di wilayah Sumatera Utara.
Mereka mengaku masih
mendapatkan banyak laporan dan keluhan masyarakat tentang belum “merdekanya”
mobil berpelat Aceh di wilayah Sumut.
Persoalan
pungli oknum polisi Sumut terhadap pemilik mobil pelat BL ini kembali mengemuka
menyusul dua peristiwa terbaru yang menimpa warga Aceh di Sumut beberapa hari
lalu.
Satu
peristiwa menimpa Muhajir Juli yang dicegat oleh polisi saat dalam perjalanan
menjemput ibunya ke Bandara Kuala Namu, Deliserdang.
Peristiwa “dipungli
gara-gara tak ada obat merah dalam kotak P3K” ini dituangkan Muhajir dalam
tulisan berjudul “Karena BL, Kita Dihina” dalam blognya
jambomuhajir.blogspot.com, dan dirilis kembali oleh Serambinews.com kemarin.
Berita
ini mendapat cukup banyak tanggapan dari pembaca Serambinews yang
rata-rata mengaku pernah mengalami peristiwa hampir serupa.
Sementara peristiwa
lainnya, menimpa Wakil Bupati Aceh Tamiang, Iskandar Zulkarnain yang hendak
menghadiri rapat membahas pungli terhadap pelat BL di Mapolda Sumut, Rabu
(18/2) lalu.
“Tadi pagi ketika mau kemari (Polda Sumut), mobil saya pun distop.
Padahal, saya naik mobil dinas BL 5 U. Ini kan sangat berlebihan,” kata
Iskandar di awal rapat yang dihadiri Kapolda Aceh dan Sumut itu.
Menanggapi
hal ini, Ketua Fraksi PAN DPR Aceh, Asrizal H Asnawi mengatakan, dirinya “sudah
terlalu sering” mendapatkan keluhan masyarakat tentang aksi uknum polisi Sumut
mencari cari kesalahan kendaran bernomor polisi Aceh atau BL.
“Kadang perlakuan
kasar seakan-akan kita bandit kelas satu yang paling dicari oleh polisi,” kata
Asrizal kepada Serambi Sabtu (21/2).
“Di satu sisi kita masyarakat Aceh masih ingin dianggap bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi begitu kita ke luar dari Aceh ada kesan seolah-olah kita warga negara asing yang setiap hari harus diperiksa dan dicurigai,” tambahnya.
Reaksi keras terhadap perlakuan polisi Sumut terhadap mobil berpelat BL juga disampaikan oleh Ketua Fraksi PKS dan Gerindra DPR Aceh, Abdurrahman Ahmad.
“Saya juga merasa heran,persoalan ini sudah berlangsung sangat lama. Sepertinya sangat sulit dituntaskan.
Hampir semua orang Aceh yang pernah ke Medan dengan mobil pribadi berpelat BL mengalami kejadian ini,” ungkap Abdurrahman.
Kedua
wakil rakyat Aceh ini pun mendesak Pemerintah Aceh, terutama tiga wakil Aceh di
Komisi III DPR RI untuk meminta Kapolri membentuk sebuah tim khusus guna
memberantas praktik “pemerasan” terhadap mobil berpelat BL di Sumatera Utara.
“Ini
masalah serius yang harus dituntaskan, karena bisa berdampak pada Pendapatan
Asli Aceh.
Sebab akan membuat masyarakaat Aceh, terutama di kawasan perbatasan,
enggan memakai kendaraan bernomor polisi Aceh karena direpotkan bila harus
berurusan dengan polisi di sepanjang perjalanan menuju Medan,” ujar anggota
DPRA asal daerah pemilihan Langsa dan Aceh Tamiang ini.
Desakan
agar pimpinan Polri serius menyikapi permasalah ini juga disampaikan oleh
Abdurrahman Ahmad. “Kebetulan, kali ini Aceh punya tiga wakil di Komisi III
yang bermitra dengan Polri.
Inilah saat yang tepat bagi Aceh untuk membebaskan
diri dari ‘penjajahan’ polisi Sumut,” ungkap Abdurrahman.
Data
Serambi, saat ini Aceh memiliki tiga wakil di Komisi III DPR RI. Mereka adalah
M Nasir Djamil (PKS), Muslim Ayub (PAN), dan Irmawan (Gerindra).
Anggota
Komisi III DPR RI asal Aceh, M Nasir Djamil SAg yang dimintai tanggapannya
kemarin mengatakan, perilaku oknum polisi Sumut yang masih melakukan razia
terhadap kenderaan roda empat berplat polisi “BL” tanpa sebab dan cenderung
mencari-cari kesalahan ibarat gerombolan pengacau keamanan alias GPK.
Karena
itu, Nasir Djamil meminta kepada Kapoldasu agar serius menyikapi aksi razia
tersebut.
“Dalam berbagai kesempatan rapat kerja dengan Kapolri dan Kapoldasu,
saya selalu menindaklanjuti informasi dari warga Aceh yang merasa tidak aman
dan nyaman jika menggunakan mobil berplat BL saat memasuki perbatasan Sumatera
Utara,” kata Nasir di Banda Aceh kemarin sore.
“Memang ada tindak lanjutnya, tapi kemudian kambuh lagi. Karena itu perlu ada desakan agar pimpinan Polri di Sumut serius menyikapi keluhan wargaAceh yang berpergian tersebut.
Kalau perlu ada surat yang dikeluarkan oleh Kapoldasu yang secara resmi melarang merazia tanpa sebab mobil berplat BL yang masuk ke wilayah hukum Sumut,” tambahnya.
Ia
mengatakan, dalam waktu dekat ini anggota Komisi Hukum dan HAM DPR RI, terutama
tiga wakil dari Aceh, akan menyurati Kapolri agar keluhan warga Aceh mendapat
solusi yang permanen.
Akademisi UIN Ar-Raniry, Dr Syamsul Rijal menyatakan, isu tapal batas antarprovinsi yang salah urus akan menggerus nasionalisme, menyuburkan diskriminasi, dan akan melumpuhkan tata nilai kebangsaan.
“Jadi, jangan biarkan demoralisasi tumbuh tanpa tindakan tegas,” ujarnya mengenai aksi pemerasan yang marak dilakukan polisi Sumut terhadap pengendara yang membawa mobil berpelat BL ke Sumut. (nal/rif/serambinews)
Foto : Ilustrasi/Atjehpress.com