Lokasi Mesjid Agung Tamiang suara-tamiang.com , KARANG BARU -- Bila dipandang dari kejauhan tepatnya disisi jalan dua jalur, eks HGU...
Lokasi Mesjid Agung Tamiang |
Mesjid Agung Ku Sayang, Mesjid Agung Ku yang Malang, seharusnya sudah berdiri di muka bumi sejak 2009 lalu. Padahal, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat itu sudah menyetujui pembangunannya dari sumber dana Otsus pada APBA 2009.
Namun, petinggi Aceh Tamiang saat itu Drs Abdul Latief – H Awaluddin, SH, SPN, MH tidak segera membangunnya. Entah apa yang ada dibenak keduanya saat itu, mereka memutuskan membangun Mesjid Agung di tahun 2011, tentu saja anggaran sudah “Game Over” atau “Mission Failed”.
Dugaan penyimpangan anggaran pun mencuat hingga sampai ke telinga aparat penegak hukum (APH), bahkan berbagai kekuatan sipil society mulai dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hingga Wartawan membeberkan pelanggaran kedua petinggi Aceh Tamiang terhadap Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 jo Permendagri No.59 jo Permendagri No.59 Tahun 2009 tentang pengelolaan Keuangan Daerah.
Sontak publik terperanjat bagai petir di siang bolong, dana anggaran Rp 4 miliar itu ternyata lama mengendap di bank. Elemen sipil dan APH pun menyimpulkan ada dugaan pelanggaran terhadap UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta diduga juga pelanggaran terhadap UU No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Pentolan salah satu kekuatan sipil society, Sayed Zainal menyatakan pembangunan Masjid Agung Aceh Tamiang menghabiskan Rp 4 miliar untuk pondasi bangunan ber-ukuran 80 x 80 meter dipertanyakan pembangunannya karena hingga kini dibiarkan terbengkalai.
APH Kepolisian via pejabat anyarnya AKBP Dicky Sondani memerintahkan Reserse Kriminal (Reskrim) yang dimotori AKP Benny Cahyadi agar pengusutan kasus tidak dihentikan. “Kasus ini pengusutannya akan jalan terus”, tegas Benny.
Benny pun menyusun strategi, Reskrim mengklaim juga mendatangkan tenaga ahli yaitu Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung realisasi fisik bangunannya. Namun ketika elemen sipil bertanya siapa-siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut ? Benny Cahyadi menjawab tunggu saja hasil pengusutan yang dilakukan Polres Aceh Tamiang.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, hampir enam tahun tanaman benalu tumbuh subur melilit tiang pondasi ‘Mesjid Agung Ku Sayang, Mesjid Agung Ku Malang’ yang terbengkalai akibat ulah ‘Pendusta Agama’. Siang itu, Minggu (08/02/2015) langit dipenuhi awan hitam yang seolah-olah akan menumpahkan air ke bumi.
Kepercayaan publik dan elemen sipil society pun luntur terhadap Lembaga Kepolisian, terbukti dengan salah satu kekuatan sipil Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) baru-baru ini mengajukan Somasi terhadap Polres Aceh Tamiang karena dinilai lamban dalam menangani perkara kasus korupsi.
Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal, SH mengklaim kasus perkara korupsi Pembangunan Masjid Agung, yang dikomandoi H Awaluddin, SH. SPN. MH (Mantan Wakil Bupati Atam), hingga kini tidak ada progres (kemajuan) dalam penyelidikannya. “Somasi ini juga tembusannya disampaikan ke Kapolda dan Irwasda provinsi Aceh”. Kata Sayed Zainal baru-baru ini.
LembAHtari dalam somasinya No. Ist/S-LT/X/2013 tertanggal 28 Oktober 2013 menyatakan, pembangunan Masjid Agung senilai Rp 4 miliar dari pagu Rp 55 miliar tahun anggaran 2009 sangat beralasan, karena selama ini banyak kasus lain hingga kini tidak kunjung diproses. Sebaliknya kasus dugaan tindak pidana korupsi disampaikan LembAHtari berhenti hilang ditengah jalan baik dalam proses penyelidikan maupun penyidikan. Tentunya jika ini terjadi akan menjadi preseden buruk terhadap kepolisian.
Sayed Zainal pun melontarkan statement dugaan indikasi dan potensi ‘gratifikasi’ dari pihak-pihak yang terperiksa kepada oknum penyidik Polres Atam untuk menghentikan kasus ini di tengah jalan, ini yang dikhawatirkan banyak pihak, yang pada akhirnya, apapun yang dibangun untuk kepentingan masyarakat tak pernah kelar.
Siang menjelang petang, Minggu (08/02/2015) dari atas lokasi ‘Mesjid Agung Ku Sayang, Mesjid Agung Ku Malang’ langit berubah sesekali menjadi kelam dan sesekali menjadi terang. Pembangunan Masjid Agung leading sektor Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh. Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SP2B) tanggal 16 Oktober 2009 yang ditanda tangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Ir. Ridwan MT.
Oleh ketua Panitia Pembangunan Masjid Agung, H Awaluddin, pelaksanaannya dikerjakan akhir tahun 2011, diduga hal ini terjadi penyalahgunaan keuangan, karena tahun 2010 – 2011 dana tersebut tidak dikembalikan ke kas provinsi Aceh. Dalam pasal 6 Surat Perjanjian SP2B tercantum, pembangunan masjid Agung terutama pembuatan pondasi pelaksanaannya ditetapkan selama 69 hari kalender, terhitung 16 Oktober sampai dengan 24 Desember 2009, tidak dapat di robah atau ditunda, kecuali dalam keadaan Force Majuere (pasal 11), tapi pekerjaan baru di kerjakan akhir tahun 2011.
Selanjutnya, temuan lain LembAHtari, ketua panitia membuat perjanjian kontrak kerjasama perencanaan struktur pembangunan pada tanggal 15 Agustus 2011 (No.1/kontrak/PAN/2011) dengan konsultan PT Citra Lestari sebesar Rp.797.000.000 atau 1,5% dari angka pagu Rp.55 miliar. Padahal sejak tahun 2010 sampai dengan 2013 tidak ada bantuan lain, kecuali Rp 4 miliar itu. Anehnya kontrak konsultan dibayar penuh oleh Ketua Panitia, bukan dari angka bantuan sebesar Rp 4 miliar.
Bagaimana kalau pihak konsultan meninggal dunia dan perusahaan pailit, bagaimana uang bantuan tersebut ditarik kembali. Apalagi pekerjaan ini dilakukan secara swakelola. Hal ini sangat bertentangan dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Jo Permendagri Nomor 59 Tahun 2009 tetang pengelolaan keuangan daerah.
Sayed Zainal menilai penyidik dan penyelidik tidak memahami, agar nantinya tidak blunder dan menjadi preseden buruk bagi kinerja pihak penyidik yang melakukan tugasnya. Hasil monitoring LembAHtari, pemesanan tiang pancang dari panitia ke PT Pilaren di Medan pada tanggal 25 Oktober 2011 dan penambahannya dikuatirkan Mark Up harga.
Sayed Zainal melihat ada upaya-upaya pengkaburan terhadap kasus ini, atau sebaliknya, pihak-pihak tertentu sudah masuk dalam lingkaran gelimangan rupiah, sebagai barter kasus, yang telah membuat negara di rugikan, sampai kapan Mesjid Agung menerima perlakuan hukum seperti ini.
Terkait somasi LembAHtari, pejabat Kepolisian setempat AKBP Dicky Sondani membenarkan pihak LembAHtari baru-baru ini mengajukan Somasi. Menurutnya kasus dugaan korupsi dana pembangunan Masjid Agung ini kejahatan luar biasa atau ‘Extra Ordinary Crime’ maka diusut dengan cara-cara yang luar biasa juga dengan menghadirkan saksi ahli. (Rico F/STC)