suara-tamiang.com , KARANG BARU - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang dianggap telah mengulur-ulur waktu dan mempersulit proses gan...
suara-tamiang.com, KARANG BARU - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang
dianggap telah mengulur-ulur waktu dan mempersulit proses ganti rugi tanah
milik salah satu warga yang terkena proyek perluasan jalan tahun 2008, di Desa
Alur Selebu, Kecamatan Kejuruan Muda.
Kendati pihak korban sudah pernah melayangkan surat permohonan ganti rugi disertai surat keterangan (SK) dari datok penghulu setempat, proses ganti rugi belum juga terealisasi.
"Tim independen juga sudah melakukan peninjauan ke lapangan dan mengeluarkan rekomendasi bahwa tanah kami benar terkena proyek pelebaran jalan pada saat itu," kata Iqbal, ahli waris tanah tersebut kepada wartawan di Karang Baru.
Menurut Iqbal, tanah milik orang tuanya bernama Asmara Dewi (57) telah diserobot pemkab untuk pembuatan jalan utama menuju Kecamatan Tamiang Hulu (Pulo Tiga), sepanjang ratusan meter. Selain tanah, keluarganya juga mengalami kerugian atas tanaman yang terkena dampak pelebaran jalan.
Hingga kini berarti sudah enam tahun tanah tersebut digunkan tanpa proses ganti rugi. "Jika permintaan kami tidak diindahkan, jangan salahkan jika kami memagar akses jalan tersebut," tegasnya.
Iqbal membeberkan, dulu saat akan dilakukan ganti rugi, keluarganya disodori kertas kosong untuk ditandatangani supaya uang ganti rugi bisa cair. Tapi hal itu tidak dilakukan karena uang yang bakal diterima dianggap tidak sebanding dengan anggaran ganti rugi yang disetujui pemda.
"Masa lebih banyak mereka daripada pemilik tanah. Anggaran sekitar Rp 37 juta, kami hanya dibayar Rp 14 juta, lalu sisa uang itu sekitar Rp 20 jutaan katanya untuk orang lapangan. Mana mau kami," ungkapnya.
Wakil Bupati Drs Iskandar Zulkarnain MAP saat ditanyai soal ini, mengatakan uang ganti rugi sudah dianggarkan dalam APBKP 2014 dan diposkan di Dinas Pekerjaan Umum. Dia menyarankan dibuat surat permohonan pembayaran kembali, setelah itu uangnya sudah bisa dicairkan.
"Sebenarnya biaya ganti rugi untuk tanah itu setiap tahun dianggarkan, namun karena belum ketemu kesepakatan belum bisa direalisasikan," jelasnya. Pihak Dinas PU saat dimintai keterangan juga mengaku anggaran sudah ada sekitar Rp 40 juta. Namun mereka belum bisa mencairkan uang tersebut sebelum prosedur administrasi dilengkapi.
"Kami mau lihat berita acara peninjauan yang dilakukan tim idependen dulu. Berdasarkan berkas itu kami akan membayarnya. Setahu saya data itu ada di Bagian Tata Pemerintahan, jika berkasnya tidak ditemukan terpaksa dibentuk tim baru untuk meninjau ulang lokasi," ucap Sekretaris Dinas PU Fadil.
Sementara Kabag Pemerintahan Devi saat dikonfirmasi menyarankan pihak Dinas PU yang datang meminta surat berita acara peninjauan tersebut. "Perluasan jalan yang diklaim mengenai tanah warga itu antara iya dan tidak," kata Devi yang baru dilantik menjadi kabag empat bulan lalu.
Terpisah Koordinator Aceh Tamiang Coruption Wacth (ATCW) Eddy Arnaldi mengomentari kata-kata yang dilontarkan Kabag Pemerintahan itu bersifat tendensius, sama sekali tidak berpihak kepada warga yang telah dizolimi pemda.
"Atau Kabag Tapem itu sama sekali tidak mengerti persoalan yang pernah terjadi, sehingga tidak becus menjalankan tugas yang notabene dia pelayan masyarakat. Jelas-jelas berdasarkan rekomendasi awal tim independen seharusnya sudah bisa diambil sikap mengganti rugi hak warga, tidak harus berlarut-larut," ketusnya. (Dede/stc - Foto : ilustrasi)
Kendati pihak korban sudah pernah melayangkan surat permohonan ganti rugi disertai surat keterangan (SK) dari datok penghulu setempat, proses ganti rugi belum juga terealisasi.
"Tim independen juga sudah melakukan peninjauan ke lapangan dan mengeluarkan rekomendasi bahwa tanah kami benar terkena proyek pelebaran jalan pada saat itu," kata Iqbal, ahli waris tanah tersebut kepada wartawan di Karang Baru.
Menurut Iqbal, tanah milik orang tuanya bernama Asmara Dewi (57) telah diserobot pemkab untuk pembuatan jalan utama menuju Kecamatan Tamiang Hulu (Pulo Tiga), sepanjang ratusan meter. Selain tanah, keluarganya juga mengalami kerugian atas tanaman yang terkena dampak pelebaran jalan.
Hingga kini berarti sudah enam tahun tanah tersebut digunkan tanpa proses ganti rugi. "Jika permintaan kami tidak diindahkan, jangan salahkan jika kami memagar akses jalan tersebut," tegasnya.
Iqbal membeberkan, dulu saat akan dilakukan ganti rugi, keluarganya disodori kertas kosong untuk ditandatangani supaya uang ganti rugi bisa cair. Tapi hal itu tidak dilakukan karena uang yang bakal diterima dianggap tidak sebanding dengan anggaran ganti rugi yang disetujui pemda.
"Masa lebih banyak mereka daripada pemilik tanah. Anggaran sekitar Rp 37 juta, kami hanya dibayar Rp 14 juta, lalu sisa uang itu sekitar Rp 20 jutaan katanya untuk orang lapangan. Mana mau kami," ungkapnya.
Wakil Bupati Drs Iskandar Zulkarnain MAP saat ditanyai soal ini, mengatakan uang ganti rugi sudah dianggarkan dalam APBKP 2014 dan diposkan di Dinas Pekerjaan Umum. Dia menyarankan dibuat surat permohonan pembayaran kembali, setelah itu uangnya sudah bisa dicairkan.
"Sebenarnya biaya ganti rugi untuk tanah itu setiap tahun dianggarkan, namun karena belum ketemu kesepakatan belum bisa direalisasikan," jelasnya. Pihak Dinas PU saat dimintai keterangan juga mengaku anggaran sudah ada sekitar Rp 40 juta. Namun mereka belum bisa mencairkan uang tersebut sebelum prosedur administrasi dilengkapi.
"Kami mau lihat berita acara peninjauan yang dilakukan tim idependen dulu. Berdasarkan berkas itu kami akan membayarnya. Setahu saya data itu ada di Bagian Tata Pemerintahan, jika berkasnya tidak ditemukan terpaksa dibentuk tim baru untuk meninjau ulang lokasi," ucap Sekretaris Dinas PU Fadil.
Sementara Kabag Pemerintahan Devi saat dikonfirmasi menyarankan pihak Dinas PU yang datang meminta surat berita acara peninjauan tersebut. "Perluasan jalan yang diklaim mengenai tanah warga itu antara iya dan tidak," kata Devi yang baru dilantik menjadi kabag empat bulan lalu.
Terpisah Koordinator Aceh Tamiang Coruption Wacth (ATCW) Eddy Arnaldi mengomentari kata-kata yang dilontarkan Kabag Pemerintahan itu bersifat tendensius, sama sekali tidak berpihak kepada warga yang telah dizolimi pemda.
"Atau Kabag Tapem itu sama sekali tidak mengerti persoalan yang pernah terjadi, sehingga tidak becus menjalankan tugas yang notabene dia pelayan masyarakat. Jelas-jelas berdasarkan rekomendasi awal tim independen seharusnya sudah bisa diambil sikap mengganti rugi hak warga, tidak harus berlarut-larut," ketusnya. (Dede/stc - Foto : ilustrasi)