BANDA ACEH | STC - ANGGOTA DPRA, Abdullah Saleh mengatakan, Pemerintah Pusat tak lagi fokus terhadap isu yang menjadi hajat hidup masya...
BANDA ACEH | STC - ANGGOTA DPRA, Abdullah Saleh mengatakan, Pemerintah Pusat tak lagi
fokus terhadap isu yang menjadi hajat hidup masyarakat Serambi Mekkah.
Disinyalir hal itu tidak terlepas dari masa jabatan sang pemegang tampuk
kekuasaan di negeri ini yang sudah di ujung. “Sikap DPRA terhadap hal
itu sama dengan sikap Gubernur Aceh yaitu tidak melanjutkan lagi masa
cooling down.
Kalau ditanya kecewa ya, kami kecewa. Padahal SBY sendiri
di hadapan rakyat Aceh saat pembukaan PKA tahun lalu sudah berjanji akan
menuntaskan RPP itu sebelum masa jabatannya berakhir,” ujar Ketua Tim
Pemerintah Aceh, Abdullah Saleh saat dimintai tanggapannya terkait masih menggantungnya regulasi turunan UUPA.
Ia menduga hal
tersebut bisa saja dipicu karena Pemerintah Pusat dalam hal ini SBY di
bawah tekanan politik ataupun memang pribadi SBY yang ragu-ragu dan
tidak tegas.
Padahal SBY selaku kepala negara mempunyai otoritas untuk
menunjuk salah satu kementerian guna mengkoordinir.
Sehingga para
pemangku kepentingan maupun pihak kementerian lain yang berseberangan
pendapat bisa patuh.
Ia menegaskan, RPP yang memuat dua Perpu dan
satu Perpres tersebut notabenenya merupakan turunan dari UUPA yang
mempunyai landasan hukum yang jelas.
Dirinya menyayangkan sikap sebagian pihak seperti Kementerian Keuangan dan BPN yang sepertinya enggan menerima kenyataan tersebut.
Dirinya menyayangkan sikap sebagian pihak seperti Kementerian Keuangan dan BPN yang sepertinya enggan menerima kenyataan tersebut.
Padahal RPP tersebut mempunyai kewenangan
untuk mengatur semua sektor publik kecuali politik luar negeri, moneter
dan fiskal, yustisi, keamanan dalam negeri, peranan luar, dan kebebasan
beragama.
“Sebenarnya pembahasan RPP sudah rampung April lalu dan
diperpanjang dua bulan setelahnya, hasil kerja tim bersama sudah final.
Namun Pemerintah Pusat belum juga menerbitkannya.
Kita tidak mau lagi
memperpanjang masa cooling down karena untuk apa lagi dilakukan, ini
bukan soal waktu,” tandas Abdullah yang juga Ketua Badan Legislatif
(Banleg) DPRA.
Dijelaskannya, untuk qanun bendera dan lambang
perlu ditinjau kembali karena harus paralel menyangkut apa yang menjadi
kewajiban Pemerintah Pusat dalam membuat turunan UUPA dan apa yang
menjadi kewajiban Pemerintah Aceh untuk penjabarannya.
Sementara untuk
RPP migas dan pertahanan diakuinya memang alot karena menyangkut
pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Meskipun demikian, kata Abdullah, ada poin-poin yang sudah disepakati dan ada juga yang belum.
Meskipun demikian, kata Abdullah, ada poin-poin yang sudah disepakati dan ada juga yang belum.
Abdullah
menilai pihak yang berseberangan dengan UUPA bersikap naif karena itu
adalah produk hukum.
Perbedaan cara pandang inilah yang membuat pembahasan RPP tersebut berlarut larut. Sekarang ini operasional tidak bisa dilakukan karena tidak bernilai ekonomis tinggi.
Perbedaan cara pandang inilah yang membuat pembahasan RPP tersebut berlarut larut. Sekarang ini operasional tidak bisa dilakukan karena tidak bernilai ekonomis tinggi.
Andaikata sudah
tuntas, pihaknya bisa berbuat lebih dalam perencanaan, pengelolaan, dan
pemanfaatan SDA, seperti menerbitkan izin bagi boat besar beroperasi di
atas 12 mil.
Sehingga berdampak bagi peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat. Dari hasil pertemuan dengan Dirjen Otda
disepakati perlu adanya pertemuan tim Aceh dengan Presiden.
Kita
berharap pertemuan tersebut membuahkan hasil dengan diterbitkannya RPP
sebelum masa jabatan SBY berakhir,” pungkas Abdullah Saleh.(Serambinews/rul)
Foto: Abdullah Saleh(serambinews)