M. Hendra Vramenia | STC KARANG BARU - Dari 5.190 Hektare (Ha) luas tambak di Aceh Tamiang,sebanyak 3447 Ha diantaranya terlantar, tidak...
M. Hendra Vramenia | STC
KARANG BARU - Dari 5.190 Hektare (Ha) luas tambak di Aceh Tamiang,sebanyak 3447 Ha diantaranya terlantar, tidak dapat digunakan karena mengalami kerusakan.Luas tambak tersebut tersebar di empat kecamatan yakni kecamatan Banda Mulia (814 Ha), kecamatan Manyak Payed (1.879 Ha), kecamatan Seruway (1.233 Ha), dan kecamatan Bendahara (325) Ha.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Tamiang Ir.Agustin ketika di konfirmasi STC mengatakan kondisi tambak di Aceh Tamiang yang terlantar diakibatkan pintu air rusak, pematang tambak putus dan semak.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, pihaknya sudah mengajukan program revitalisasi tambak ke kementrian kelautan untuk merehab tambak di Tamiang. "Tahap awal kita ajukan seluas 600 Ha dengan anggaran sekitar Rp 40 miliar karena yang kita perbaiki pematang," ujarnya.
Harga perbaikan diperkirakan, untuk satu hektar pematang, ditambah satu unit pintu air di butuhkan biaya sekitar Rp 30 juta ditambah biaya pemupukan bibit ikan sekitar Rp 6 juta.Solusi lainnya, kerjasama investor dengan masyarakat. Selain itu, dari penelitian yang dilakukan pihaknya terhadap kualitas air dan kondisi tanah sejak tahun 2011 dan penelitian tahun 2013, diketahui, perlu dilakukan perlakuan khusus terhadap tambak di Aceh Tamiang.
Karena kebanyakan potensi tanah mengandung sulfat, asam sehingga harus ada perlakuan khusus, seperti pemberian kapur yang lebih banyak," ujarnya.
Selain itu, kandungan pirit (Penyakit)juga terlalu tinggi, sulusi sementara untuk tambak tradisional harus ada kincir air agar terjadi oksidasi. "Tapi nggak mungkin karena tambak tradisional tak ada biaya dari mana listriknya," ujarnya.
Untuk itu, rekomendasi kita kedepan petani kita sarankan untuk membudi daya ikan seperti nila. Kalau udang, mati karena keracunan dari pirit sebab udang main dan makan di tanah. (***)
Foto : Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Tamiang Ir. Agustin (MHV/stc)
KARANG BARU - Dari 5.190 Hektare (Ha) luas tambak di Aceh Tamiang,sebanyak 3447 Ha diantaranya terlantar, tidak dapat digunakan karena mengalami kerusakan.Luas tambak tersebut tersebar di empat kecamatan yakni kecamatan Banda Mulia (814 Ha), kecamatan Manyak Payed (1.879 Ha), kecamatan Seruway (1.233 Ha), dan kecamatan Bendahara (325) Ha.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Tamiang Ir.Agustin ketika di konfirmasi STC mengatakan kondisi tambak di Aceh Tamiang yang terlantar diakibatkan pintu air rusak, pematang tambak putus dan semak.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, pihaknya sudah mengajukan program revitalisasi tambak ke kementrian kelautan untuk merehab tambak di Tamiang. "Tahap awal kita ajukan seluas 600 Ha dengan anggaran sekitar Rp 40 miliar karena yang kita perbaiki pematang," ujarnya.
Harga perbaikan diperkirakan, untuk satu hektar pematang, ditambah satu unit pintu air di butuhkan biaya sekitar Rp 30 juta ditambah biaya pemupukan bibit ikan sekitar Rp 6 juta.Solusi lainnya, kerjasama investor dengan masyarakat. Selain itu, dari penelitian yang dilakukan pihaknya terhadap kualitas air dan kondisi tanah sejak tahun 2011 dan penelitian tahun 2013, diketahui, perlu dilakukan perlakuan khusus terhadap tambak di Aceh Tamiang.
Karena kebanyakan potensi tanah mengandung sulfat, asam sehingga harus ada perlakuan khusus, seperti pemberian kapur yang lebih banyak," ujarnya.
Selain itu, kandungan pirit (Penyakit)juga terlalu tinggi, sulusi sementara untuk tambak tradisional harus ada kincir air agar terjadi oksidasi. "Tapi nggak mungkin karena tambak tradisional tak ada biaya dari mana listriknya," ujarnya.
Untuk itu, rekomendasi kita kedepan petani kita sarankan untuk membudi daya ikan seperti nila. Kalau udang, mati karena keracunan dari pirit sebab udang main dan makan di tanah. (***)
Foto : Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Tamiang Ir. Agustin (MHV/stc)