Oleh : Mursalin Waktu berlalu bagaikan air mengalir, begitulah umpamanya. Malam ini adalah malam yang ketiga kalinya saya mengawali R...
Oleh
: Mursalin
Waktu berlalu bagaikan air mengalir,
begitulah umpamanya. Malam ini adalah malam yang ketiga kalinya saya mengawali
Ramadhan di Kampung Orang tanpa meugang. Ramadhan pertama baru satu bulan tiba
di Kota Malang, langsung memasuki bulan kedua yaitu Ramadhan. Bulan puasa tanpa
Tradisi Daging Meugang. Biasanya di Aceh tatkala memasuki awal bulan puasa ada
sebuah tradisi yang sampai hari ini masih dilaksanakan, yaitu tradisi meugang
atau kadang di Aceh bagian utara disebut mak
meugang.
Meugang adalah sebuah tradisi dimana
masyarakat Aceh sehari sebelum Ramadhan mereka makan masakan daging bersama
anggota keluarga. Bagi keluarga yang ekonominya lumayan, mereka membeli daging
lembu, bagi yang kurang mampu membeli ayam. Daging ini kemudian dimasak dengan
masakan khas Aceh, rasanya luar biasa. Tradisi ini sudah menjadi turun temurun
dari generasi-ke generasi. Begitulah cara orang Aceh dalam mempersiapkan diri
menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Kembali ke masalah Ramadhan pertama di
kampung orang, terutama di Kota dimana saat ini saya menetap. Saya
memperhatikan tradisi semacam meugang di
Aceh tidak begitu ada, dan bahkan bisa dibilang tidak ada. Dari H-1 sampai hari
Ramadhan pertama suasana dipasar, dijalan, dan dirumah-rumah warga tampak
seperti hari biasanya. Memang benar jika kita mengaitkan dengan sebuah pepatah,
lain lubuk lain ikannya, lain daerah lain
tradisinya. Bagiku mengawali Ramadhan dimana saja tidak menjadi soal,
apakah saya makan daging atau tidak itu hanyalah kebiasaan dimana tradisi itu
melekat. Beda daerah ya tentu beda tradisi. Tidak menjadi masalah. Yang
terpenting amalan-amalan Ramadhan tetap terlaksana seperti kewajiban. Meugang
itu hanya sebuah tradisi Aceh dalam menyambut Ramadhan.
Tidak hanya meugang diawal Ramadhan, tapi
ada juga meugang di akhir Ramadhan yaitu pada hari ke-30 Ramadhan, dan biasanya
meugang pada hari ke-30 adalah meugang menyambut Idul Fitri. Demikian pula
ketika mendekati hari Raya Idul Adha,
satu hari sebelum Idul Adha juga meugang. Dengan adanya tradisi meugang,
dipasar-pasar harga daging menjadi 3 kali lipat dari harga normal bahkan lebih.
Para peternak lembu tentu mengambil kesempatan ketika mendekati Ramadhan, akhir
Ramadhan bahkan mendekati Idul Adha.
Maka tidak heran, jika dikampungku banyak
masyarakat mengambil alih menjadi peternak lembu daripada pekerjaan lain.
Mereka dengan mudah merawat, memberi makan kemudian mereka menjual ketika
mendekati Ramadhan dengan harga tinggi. Tradisi meugang secara ekonomi
memberikan keuntungan bagi peternak lokal, bahkan banyak juga lembu-lembu yang
diimpor dari luar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Berbeda halnya dengan di daerah tempat saya
menetap saat ini, meskipun dibilang harga daging sembakau naik, tapi tidak sama
dengan naiknya harga daging di Aceh. Jika malam- malam mak meugang, dari jam ke
jam harga daging bisa berubah. Hal ini mengingat permintaan daging terus
meningkat sementara stok yang tersedia tidak berimbang dengan permintaan.
Secara tidak langsung, dengan tradisi semacam ini tingkat permintaan daging
terutama di Aceh naik melebihi target. Bayangkan saja, satu kepala keluarga
dengan 2 orang anggota keluarga, rata-rata membeli 2 sampai 3 kilogram daging.
Apalagi kalau anggota keluarganya banyak, 4 sampai 5 kilogram daging per kepala
keluarga. Kalikan saja sendiri, berapa lembu yang dipotong di Aceh dengan
jumlah lebih kurang 3 juta kepala keluarga. Dan ini secara otomatis akan
membutuhkan lembu impor jika lembu lokal tidak tercukupi.
Selain daging lembu, daging ayam juga
meningkat drastis permintaan dari masyarakat. Karena ada kelugara yang tidak
bisa makan daging lembu, mereka memilih membeli daging ayam. Lalu bagaimana
dengan keluarga yang tidak bisa makan daging, katakalah, yang lagi sakit
stroke. Apakah mereka diharuskan makan daging ?. Kalau misalkan ada keluarga
seperti itu, mereka tentu tidak membeli daging, mereka hanya membeli untuk
anggota keluarga yang bisa makan. Yang namanya beli daging di hari meugang itu
saya yakin ada, meskipun 1 kilogram saja buat anak-anak.
Seperti keluargaku, mamaku tidak suka
daging lembu, ayah tidak boleh makan daging karena sekarang lagi tidak sehat.
Tentu daging meugang tetap juga dibeli untuk anak-anaknya. Para orang tua
mengkhawatirkan anaknya, kenapa rumah kita tidak makan daging, sementara rumah
tetangga bau masakannya sampai kerumah kita. Mereka makan, kenapa kita tidak,
sehingga mereka tetap membeli untuk anak-anak yang bisa makan. Ini hari
meugang, hari kebersamaan keluarga menyambut Ramadhan. Selamat melaksanakan ibadah puasa.