KARANG BARU | STC - Salah satu rekomendasi tim investigasi dan kajian teknis lapangan terhadap penambangan batu dolomite di pedalaman A...
KARANG BARU | STC - Salah satu rekomendasi tim investigasi dan kajian teknis lapangan
terhadap penambangan batu dolomite di pedalaman Aceh Tamiang, yaitu
meminta agar usaha penambangan batu tersebut harus membangun pabrik di
kabupaten tersebut, dan dilarang mengangkut batu itu sebelum diolah
terlebih dahulu di Aceh Tamiang.
Kepala Dinas Pertambangan dan
Energi Aceh Tamiang, Drs Zagusli Jumat (6/6) mengatakan,
tim kajian teknis usaha pertambangan mineral dan batubara yang dibentuk
Bupati Aceh Tamiang pascawarga dari tiga kecamatan berunjuk rasa pada 15
Januari 2014 lalu yang meminta usaha batu dolomite ditutup karena
menimbulkan kerusakan badan jalan dari Simpang Kiri, Seumadam, Pulau
Tiga sampai Simpang Mapoli yang diakibatkan oleh pengangkutan batu
dolomite.
Disebutkan Zagusli, izin usaha pertambangan (IUP) yang
diberikan kepada pengusaha selama ini, ternyata tidak dibenarkan
mengangkut dan menjual batu dolomite ke Provinsi Sumatera Utara atau
keluar Aceh Tamiang.
Hal itu kata Zagusli sesuai dengan Peraturan
Presiden (Perpres) nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan
usaha pertambangan mineral dan batu bara.
“Pasal 37 ayat 3 apabila
izinya dikeluarkan oleh Bupati maka komoditas tambang yang diolah
berasal dari satu kabupaten atau lokasi kegiatan pengolahan dan
pemurnian berada pada satu kabupaten,” ujarnya.
Begitu juga,
apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari provinsi lain,
atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas
provinsi, maka izinnya dikeluarkan oleh menteri.
Temuan tim dilapangan
yaitu, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam melakukan
penambangan menunjuk pihak ketiga untuk melakukan penggalian dan
pengangkutan, dampak penggunaan pihak ketiga, sebut Zagusli, memberikan
pengaruh negative, antara lain tidak terkontrol lagi jumlah alat berat
di lapangan serta terjadi permasalahan keamanan di dalam perusahaan
pemegang IUP sendiri.
“Tidak terkontrolnya pihak ketiga sebagai
penyedia angkutan untuk pemegang izin, akhirnya berdampak rusaknya badan
jalan,” ujarnya.
Karenanya diminta kepada pemilik izin tambang,
antara lain, pemegang IUP harus mengurus IUP operasi khusus pengangkutan
dan penjualan kepada Menteri ESDM sebelum melaksanakan pengangkutan dan
penjualan. Kecuali bahan tambang yang diangkut sudah terlebih dahulu
diolah setengah jadi atau bahan jadi.
“Karena itulah pengusaha harus
membangun pabrik pengolah batu dolomite terlebih dahulu di Aceh
Tamiang,” tegas Zagusli.
Sebelumnya diberitakan, pada 15 Januari
2014 lalu, sekitar seribuan warga dari tiga kecamatan yaitu, Tenggulun,
Tamiang Hulu dan Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, yang tergabung
dalam Forum Rakyat Aceh Tamiang (FRAT) Senin (13/1) memblokir jalam
utama di kecamatan itu.
Aksi warga itu karena geram dengan kerusakan
badan jalan yang cukup parah, tapi tidak diperbaiki oleh pengusaha
tambang batu dolomite, sehingga sangat menyengsarakan masyarakat.
Dampak
dari aksi protes warga itu, Pemkab Aceh Tamiang menghentikan aktivitas
perusahaan tambang batu dolomite dan hingga saat ini belum diizinkan
beroperasi lagi. Selanjutnya Bupati Aceh Tamiang membentuk tim
investagiasi dan teknis untuk trun ke lapangan.(Serambinews/md)