ACEH TAMIANG | STC - Petani getah karet di Kecamatan Tenggulun dan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang kian merasa kesulitan seiring te...
ACEH TAMIANG | STC - Petani getah karet di Kecamatan Tenggulun dan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang kian merasa kesulitan seiring terjun bebasnya harga getah karet hingga ke level terendah Rp 5.500/kg.
Di dua kecamatan tersebut, sebelumnya dilaporkan harga getah karet sudah terbilang murah, berkisar Rp 6.500 sampai Rp 7.000/kg.
Dan sampai di penghujung semester pertama tahun 2014,
harga getah karet justru semakin merosot, kendati mulai memasuki bulan
puasa dan menjelang lebaran.
Kondisi tersebut jelas membuat para petani
tidak diuntungkan, apalagi mereka yang memiliki lahan sempit karena uang
yang didapat tidak sebanding dengan tenaga dan modal yang dikeluarkan.
Suriadi
(56), petani karet dari Desa Simpang Kiri, Kecamatan Tenggulun,
terpaksa mencari kerja lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, karena
kebutuhan ekonomi menjelang puasa dan lebaran cenderung meningkat.
Sementara penghasilan dari kebun karetnya tidak bisa diandalkan untuk
menopang seluruh kebutuhan rumah tangga.
"Anak saya pun memilih
mencari penghasilan dari luar, tidak membantu menderes lagi karena ingin
mendapat penghasilan lebih untuk lebaran," katanya.
Suriadi
mengaku memiliki lahan sekitar tiga hektare, namun penghasilanya setiap
minggu dirasa belum cukup sekaitan harga getah karet yang tak kunjung
normal.
"Sudah enam bulan ini penghasilan dari penjualan getah rata-rata
di bawah satu juta rupiah, tidak lebih," kata Suriadi.
Lain
halnya dengan Nanok, warga Wonosari, Kecamatan Tamiang Hulu. Jumat (20/6) dia mengatakan, dua bulan terakhir sudah tidak
beraktivitas lagi di kebun karetnya.
Pengaruh harga karet yang bertahan
murah membuat Nanok memilih banting stir mencari pekerjaan lain di luar
kecamatan.
Menurutnya, saat ini kebun karet miliknya yang
seluas dua hektare diurus oleh orang lain, dengan hasil penjualan
dibagi.
Pria yang aktif di sejumlah perkumpulan ini berharap pemerintah
daerah mampu menyetabilkan harga hasil perkebunan dan pertanian terutama
harga getah karet.
Diakuinya, bagi petani yang memiliki lahan
tidak luas, otomatis kelimpungan, tidak sedikit yang mencari tambahan
penghasilan dari sektor lain, apalagi dalam rangka menyambut bulan puasa
dan lebran.
"Sudah terlalu lama harga getah karet turun, dan
dampaknya sangat memengaruhi perekonomian rakyat kecil yang
berpenghasilan sehari-harinya dari kebun karet," katanya.
Salah
seorang agen pengumpul getah karet di Desa Wonosari, Paino (50)
membenarkan harga karet bertahan murah, bahkan makin anjlok dari harga
dua bulan lalu.
Paino mengaku membeli getah karet dari petani untuk
dijualnya kembali kepada agen yang lebih besar, yang saban minggu
datang. Mayoritas pelanggannya pun dari golongan petani yang memiliki
lahan kecil.
"Untuk harga getah C1 (tanpa tatal) kami beli Rp
7.500, dan getah lom (getah kotor) Rp 5.500. Harga ini sudah bertahan
selama dua bulan, belum pernah ada kenaikan," ungkapnya.
Bapak tiga anak ini mengatakan, sudah 12 tahun menggeluti profesi sebagai agen pengumpul. Dalam
sepekan ia mampu mengumpulkan getah sekitar 1,5 ton.
Kendala yang
dihadapinya pun beragam, bahkan nyaris tekor bila tidak komitmen harga
terlebih dahulu dengan pemodal besar.
Kondisi getah susut sudah pasti,
tapi yang lebih menyulitkan jumlah getah yang terkumpul tidak sesuai
harapan, sehingga berimbas kepada harga penjualan ke agen besar. "Di
bawah satu ton harga jualnya sama dengan petani getah lain.
Jadi kita
upayakan bisa mengumpul getah kering maupun basah di atas satu ton,"
katanya.Sekarang, lanjut Paino, banyak muncul agen pengumpul
baru di desanya, membuat target mengumpulkan getah karet tidak bisa
diprediksi.
Seiring masuknya musim hujan, produksi getah mulai normal,
namun harganya belum kena alias masih murah.
"Setahun silam kami
bisa mengumpulkan tiga ton dalam seminggu. Seiring banyaknya saingan,
dari tiga ton sekarang hanya tinggal separuhnya," katanya.
Bisa
dibilang, sambungnya, nasib pengumpul tidak menentu, sebab dari hasil
penjualan kembali terkadang hanya balik modal bahkan rugi.
"Dan bila
untung, pasti untungnya sedikit, beda dengan agen yang langsung
berhubungan dengan pabrik," ujarnya dengan wajah lesu.(Medanbisnis/ck05)