HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Berwisata Sejarah Melayu di Negeri Siak Sri Indrapura

  Oleh : Iranda Novandi HARI itu, Senin 19 Mei 2014. Jam menunjukkan pukul 18.30 wib. Saat burung besi menjejakan kakinya di landasa...

 Oleh : Iranda Novandi

HARI itu, Senin 19 Mei 2014. Jam menunjukkan pukul 18.30 wib. Saat burung besi menjejakan kakinya di landasan Sultan Syarif Kasim II. 

Nama sultan terakhir kerajaan Siak Sri Indrapura yang dijadikan nama bandara Internasional di Pekanbaru, Riau. 

Sekilas, suasana kota tersebut sama halnya dengan kota-kota lain di Indonesia. Terasa tidak ada yang istimewa. Sehingga rasa letih dan melelahkan perjalanan dari Banda Aceh terasa belum bisa terobati. 

Belum lagi perjalanan ini harus dilanjutkan menuju Kabupaten Siak, yang berjarak sekitar 130 km dari Pekanbaru atau sekitar 2 jam perjalanan darat. 

Selepas magrib, saya bersama rekan-rekan wartawan dan redaktur kebudayaan se Indonesia yang hadir guna mengikuti temu wartawan dan redaktur kebudayaan (TRK) III yang diselenggarakan PWI Pusat bersama pemkab Siak dan didukung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melanjutkan perjalanan ke Siak dengan menggunakan mini bus dinas Dinas Perhubungan Kabupaten Siak. 

Tigapuluh menit waktu berlalu, rasa kantukpun tiba. Terlebih tidak ada yang bisa dinikmati dalam perjalanan malam tersebut. Yang terlihat hanya hamparan kebun sawit milik perusahaan besar di Indonesia. Namun, jelang pukul 21.30 WIB, selepas terlelap selama 1,5 jam. 

Mata disegarkan dengan gemerlap jembatan Siak 'Tengku Agung Sultanah Latifah'. Apalagi hiruk pikuk para warga pendatang yang terlihat berfoto ria di atas jembatan yang katanya dibangun menghabiskan dana triliun rupiah tersebut. 

Setibanya dipenginapan, usai melakukan registrasi ulang, langkah awal yang kulakukan dengan memanjakan perut yang sedari tadi sudah berontak. 

Dengan suasana yang nyaman dan santai, sebuah warung dipinggir sungai Jantan, - nama awal sungai Siak - ku nikmat secangkis kopi dan sepring mie Aceh. 

Terkadang aneh juga, jauh-jauh ke negeri orang yang dimakan hanya mie Aceh. Sajian Mie Aceh yang diracik oleh seorang ibu asal Aceh Tamiang itu, tak tuntas kubersihkan. 

"Asin ya bang, orang disini makanannya memang suka agak asin-asin," ujar wanita paruh baya yang mengaku baru dua bulan tinggal mengikuti kakaknya yang sudah puluhan tahun tinggal di Siak tersebut. Selasa, 20 Mei. Rasa penasaran akan Kota Siak ingin ku buktikan. 

Selepas sarapan saya bersama rekan dari Aceh dan Paul dari salah satu TV lokal di Papua. Dengan menyusuri pinggiran Sungai Siak, rasanya tidak berlebihan memang kalau Kota Siak Sri Indrapura di sebut sebagai Kota Wisata di Riau. 

Kota yang berada di pinggir Sungai Siak ini memang menawarkan berbagai objek wisata yang menarik ditengah sedikitnya objek wisata di Provinsi Riau. 

Untuk mendukung julukan tersebut, kota yang baru berdiri sejak 14 tahun silam, pada masa Mengadri dijabat Syarwan Hamid, putra asli Siak terlihat terus berbenah dan mempercantik diri yang ditandai dengan pembangunan berbagai sarana dan prasarana seperti jalan yang lebar, jembatan, taman, dan lain-lain. Kota Siak Sri Indrapura, merupakan kota kecil, namun sangat rapi dan bersih. 

Jalanan di Siak mulus tanpa ada lubang sedikitpun. Selain mulus, jalan juga lebar dengan 2 jalur yang dipisah dengan taman kecil. 

Dikiri kanan jarang sekali terlihat ada sampah berserakan, yang tampak hanya pemandangan taman taman yang hijau. Kota Siak Sri Indrapura merupakan Ibukota Kabupaten Siak, Provinsi Riau. 

Terlepas dari fungsinya tersebut, kota yang berada di tepi aliran Sungai Siak ini menyimpan begitu banyak keindahan. 

Pesona alam nan hijau hingga hamparan perkebunan produktif membuat Siak Sri Indrapura layak dijadikan salah satu wilayah tujuan agrowisata. 

Adanya berbagai situs sejarah, dilingkupi budaya Melayu kental kiranya memperlengkap daerah ini sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di Riau. 

Uniknya adalah lampu jalannya karena memiliki ukiran Melayu yang khas, yang berbeda beda di setiap ruas jalan. Setiap sudut kota selalu dihiasi dengan tulisan Melayu. Sehingga semakin memperkuat kalau Siak adalah pusat kerajaan Melayu tempo lalu. 

Di Siak, ada satu jembatan yang sangat terkenal dan sudah menjadi ikon daerah tersebut. Jembatan ini adalah pintu gerbang memasuki Kota Siak. 

Jembatan yang namanya diambil dari nama istri Raja Siak Sultan Syarif Hashim ini memang relatif baru namun sudah menjadi primadona di Siak. 

Jembatan sepanjang  1, 2 km memang memiliki daya tarik tersendiri sebagai tempat wisata, diantaranya adalah Jalannya yang lebar dengan 4  jalur, desainnya yang di dominasi warna kuning, warna khas kerajaan Melayu, dengan jalan pedastrian di samping kiri kanannya. 

Jembatan ini, selain itu terdapat dua menara setinggi masing- masing 80 meter yang dilengkapi dengan dua buah lift untuk menuju puncak menara. 

Ditambah lagi dengan lampu lampu jalan dan lampu dipinggir jalan dengan gaya melayu, menambah keindahan jembatan ini, apalagi saat malam hari. 

Tapi ingat, jika ingin berfoto ria di atas jembatan ini, Anda harus berjalan kaki dari pangkal jembatan karena kendaraan dilarang berhenti di sepanjang jembatan. 

Kalau Anda masih bandel, anda akan malu karena akan  "diusir" oleh mobil patroli yang selalu mondar mandir jembatan. 

"Ini untuk menghindari kecelakaan, karena kenderaan yang melintas sangat banyak," ujar seorang petugas Dinas Perhubungan yang menjadi gaet kami selama berada di Siak. 

Dari atas jembatan anda dapat menikmati keindahan sungai Siak yang berwarna coklat hitam. Warna air yang tak jernih ini menurut gaet itu, sejak maraknya perkebunan sawit di Siak dan lalulintas kapal tonkang. 

Dari atas jembatan Siak ini juga dapat dilihat berbagai aktivitas diatasnya. Dari atas sini pula anda dapat melihat kompleks perkantoran Siak dan Kota Siak. 

Di pinggiran Sungai Siak ini, juga terdapat Masjid Raya Sahabuddin. Masjid ini berjarak sekitar 500 m di depan Istana Siak. 

Masjid Syahabuddin ini merupakan masjid peninggalan kerajaan Siak Sri Indrapura yangdi bangun tepat di tepi Sungai Siak. Masjid ini bentuknya yang khas dan unik. 

Di dalamnya terdapat sebuah mimbar yang terbuat dari kayu berukir indah bermotifkan daun, sulur dan bunga. 

Di sebelah masjid ini adalah makam pahlawan nasional asal Riau Sultan Syarif Khasim II bersama permaisuri, dan beberapa anggota keluarga. 

Makam berada dalam sebuah bangunan yang berdiri megah persis disamping Masjid Syahabuddin. Di dekat Masjid ini juga terdapat satu peninggalan sejarah kerajaan Melayu, yakni Balai Kerapatan. 

Bangunan yang dulunya menjadi tempat persidangan raja untuk mengadilan para pelaku kejahatan. Di balai kerapatan ini ada dua tangga putar. 

Bila yang dihukum bersalah maka ia akan menggunakan tanggal sebelah kiri yang menghubungkan langsung ke penjara sedangkan yang tak bersalah akan turun dari tangga sebelah kanan. 

"Semua bangunan baik istana, masjid dan balai kerapatan semuanya menghadap ke sungai Siak, sebab pada masa lalu, aktivitas masyarakat Siak barada di sungai tersebut," ujar Sayed Muzani sesepuh atau tokoh adat Siak. 

Saat ini, selain bangunan bersejarah tersebut, dibantaran sungai Siak dibangun pusat jajanan kuliner disepanjang pinggiran Sungai Siak di seputaran Kota Siak Sri Indrapura. 
Dibantaran sungai ini banyak sekali kafe kafe dan warung yang menjual berbagai makanan dan minuman. 

Dari Bantaran sungai ini Anda dapat menikmati panorama Sungai Siak dan Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah dari kejauhan. 

Di sore hari anda dapat menikmati sunset di atas sungai Siak yang berwarna ke emasan dan pada malam hari, anda dapat menikmati lampu lampu indah di sepanjang Jembatan. 

Untuk memanjakan wisatawan. Penasaran akan wisata Siak, tak salah bagi Anda jika ingin berkunjung kesana. 

Selain berwisata sejarah, Anda bisa mengetahui jejak Melayu yang begitu kental.Apalagi, Pemkab setempat ingin menjadikan Siak sebagai "Siak The True Malay". ***

Foto: Analisa/iranda novandi) Istana Siak