HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Air Terjun Kampung Bandung Atam yang Nyaris Dilupakan

ACEH TAMIANG | STC - Gaung kawasan wisata pemandian air terjun di Desa Kampung Bandung, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang, nyaris tak ...

ACEH TAMIANG | STC - Gaung kawasan wisata pemandian air terjun di Desa Kampung Bandung, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang, nyaris tak terdengar lagi di telinga para wisatawan lokal maupun luar daerah. 

Padahal lokasi tersebut sempat menjadi primadona bahkan incaran bagi kawula muda untuk berwisata pada tahun 1990- an.Dulu, tempat itu selain dikenal dengan wisata grojogan air terjunnya yang deras, juga kental dengan keramahtamahan warganya yang notabene warga transmigran asal Bandung, Jawa Barat. 

Dewasa ini, setiap akhir pekan dan hari-hari besar, pengunjung tak lagi ramai memadati kawasan yang tercipta oleh alam tersebut.Objek air terjun pun tidak lagi memancurkan air yang deras, seiring tak dirawat serta perambahan hutan untuk alih fungsi lahan. 

Bahkan sebagian tempat seperti akrab disebut warga sekitar lokasi Terjun Tiga, saat ini telah ditutup untuk umum.Pasalnya, sering terjadi kecelakaan pengunjung yang kurang hati-hati. 

Ada lagi sebagian besar warga setempat mengatakan, telah terjadi alih fungsi lahan kelapa sawit (palm oil) secara besar-besaran di area wisata, sehingga membuat kandungan air di lereng perbukitan Kampung Bandung menipis bahkan kering, yang membuat air terjun bertingkat tiga tersebut tak lagi diminati.

Menurut peta wilayah, lokasi air terjun berada di bujur selatan tepat di ujung desa Payah Tampah, Kecamatan Karang Baru, namun untuk menjangkau tempat pemandian itu satu-satunya jalur dari Desa Bandung Jaya, Kecamatan Manyak Payed, atau sekitar 40 kilometer dari ibukota Kabupaten Aceh Tamiang, Kualasimpang. 

Bagi yang ingin ke sana, harus melintasi jalanan berdebu dan berlubang yang panjangnya berkisar 20 kilometer dari jalan nasional. 

Sementara untuk mencapai lokasi, kendaraan yang ditumpangi harus diparkir 300 meter dari air terjun dan menyusurinya dengan berjalan kaki.

Pada zaman konflik belasan tahun silam, sejumlah tempat wisata di Aceh tidak terkecuali Air Terjun Kampung Bandung menjadi mati suri. 

Orang-orang tidak lagi memikirkan tempat wisata, apalagi merawatnya. Karena untuk bertahan hidup saja masyarakat harus dihadapkan dengan keadaan dilematis pada era itu.Para pecinta lingkungan yang merupakan penduduk sekitar pun terpaksa eksodus meninggalkan kampung halaman, demi tetap hidup.

Pascakonflik, sebagian warga Kampung Bandung pun datang kembali untuk berbenah. Mayoritas warga yang kembali adalah yang masih memiliki lahan perkebunan. 

Tapi tidak sedikit yang menjual lahannya kepada orang lain.Namun peninggalan konflik masih menyisakan ketertinggalan di sana-sini, termasuk pembangunan infrastruktur desa dan wisata. 

Dari perkotaan sampai kampung pedalaman, pembangunan infrastruktur dan sektor-sektor lain yang berdampak pada perekonomian warga menjadi mati, tak ayal hingga sulit untuk pulih kembali.

Rubinem (65), warga Kampung Bandung saksi sejarah berdirinya kampung transmigrasi itu kepada MedanBisnis mengatakan, ia sudah mendiami kampung Bandung sejak dibukanya areal transmigrasi pada tahun 1967. 

Sekarang pengunjung wisata tidak ramai lagi seperti dulu, khususnya 15 tahun silam saat tempat itu menjadi lokasi favorit untuk wisata mandi. Kini air terjun sudah tidak menarik lagi karena kurang dirawat.

Sementara penduduk setempat sudah melupakan potensi lingkungan sekitar akibat kawasan air terjun sudah berubah manjadi lahan kebun sawit. 

"Wajar kalau sekarang air terjunnya berkurang, karena airnya terserab oleh pohon sawit," ucapnya.Sementara pemuda setempat, Ruman, Nandar dan Ari di lokasi parkir mengatakan, aktivitas pengunjung sudah sepi sejak 10 tahun terakhir. Di samping jarak tempuhnya yang jauh, wisata air terjun kurang dipromosikan ke luar daerah.

Mereka tidak bisa menyembunyikan kekecewaan, sejauh ini tidak ada perhatian sama sekali dari pemda setempat untuk mengeksplorasi wisata tersebut. 

Keindahan wisata di sana hanya diketahui generasi tahun 1980-an, sementara generasi di atasnya banyak yang belum tahu.

"Paling hanya ada pengunjung lokal yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari," ucap Ruman.Menurut cerita orangtua dulu, sambung Ruman, di puncak tertinggi bukit air terjun tersebut terdapat kawah yang besarnya menyerupai danau. 

Konon airnya sangat jernih, mengalir hingga ke desa-desa termasuk di objek wisata air terjun yang ada. Cerita yang berkembang, danau di atas sana terbendung oleh material longsor, sehingga airnya tak lagi mengalir deras ke bawah.

"Tapi hingga kini keberadaan kolam besar yang menjadi gunjingan warga tersebut masih terbilang misteri. Sebab, tak seorang pun pernah mengaku melihat danau tersebut," ungkap Ruman yang diamini rekannya.

Mega Purnama, seorang pengunjung yang diwawancarai mengaku jarang datang ke tempat itu jika bukan hari libur. 

Pelajar SMU ini sengaja berlibur ke sana bersama sejumlah temannya karena jaraknya tidak begitu jauh dari domisili mereka. 

"Kami dari Desa Jambo Labu, kabupaten Aceh Timur, sengaja datang kemari untuk mengisi liburan sekolah," katanya. (Medanbisnis/ck05)

Foto: REKREASI Sejumlah pengunjung menikmati wisata pemandian air terjun di desa Bandung Jaya. Lokasi air terjun tersebut sudah menyempit, airnya pun tak lagi deras, nyaris terlihat keruh dan usang akibat penuh sampah daun. ( medanbisnis/ck 05)