KARANG BARU | STC - Wakil Bupati Aceh Tamiang, Drs Iskandar Zulkarnain MAP menegaskan, Pemkab sudah membentuk tim terpadu untuk merespon ...
KARANG BARU | STC - Wakil Bupati Aceh Tamiang, Drs Iskandar Zulkarnain MAP menegaskan, Pemkab sudah membentuk tim terpadu untuk merespon tuntutan masyarakat empat desa, yaitu Desa Tengku Tinggi, Paya Rehat, Tanjung Lipat dan Desa Seuneubok Aceh, yang meminta agar 144 hektare lahan yang telah masuk HGU PT Rapala dibagikan untuk masyarakat.
Untuk itu masyarakat dari empat desa itu juga telaj 18 hari menduduki areal perkebunan tersebut.Minggu (25/5) Iskandar Zulkarnain mengaku sangat respek terhadap tuntutan masyarakat tersebut.
Bahkan Iskandar berjanji Senin (26/5) akan turun ke lokasi untuk menjumpai masyarakat empat desa tersebut.
Sedangkan tim yang telah dibentuk itu kata Iskandar, terdir dari unsur BPN, Kepolisian, Kodim 0104 Atim, DPRK Tamiang, Kejaksaan Kualasimpang, Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Kesbang Linmas serta Muspika Banda Mulia dan Bendahara.
“Tim ini akan turun ke lokasi mencari fakta fakta dan mengkaji permintaan warga tersebut,” ujarnya.
Sementara itu warga dari empat desa itu, hingga Minggu (25/6) masih menduduki areal kebun kelapa sawit milik PT Rapala tersebut.
Warga sangat mengharapkan agar Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati datang ke lokasi untuk menjumpai warga.Kordinator Gerakan Aliansasi Masyarakat (Granat), OK Sanusi Minggu (25/5) mengatakan, warga bertekad tidak akan beranjak dari lokasi itu sampai ada kejelasan bahwa lahan seluas 144 hektare (Ha) dikeluarkan dari HGU PT Rapala.
Dijelaskan, OK Sanusi, permintaan warga itu punya alasan yang kuat, karena lahan itu sebelumnya milik masyarakat yang diambil paksa oleh PT Parasawita yakni perusahaan perkebunan yang menguasai HGU tersebut sebelum dijual pada PT Rapala.
Legal Hukum PT Rapala, Faisal SH kepada Serambi, Minggu (25/5) mengatakan, pihaknya perlu memberitahukan kepada warga atas masalah lahan tersebut.
Katanya, PT Rapala rugi besar ketika masyarakat melarang petugas untuk memanen sawit.Perlu kami jelaskan, sebut Faisal, secara legalitas hukum, HGU yang diterbitkan nomor 00168 dan 00169 tahun 2014 oleh BPN faktanya sudah diperpanjang dan berakhir sampai tahun 2040, dan sudah melalui proses dan prosedur undang-undang yang berlaku.
Yaitu sesuai dengan pasal 31 dan pasal 32 PP nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah Jo UU nomor 5 tahun 1960 tentang UU pokok agraria.
Selain itu, didalam proses perpanjangan HGU juga melibatkan Pemkab Aceh Tamiang dimana salah satu pejabat Pemkab Tamiang merupakan salah satu panitia B dan Pemkab sudah menandatangani risalah hasil pemeriksaan panitia B.
Dengan adanya sertifikat HGU, salah satu bukti yang kuat dimana PT Rapala sebagai pemegang hak atas tanah seluas 1108,6 Ha pada dua sertifikat. (Serambinews/md)
Foto: Ilustrasi/wikimedia.org
Untuk itu masyarakat dari empat desa itu juga telaj 18 hari menduduki areal perkebunan tersebut.Minggu (25/5) Iskandar Zulkarnain mengaku sangat respek terhadap tuntutan masyarakat tersebut.
Bahkan Iskandar berjanji Senin (26/5) akan turun ke lokasi untuk menjumpai masyarakat empat desa tersebut.
Sedangkan tim yang telah dibentuk itu kata Iskandar, terdir dari unsur BPN, Kepolisian, Kodim 0104 Atim, DPRK Tamiang, Kejaksaan Kualasimpang, Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Kesbang Linmas serta Muspika Banda Mulia dan Bendahara.
“Tim ini akan turun ke lokasi mencari fakta fakta dan mengkaji permintaan warga tersebut,” ujarnya.
Sementara itu warga dari empat desa itu, hingga Minggu (25/6) masih menduduki areal kebun kelapa sawit milik PT Rapala tersebut.
Warga sangat mengharapkan agar Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati datang ke lokasi untuk menjumpai warga.Kordinator Gerakan Aliansasi Masyarakat (Granat), OK Sanusi Minggu (25/5) mengatakan, warga bertekad tidak akan beranjak dari lokasi itu sampai ada kejelasan bahwa lahan seluas 144 hektare (Ha) dikeluarkan dari HGU PT Rapala.
Dijelaskan, OK Sanusi, permintaan warga itu punya alasan yang kuat, karena lahan itu sebelumnya milik masyarakat yang diambil paksa oleh PT Parasawita yakni perusahaan perkebunan yang menguasai HGU tersebut sebelum dijual pada PT Rapala.
Legal Hukum PT Rapala, Faisal SH kepada Serambi, Minggu (25/5) mengatakan, pihaknya perlu memberitahukan kepada warga atas masalah lahan tersebut.
Katanya, PT Rapala rugi besar ketika masyarakat melarang petugas untuk memanen sawit.Perlu kami jelaskan, sebut Faisal, secara legalitas hukum, HGU yang diterbitkan nomor 00168 dan 00169 tahun 2014 oleh BPN faktanya sudah diperpanjang dan berakhir sampai tahun 2040, dan sudah melalui proses dan prosedur undang-undang yang berlaku.
Yaitu sesuai dengan pasal 31 dan pasal 32 PP nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah Jo UU nomor 5 tahun 1960 tentang UU pokok agraria.
Selain itu, didalam proses perpanjangan HGU juga melibatkan Pemkab Aceh Tamiang dimana salah satu pejabat Pemkab Tamiang merupakan salah satu panitia B dan Pemkab sudah menandatangani risalah hasil pemeriksaan panitia B.
Dengan adanya sertifikat HGU, salah satu bukti yang kuat dimana PT Rapala sebagai pemegang hak atas tanah seluas 1108,6 Ha pada dua sertifikat. (Serambinews/md)
Foto: Ilustrasi/wikimedia.org