ACEH TAMIANG | STC - Pada kurun waktu dua bulan terakhir bencana kekeringan melanda wilayah Kabupaten Aceh Tamiang bahkan wilayah yang te...
ACEH TAMIANG | STC - Pada kurun waktu dua bulan terakhir bencana kekeringan melanda wilayah Kabupaten Aceh Tamiang bahkan wilayah yang terdampak meluas.
Selain sumur-sumur warga dan telaga yang menjadi kantong-kantong penyimpan air, lahan pertanian serta alur-alur sungai juga ikut mengering.
"Di Kecamatan Tamiang Hulu dan Bandar Pusaka, kekeringan sudah berlangsung selama dua bulan terakhir," kata Sekretaris BPBD Aceh Tamiang Alfiansyah SE Selasa (6/5) di ruang kerjanya.
Untuk Kecamatan Tamiang Hulu, rinci Alfiansyah, sedikitnya tiga desa yang mengalami krisis air bersih yakni Desa Bandar Setia, Harum Sari dan Wonosari.
Sedangkan di Kecamatan Bandar Pusaka, terjadi Desa Jambo Rambong."Ini kekeringan yang terparah dalam kurun 10 tahun terakhir," ucapnya.Sebanyak 18.000 sampai 20.000 liter air dikirimkan BPBD Aceh Tamiang untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah itu.
Tidak tanggung-tanggung, sebanyak enam unit mobil tanki dan satu mobil serbaguna diterjunkan setiap hari mengirim air bersih untuk kebutuhan MCK masyarakat kawasan hulu.
Di sisi lain, tugas anggota BPBD masih banyak yang harus diselesaikan dan turut menjadi prioritas. "BPBD tidak mungkin melakukan suplai air dalam jangka panjang, mengingat bisa terhambat pekerjaan lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih pemerintah daerah harus ikut andil memberikan peran serta guna menanggulangi dampak kekeringan yang sudah berlarut-larut ini," ujar Alfiansyah.
Diharapkan PDAM bisa membangun jaringan air bersih khususnya ke Kecamatan Tamiang Hulu dan Bandar Pusaka.
Dikatakan Alfian lagi, pihak PT Pertamina EP Field Rantau pernah coba membangun sumur bor di kawasan hulu, yakni di Desa Jambo Rambong dan Bandar Setia, tapi upaya itu gagal disebabkan di kedalaman sekitar 130 meter operator tidak menemukan air.
Kekeringan juga meluas hingga ke Kecamatan Kejuruan Muda. Baru-baru ini pihak BPBD telah menerima laporan masyarakat Desa Tanjung Genteng yang memohon bantuan air akibat dampak kemarau panjang dari bulan Maret silam.
"Surat permohonan kami terima hari Jumat, tapi sampai hari ini belum kami penuhi permintaan tersebut karena keterbatasan armada mobil tanki.
Sebagian mobil tanki kami pinjam dari Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan," ujar Alfiansyah yang didampingi stafnya Mahfud.
Sementara itu, fenomena kekeringan juga melanda sejumlah desa di Kecamatan Manyak Payed. Seperti di Desa Bukit Panjang 1, Seunebok Baro dan Seunebok Punti, ratusan hektare lahan sawah dipaksa kering karena dalam waktu lama tidak turun hujan.
Akibatnya, petani di wilayah itu ada yang menunda fase tanam bahkan sampai enggan turun ke sawah sama sekali. Pasalnya, sawah-sawah yang sudah digarap tidak mendapat pasokan air.
Ini dikarenakan parit yang menjadi andalan sumber air pun ikut kering kerontang. Sementara lahan sawah yang sempat diolah jadi terbengkalai.
"Mayoritas petani menunggu turun hujan baru menggarap sawahnya kembali," kata salah seorang petani Desa Bukit Panjang, Samsul Bahri, Selasa (6/5).
Ketua Kelompok Tani (Koptan) Karya Keluarga Mandiri ini menambahkan, sumur pancang yang dibangun Distanak Aceh Tamiang pun tidak dapat diandalkan.
Sudah saatnya dinas terkait menambah jumlah sumur pancang agar tercukupi pasokan air yang dibutuhkan.
"Di pesawahan Bukit Panjang ada dua titik sumur pancang, tapi sumber air yang dihasilkan minim, tidak mencukupi," ucap Samsul.Lain halnya di Desa Seunebok Punti, dampak kemarau membuat ratusan hektare sawah total kering. Bahkan jaringan irigasi yang tersedia pun tampak kering.
Ironisnya, petani desa ini belum ada terlihat turun ke sawah untuk menggarap, padahal musim panen sudah berlalu dua bulan.
Pantauan wartawan, selain tanah retak-retak, petakan sawah-sawah petani daerah itu kini ditumbuhi rerumputan dan ilalang.
Padahal Seunebok Punti menjadi salah satu penyumbang gabah terbesar di Kabupaten Aceh Tamiang.Azmi, warga sekitar menyebutkan, seharusnya petani sudah mulai turun ke sawah dari awal bulan April lalu.
"Kemungkinan terburuk musim panen serentak akan molor, sebab para petani hanya bergantung dengan air hujan," ujar Azmi yang kala dijumpai sedang memotong rumput di areal pesawahan, untuk pakan ternak.
Sebelumnya kekeringan juga dirasakan warga sekitar Kecamatan Seruway. Warga terpaksa menggunakan air payau dari parit-parit.
Menurut warga, air tersebut kadang ada dan kadang tidak ada, tergantung pasang besar air laut.Ditemui terpisah, Direktur LembAHtari Sayed Zainal M SH menyinggung, kekeringan yang terjadi di sejumlah tempat selain faktor cuaca juga disebabkan alih fungsi lahan yang terjadi besar-besaran.
Selain kebun milik perusahaan, tanah-tanah warga juga sudah banyak ditanami pohon kelapa sawit."Padahal semua tahu kebutuhan air untuk kelapa sawit sangat boros.
Sehingga rasapan-resapan air yang tersedia tidak jarang ikut tersedot. Selainitu, pohon ini tidak mampu menyimpan kandungan air dalam jangka waktu lama," katanya. (Medanbisnis/ck05)
Foto: Ilustrasi/harianjogja.com
Selain sumur-sumur warga dan telaga yang menjadi kantong-kantong penyimpan air, lahan pertanian serta alur-alur sungai juga ikut mengering.
"Di Kecamatan Tamiang Hulu dan Bandar Pusaka, kekeringan sudah berlangsung selama dua bulan terakhir," kata Sekretaris BPBD Aceh Tamiang Alfiansyah SE Selasa (6/5) di ruang kerjanya.
Untuk Kecamatan Tamiang Hulu, rinci Alfiansyah, sedikitnya tiga desa yang mengalami krisis air bersih yakni Desa Bandar Setia, Harum Sari dan Wonosari.
Sedangkan di Kecamatan Bandar Pusaka, terjadi Desa Jambo Rambong."Ini kekeringan yang terparah dalam kurun 10 tahun terakhir," ucapnya.Sebanyak 18.000 sampai 20.000 liter air dikirimkan BPBD Aceh Tamiang untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah itu.
Tidak tanggung-tanggung, sebanyak enam unit mobil tanki dan satu mobil serbaguna diterjunkan setiap hari mengirim air bersih untuk kebutuhan MCK masyarakat kawasan hulu.
Di sisi lain, tugas anggota BPBD masih banyak yang harus diselesaikan dan turut menjadi prioritas. "BPBD tidak mungkin melakukan suplai air dalam jangka panjang, mengingat bisa terhambat pekerjaan lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih pemerintah daerah harus ikut andil memberikan peran serta guna menanggulangi dampak kekeringan yang sudah berlarut-larut ini," ujar Alfiansyah.
Diharapkan PDAM bisa membangun jaringan air bersih khususnya ke Kecamatan Tamiang Hulu dan Bandar Pusaka.
Dikatakan Alfian lagi, pihak PT Pertamina EP Field Rantau pernah coba membangun sumur bor di kawasan hulu, yakni di Desa Jambo Rambong dan Bandar Setia, tapi upaya itu gagal disebabkan di kedalaman sekitar 130 meter operator tidak menemukan air.
Kekeringan juga meluas hingga ke Kecamatan Kejuruan Muda. Baru-baru ini pihak BPBD telah menerima laporan masyarakat Desa Tanjung Genteng yang memohon bantuan air akibat dampak kemarau panjang dari bulan Maret silam.
"Surat permohonan kami terima hari Jumat, tapi sampai hari ini belum kami penuhi permintaan tersebut karena keterbatasan armada mobil tanki.
Sebagian mobil tanki kami pinjam dari Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan," ujar Alfiansyah yang didampingi stafnya Mahfud.
Sementara itu, fenomena kekeringan juga melanda sejumlah desa di Kecamatan Manyak Payed. Seperti di Desa Bukit Panjang 1, Seunebok Baro dan Seunebok Punti, ratusan hektare lahan sawah dipaksa kering karena dalam waktu lama tidak turun hujan.
Akibatnya, petani di wilayah itu ada yang menunda fase tanam bahkan sampai enggan turun ke sawah sama sekali. Pasalnya, sawah-sawah yang sudah digarap tidak mendapat pasokan air.
Ini dikarenakan parit yang menjadi andalan sumber air pun ikut kering kerontang. Sementara lahan sawah yang sempat diolah jadi terbengkalai.
"Mayoritas petani menunggu turun hujan baru menggarap sawahnya kembali," kata salah seorang petani Desa Bukit Panjang, Samsul Bahri, Selasa (6/5).
Ketua Kelompok Tani (Koptan) Karya Keluarga Mandiri ini menambahkan, sumur pancang yang dibangun Distanak Aceh Tamiang pun tidak dapat diandalkan.
Sudah saatnya dinas terkait menambah jumlah sumur pancang agar tercukupi pasokan air yang dibutuhkan.
"Di pesawahan Bukit Panjang ada dua titik sumur pancang, tapi sumber air yang dihasilkan minim, tidak mencukupi," ucap Samsul.Lain halnya di Desa Seunebok Punti, dampak kemarau membuat ratusan hektare sawah total kering. Bahkan jaringan irigasi yang tersedia pun tampak kering.
Ironisnya, petani desa ini belum ada terlihat turun ke sawah untuk menggarap, padahal musim panen sudah berlalu dua bulan.
Pantauan wartawan, selain tanah retak-retak, petakan sawah-sawah petani daerah itu kini ditumbuhi rerumputan dan ilalang.
Padahal Seunebok Punti menjadi salah satu penyumbang gabah terbesar di Kabupaten Aceh Tamiang.Azmi, warga sekitar menyebutkan, seharusnya petani sudah mulai turun ke sawah dari awal bulan April lalu.
"Kemungkinan terburuk musim panen serentak akan molor, sebab para petani hanya bergantung dengan air hujan," ujar Azmi yang kala dijumpai sedang memotong rumput di areal pesawahan, untuk pakan ternak.
Sebelumnya kekeringan juga dirasakan warga sekitar Kecamatan Seruway. Warga terpaksa menggunakan air payau dari parit-parit.
Menurut warga, air tersebut kadang ada dan kadang tidak ada, tergantung pasang besar air laut.Ditemui terpisah, Direktur LembAHtari Sayed Zainal M SH menyinggung, kekeringan yang terjadi di sejumlah tempat selain faktor cuaca juga disebabkan alih fungsi lahan yang terjadi besar-besaran.
Selain kebun milik perusahaan, tanah-tanah warga juga sudah banyak ditanami pohon kelapa sawit."Padahal semua tahu kebutuhan air untuk kelapa sawit sangat boros.
Sehingga rasapan-resapan air yang tersedia tidak jarang ikut tersedot. Selainitu, pohon ini tidak mampu menyimpan kandungan air dalam jangka waktu lama," katanya. (Medanbisnis/ck05)
Foto: Ilustrasi/harianjogja.com