ACEH TAMIANG | STC - Ratusan warga dari empat desa, yaitu Desa Paya Rehat, Seuneubok Aceh, Tanjong Lipat dan Desa Tengku Tinggi, Kecamata...
Masyarakat yang terdiri dari pria dan wanita serta anak-anak itu menuntut kepada PT Parasawita yang telah menjual lahannya yang diambil dari lahan masyarakat itu dikembalikan kepada mereka.
Ironisnya, lahan itu pula telah dijual PT Parasawita kepada PT Rapala, dan kini pihak Badan Pertanahan Negara (BPN) Aceh telah memperpanjang izin HGU untuk PT Rapala pada 22 April 2014 sampai 36 tahun kedepan (30 Desember 2040).
Padahal HGU berakhir pada 30 Desember 2015 mendatang. Ratusan warga itu datang ke lokasi itu sejak pagi Kamis (8/5) menggunakan truk serta sepeda motor.
Warga berkumpul di lokasi tanah garapan Tengku Tinggi dua titik, dan Desa Paya Rehat satu titik. Dengan membawa parang warga berkumpul dan duduk di bawah tenda yang dipasang secara bergotong royong oleh warga.
Sementara kaum ibu dan anak-anak juga hadir dalam aksi tersebut mereka juga membawa nasi untuk makan siang. Aksi tersebut mendapat pengawalan ketat aparat polisi Polres Aceh Tamiang.
Menurut Zainuddin, seorang pengunjuk rasa, lahan yang digarap warga puluhan tahun lalu itu diambil paksa oleh perusahaan dengan disertai intimidasi. Malah menurut Zainuddin, dalam pengalihan hak milik itu juga sempat terjadi kekerasan terhadap warga.
Alangkah terkejutnya warga, saat perwakilan warga menanyakan ke BPN pada Selasa (6/5) lalu ternyata HGU PT Parasawita sudah dikeluarkan beralih nama menjadi PT Rapala dengan dua HGU, masing-masing HGU nomor 168/2014 seluas 1.069,3 Ha, dan HGU nomor 169/2014 seluas 39,3 Ha.
Keduanya HGU tersebut terbit 22 April 2014 dan berakhir 30 Desember 2040. Kepala BPN Aceh Tamiang, Budi Yazid kepada Serambi Rabu (7/5), mengakui HGU PT Rapala sudah keluar.
Mengenai rekomendasi pemerintah daerah dalam perpanjangan HGU PT Rapala, menurut Budi merupakan kewenangan Kanwil BPN Aceh.
Pihaknya, tambah Budi, hanya sebatas meneruskan berkas permohonan saja. Sedangkan untuk menyelesaikan sengketa lahan itu, telah dibentuk tim B BPN Aceh tahun 2013, terdiri dari Asisten pemerintah Setdakab Aceh Tamiang Rianto Waris, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh, BPN Aceh Tamiang dan BPN Aceh.
Budi mengaku tidak mengetahui ada protes warga yang meminta lahan 144 Ha di empat desa tersebut dikeluarkan dari HGU karena tidak pernah dilaporkan oleh anak buahnya yang masuk dalam panitia tim B.
Sementara Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, baru menyurati Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN-RI) pada tanggal 5 Mei 2014 setelah HGU diperpanjang BPN Aceh.
Dalam surat itu Hamdan Sati meminta BPN mengeluarkan lahan untuk kepentingan fasilitas umum dan sosial masyarakat seluas 144 Ha di empat desa, Paya Rehat, Kecamatan Banda Mulia, Desa Senebok Aceh, Desa Tanjong Lipat dan Desa Tuku Tinggi, Kecamatan Bendahara. (Serambinews/md)