HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Transparancy Laporkan Indikasi Korupsi ke Kejari Kualasimpang

INDRA | STC ACEH TAMIANG | Terkait dugaan korupsi proyek ganti rugi tanah yang diperuntukkan bagi relokasi permukiman korban banjir di ...

INDRA | STC

ACEH TAMIANG | Terkait dugaan korupsi proyek ganti rugi tanah yang diperuntukkan bagi relokasi permukiman korban banjir di Desa Blang Kandis dan Desa Alur Jambu, Kecamatan Bandar Pusaka pada tahun 2010, dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kualasimpang oleh Ketua Transparancy Aceh. 

Laporan tersebut diterima Kajari Kualasimpang Amir Syarifuddin, Selasa (1/4).Ketua Transparancy Aceh Kamal Ruzamal SE Rabu (2/4) mengatakan, pada ganti rugi tanaman kelapa sawit sebanyak 2.200 batang kepada PT Desa Jaya senilai Rp 880 juta oleh Pemkab Aceh Tamiang, tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.

Kamal menyatakan, lahan yang telah ditanami kelapa sawit oleh PT Desa Jaya itu merupakan tanah negara, yakni eks HGU PT Desa Jaya bernomor 24 tertanggal 24 Agustus 1962 dan telah berakhir izinnya tanggal 23 Agustus 1988. 

Berkenaan dengan itu tanaman kelapa sawit yang diganti rugi Pemkab Aceh Tamiang itu justru berada di tanah negara.Oleh karena itu, kata Kamal, PT Desa Jaya bukan lagi pemilik tanah di mana 2.200 batang kelapa sawit itu berada. 

"Untuk tanaman kelapa sawit milik PT Desa Jaya, seharusnya hanya diberikan santunan atau pesangon, bukan ganti rugi seperti yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah Pemkab Aceh Tamiang, sebab PT Desa Jaya tidak lagi mempunyai hak atas tanah tersebut," ungkap Kamal.

Lanjut Kamal, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, pada Pasal 17 ayat (2) disebutkan hapusnya HGU sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan tanah itu menjadi tanah negara. 

Dan Pasal 18 ayat (1) menyebutkan apabila HGU hapus dan tidak diperpanjang maka bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan-bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas HGU tersebut kepada negara.

Sesuai dalam laporan, ungkap Kamal, muncul dugaan kuat adanya persengkongkolan antara PT Desa Jaya dengan panitia pengadaan Pemkab Aceh Tamiang dan tim penilai harga, sehingga negara dirugikan Rp 880 juta yang dibayarkan pada item pembayaran ganti rugi tanaman (kelapa sawit) sejumlah 2.200 batang, yang pembayarannya dilakukan dua kali yakni tahun 2009 Rp 250 juta dan tahun 2010 Rp 630 juta.

"Ada keleliruan dalam tahapan prosesnya, menyangkut nilai ganti rugi, keakuratan data, selisih waktu survey dengan pernyataan datok penghulu gampong terkait. 

Waktu pembayaran yang dilakukan lebih awal dibandingkan BAP tim penilai harga ganti rugi," jelas Kamal.Kajari Kualasimpang Amir Syarifuddin saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (3/4) membenarkan menerima laporan tersebut. 

Pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu mengkaji isi laporan yang diterima. "Informasi yang diperoleh dari laporan Transparensy Aceh tersebut akan di sesuaikan lagi dengan referensi yang ada, serta data-data lainnya. 

Perlu persiapan waktu yang cukup untuk dilakukan kroscek terhadap laporan yang diterima," katanya. (***)

Foto: Ilustrasi/obrolanpolitik.com