HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Harga Getah Karet Anjlok, Cicilan Kredit Petani Aceh Tamiang Macet

TAMIANG HULU | STC - Harga getah karet yang tak kunjung normal membuat para petani mengeluh. Nilai jual yang rendah berdampak pada kesuli...

TAMIANG HULU | STC - Harga getah karet yang tak kunjung normal membuat para petani mengeluh. Nilai jual yang rendah berdampak pada kesulitan petani menanggulangi biaya sehari-hari, bahkan sejumlah petani ada yang tak sanggup lagi membayar kredit bank.

"Saat ini harga getah di level Rp 6.000/kg, harga ini merosot lebih separuh dari harga sebelumnya. Kondisi ini sudah berlangsung selama dua bulan," kata Nano (40), petani karet di Desa Wonosari, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, kemarin.

Nano mengatakan, tidak hanya kebutuhan rumah tangga yang harus ia pikirkan, tetapi biaya anak kuliah dan utang di bank juga harus ditanggilangi. 

"Saat ini keluarga saya coba memperkecil pengeluaran, karena harus menutup kredit bank," ujar bapak dua anak ini.Dia mengaku tak punya penghasilan lain selain bertani karet. 

Semenjak harga getah anjlok, penghasilanya pun ikut terganggu. Yang lebih menyedihkan, di samping harga getah karet anjlok, produksi getah kian menurun dipengaruhi musim trek.

"Dua bulan lalu rata-rata penghasilan mencapai 100 kg per minggu. Tapi kini hanya mampu keluar 60 kg," ungkap Nano. Biasanya, sambung Nano, kalau harga getah normal dalam sebulan dia bisa mengantongi pendapatan bersih Rp 6 juta.

"Harga getah dua bulan lalu tepatnya di Januari 2014 masih normal yakni Rp 14.000 sampai Rp 18.000/kh. Namun dalam dua bulan terakhir sudah tiga kali mengalami penurunan. 

Sementara bila harga diumumkan naik, lonjakannya tidak begitu menggembirakan," keluhnya.Terpuruknya harga getah karet sayangnya harus dialami petani sendirian. 

Mau tidak mau mereka harus menjual getah-getahnya ke agen dengan harga murah. Sementara pemilik modal besar bisa menyetok getah dan menjualnya ke pabrik bila harga di normal.

Sementara rekannya, Udin yang berprofesi sebagai penjual jasa pengangkut getah karet mengaku produksi getah karet yang kian menurun berdampak pada sedikitnya muatan lansir. Biasanya Udin mendapat lima sampai enam trip per minggu atau setiap musim timbang. 

Tapi kini hanya dua trip.Hal itu tentu membuatnya tidak bergaji, dan memilih berhenti sementara dari pekerjaan mengangkut getah karet.

"Saya bekerja dengan agen, upah yang saya terima disesuaikan dengan berat muatan," kata Udin.Terpisah Rudi (32), warga Desa Alue Lhok, Kecamatan Karang Baru, mengatakan tidak hanya produksi getah karet yang menurun, kelapa sawit juga tengah mengalami trek.

"Namun yang paling menderita saat ini petani karet, sudah hasilnya merosot, dibanting lagi dengan harga yang murah," kata Rudi.

Di sisi lain harga kelapa sawit tergolong mahal, saat ini berkisar Rp 1.500/kg, tapi produksinya terbatas.Sementara harga getah karet di Alue Lhok di tingkat agen rata-rata Rp 7.000/kg, jelas tidak sesuai dengan biaya produksi.

"Bila harganya segitu, untuk menutupi biaya makan saja susah, belum lagi kebutuhan lain. Harga getah terpuruk, bahkan jauh di bawah harga beras harus dikonsumsi setiap hari," katanya. (Medanbisnis/ck05)

Foto: Ilustrasi/jaringnews.com