KUALASIMPANG | STC - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Tamiang Jalaluddin SE mengatakan, pihaknya masih sa...
KUALASIMPANG | STC - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Tamiang Jalaluddin SE mengatakan, pihaknya masih sangat kekurangan sarana dan prasarana untuk menunjang kinerja terutama mobil pemadam kebakaran (damkar).
Mobil damkar yang tersedia sekarang dirasa masih sangat minim, dibanding luas kabupaten yang memiliki 12 kecamatan."Saat ini mobil damkar yang tersedia hanya tiga unit, jelas ini tidak sebanding dengan luas wilayah Aceh Tamiang yang harus dicover BPBD.
Idealnya kami memiliki delapan sampai 10 unit mobil damkar," kata Jalaluddin di ruang kerjanya, Senin (14/4).
Tapi menyangkut kebutuhan dimaksud, pihaknya sudah coba mengusulkan tambahan armada damkar dan juga pembangunan pos unit bersiaga petugas damkar yang memang sangat dibutuhkan.
Usulan itu sudah disampaikan lewat musrenbang provinsi belum lama ini, dan sudah disepakati."Saya rasa di tahun 2015 akan terealisasi satu unit mobil damkar berkapasitas 3.000 liter untuk BPBD Aceh Tamiang, dengan anggaran sekitar Rp 1,4 miliar," ujarnya.
Sejauh ini, sambung dia, pihaknya sangat terhambat bila ada insiden kebakaran yang jaraknya jauh, seperti di Kecamatan Manyak Payed dan Tamiang Hulu.
Selain kekurangan armada, mereka juga tidak memiliko pos di sana. "Rencananya kita akan bangun satu pos unit damkar di Simpang Tiga Mapoli, Kecamatan Tenggulun, untuk menjangkau wilayah-wilayah ujung dalam kabupaten ini.
Satu pos menghabiskan biaya Rp 300 juta, akan dibangun tahun 2015," tambahnya.Menurut mantan Camat Bandar Pusaka ini, mestinya di tiap-tiap kecamatan harus ada pos damkar yang selalu siaga untuk merespon informasi bila terjadi musibah kebakaran.
"Kita berpedoman dengan daerah Lhokseumawe. Di sana, setiap kecamatan disiagakan dua unit mobil damkar dan mekanismenya sudah berjalan hingga kini," katanya.
Jalaluddin mengilas balik peristiwa kebakaran di Pekan Pulo Tiga, Kecamatan Tamiang Hulu. Pada kejadian itu, satu orang tewas dan sebanyak lima ruko ludes terbakar.
"Itu akibat jarak tempuh ke objek kebaran sangat jauh. Sementara pos induk damkar berada di Kota Kualasimpang yang waktu tempuhnya bisa satu jam lebih.
Bila pos unit sudah dibangun di sana, setidaknya petugas damkar bisa bergerak cepat guna meminimalisasi dampak kerugian yang dialami masyarakat pada saat terjadi kebakaran," ujarnya.
Selain kekurangan armada mobil damkar dan keterbatasan pos damkar bantu, BPBD Aceh Tamiang juga membutuhkan rubber boat (perahu karet) dan fiber boat untuk penanganan pra dan pascabanjir.
Rubber boat yang ada saat ini sangat minim, BPBD Aceh Tamiang saat ini hanya memiliki tiga unit rubber boat berkapasitas lima orang awak, ditambah lima unit fiber boat yang sudah ditempatkan di sejumlah kecamatan dengan rincian Kecamatan Tamiang Hulu satu unit, Seruway satu unit, Bandar Pusaka satu unit dan di Kecamatan Tenggulun dua unit.
"Sedangkan bila kita mengacu pada insiden banjir bandang tahun 2006, kebutuhan peralatan sarana air jika ditambah 10 unit lagi pun belum bisa meng-cover wilayh Tamiang dari hulu hingga hilir yang begitu luas, dalam upaya evakuasi.
Kebutuhan sarana penanggulangan banjir ini sudah dibicarakan pada rapat kerja dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Jakarta, Maret lalu.Dan pada prinsipnya bupati mendukung dan menyetujui," ungkapnya.
Kabid Pemadam Kebakaran Abdul Jalil SH yang ditemui terpisah, Selasa (15/4) mengatakan mobil damkar yang bersiaga di workshop pos induk damkar Kota Kualasimpang sebanyak tiga unit, dua di antaranya berkapasitas 6.000 liter dan satu unit lagi berkapsitas 4.000 liter.
Menurut data pihak damkar yang saat ini masih bergabung pada BLH dan Kebersihan Kabupaten Aceh Tamiang, peristiwa kebakaran pada tahun ini sudah terjadi 21 kali. Minimnya armada dan tidak tersedianya pos unit bantu menjadi kendala tersendiri bagi petugas damkar.
Menurut Jalil, sejauh ini tiga unit mobil damkar yang ada di workshop selalu diterjunkan manakala terjadi kebakaran dalam lingkup kabupaten ini. Cukup tidaknya hanya ini yang dimiliki, dan jarang ada bantuan dari pihak manapun.
Dia berharap pemerintah dapat membangun pos unit damkar, idealnya dibangun pada wilayah strategis yakni di Simpang Tugu Upah dan Simpang Pulo Tiga.
"Kedua wilayah ini diperkirakan dapat memberikan efisiensi waktu petugas damkar, karena terletak di sisi timur dan barat.
Sedangkan pos induk yang ada di Kualasimpang untuk meng-cover wilayah perkotaan dan sekitarnya," demikian Jalil. (Medanbisnis/ck05)
Foto: MOBIL DAMKAR ARMADA mobil pemadam kebakaran (damkar) Kabupaten Aceh Tamiang terparkir di garasi workshop di jalan lintas Medan-Banda Aceh, kota Kualasimpang, Selasa (15/4). Kabupaten tersebut hanya memiliki satu pos induk dan tiga unit mobil damkar. (medanbisnis/ck05)
Mobil damkar yang tersedia sekarang dirasa masih sangat minim, dibanding luas kabupaten yang memiliki 12 kecamatan."Saat ini mobil damkar yang tersedia hanya tiga unit, jelas ini tidak sebanding dengan luas wilayah Aceh Tamiang yang harus dicover BPBD.
Idealnya kami memiliki delapan sampai 10 unit mobil damkar," kata Jalaluddin di ruang kerjanya, Senin (14/4).
Tapi menyangkut kebutuhan dimaksud, pihaknya sudah coba mengusulkan tambahan armada damkar dan juga pembangunan pos unit bersiaga petugas damkar yang memang sangat dibutuhkan.
Usulan itu sudah disampaikan lewat musrenbang provinsi belum lama ini, dan sudah disepakati."Saya rasa di tahun 2015 akan terealisasi satu unit mobil damkar berkapasitas 3.000 liter untuk BPBD Aceh Tamiang, dengan anggaran sekitar Rp 1,4 miliar," ujarnya.
Sejauh ini, sambung dia, pihaknya sangat terhambat bila ada insiden kebakaran yang jaraknya jauh, seperti di Kecamatan Manyak Payed dan Tamiang Hulu.
Selain kekurangan armada, mereka juga tidak memiliko pos di sana. "Rencananya kita akan bangun satu pos unit damkar di Simpang Tiga Mapoli, Kecamatan Tenggulun, untuk menjangkau wilayah-wilayah ujung dalam kabupaten ini.
Satu pos menghabiskan biaya Rp 300 juta, akan dibangun tahun 2015," tambahnya.Menurut mantan Camat Bandar Pusaka ini, mestinya di tiap-tiap kecamatan harus ada pos damkar yang selalu siaga untuk merespon informasi bila terjadi musibah kebakaran.
"Kita berpedoman dengan daerah Lhokseumawe. Di sana, setiap kecamatan disiagakan dua unit mobil damkar dan mekanismenya sudah berjalan hingga kini," katanya.
Jalaluddin mengilas balik peristiwa kebakaran di Pekan Pulo Tiga, Kecamatan Tamiang Hulu. Pada kejadian itu, satu orang tewas dan sebanyak lima ruko ludes terbakar.
"Itu akibat jarak tempuh ke objek kebaran sangat jauh. Sementara pos induk damkar berada di Kota Kualasimpang yang waktu tempuhnya bisa satu jam lebih.
Bila pos unit sudah dibangun di sana, setidaknya petugas damkar bisa bergerak cepat guna meminimalisasi dampak kerugian yang dialami masyarakat pada saat terjadi kebakaran," ujarnya.
Selain kekurangan armada mobil damkar dan keterbatasan pos damkar bantu, BPBD Aceh Tamiang juga membutuhkan rubber boat (perahu karet) dan fiber boat untuk penanganan pra dan pascabanjir.
Rubber boat yang ada saat ini sangat minim, BPBD Aceh Tamiang saat ini hanya memiliki tiga unit rubber boat berkapasitas lima orang awak, ditambah lima unit fiber boat yang sudah ditempatkan di sejumlah kecamatan dengan rincian Kecamatan Tamiang Hulu satu unit, Seruway satu unit, Bandar Pusaka satu unit dan di Kecamatan Tenggulun dua unit.
"Sedangkan bila kita mengacu pada insiden banjir bandang tahun 2006, kebutuhan peralatan sarana air jika ditambah 10 unit lagi pun belum bisa meng-cover wilayh Tamiang dari hulu hingga hilir yang begitu luas, dalam upaya evakuasi.
Kebutuhan sarana penanggulangan banjir ini sudah dibicarakan pada rapat kerja dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Jakarta, Maret lalu.Dan pada prinsipnya bupati mendukung dan menyetujui," ungkapnya.
Kabid Pemadam Kebakaran Abdul Jalil SH yang ditemui terpisah, Selasa (15/4) mengatakan mobil damkar yang bersiaga di workshop pos induk damkar Kota Kualasimpang sebanyak tiga unit, dua di antaranya berkapasitas 6.000 liter dan satu unit lagi berkapsitas 4.000 liter.
Menurut data pihak damkar yang saat ini masih bergabung pada BLH dan Kebersihan Kabupaten Aceh Tamiang, peristiwa kebakaran pada tahun ini sudah terjadi 21 kali. Minimnya armada dan tidak tersedianya pos unit bantu menjadi kendala tersendiri bagi petugas damkar.
Menurut Jalil, sejauh ini tiga unit mobil damkar yang ada di workshop selalu diterjunkan manakala terjadi kebakaran dalam lingkup kabupaten ini. Cukup tidaknya hanya ini yang dimiliki, dan jarang ada bantuan dari pihak manapun.
Dia berharap pemerintah dapat membangun pos unit damkar, idealnya dibangun pada wilayah strategis yakni di Simpang Tugu Upah dan Simpang Pulo Tiga.
"Kedua wilayah ini diperkirakan dapat memberikan efisiensi waktu petugas damkar, karena terletak di sisi timur dan barat.
Sedangkan pos induk yang ada di Kualasimpang untuk meng-cover wilayah perkotaan dan sekitarnya," demikian Jalil. (Medanbisnis/ck05)
Foto: MOBIL DAMKAR ARMADA mobil pemadam kebakaran (damkar) Kabupaten Aceh Tamiang terparkir di garasi workshop di jalan lintas Medan-Banda Aceh, kota Kualasimpang, Selasa (15/4). Kabupaten tersebut hanya memiliki satu pos induk dan tiga unit mobil damkar. (medanbisnis/ck05)