Oleh : Khairul Amri PEMILIHAN umum (pemilu) sebagai wujud kekuasaan rakyat tidak hanya dilakukan untuk memilih wakil rakyat yang akan...
Oleh : Khairul Amri
PEMILIHAN umum (pemilu) sebagai wujud kekuasaan rakyat tidak hanya dilakukan untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPRD (DPRA) dan DPRK, tetapi juga untuk memilih anggota legislatif yang akan duduk di DPR RI. Baik anggota DPRA, DPRK maupun DPR RI termasuk DPD RI, semuanya diharapkan mampu membawa perubahan daerah ini ke arah yang lebih baik. Hal ini sangat beralasan karena sejatinya keberadaan anggota legislatif tidak hanya menjadi penyuara kepentingan masyarakat, tetapi juga wujud dari perpanjangan tangan masyarakat untuk menentukan arah kebijakan daerah ini untuk lima tahun ke depan.
Banyaknya persoalan yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat di daerah ini, menuntut adanya kepedulian yang tinggi terhadap kualitas Pemilu 2014. Dalam konteks ini, kualitas pemilu tidak hanya diukur dari keberhasilan pesta demokrasi tersebut memilih orang-orang yang punya dedikasi dan komitmen yang tinggi terhadap kepentingan masyarakat, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam memilih orang yang tepat dan benar-benar memiliki kompetensi (kapasitas dan kapabilitas) dalam menjalankan amanah rakyat. Karena disadari atau tidak, pelaksanaan tugas kedewanan oleh anggota legislatif tidak cukup hanya mengandalkan dedikasi dan komitmen dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi juga menuntut adanya pengetahuan dan kompetensi yang baik sesuai dengan tuntutan tugas sebagai wakil rakyat.
Pesta demokrasi
Seiring dengan banyaknya partai peserta pemilu, maka masyarakat sebagai konstituen (orang yang akan memberikan hak suaranya) akan dihadapkan pada banyak alternatif pilihan dalam menentukan calon wakilnya. Apalagi di Aceh, pesta demokrasi ini tidak hanya diikuti oleh 12 partai nasional (parnas), tetapi juga ikut dimeriahkan oleh 3 partai lokal (parlok) yang terdiri dari Partai Aceh (PA), Partai Nasional Aceh (PNA), dan Partai Damai Aceh (PDA). Sehingga tidaklah mengherankan kalau pelaksanaan pesta demokrasi di Aceh mulai dari masa-masa kampanye seperti sekarang ini, hingga hari pelaksanaan pemungutan suara pada 9 April 2014 nanti akan lebih meriah bila dibandingkan dengan daerah lain. Selain banyaknya baliho, poster-poster dan bahkan kendaraan pribadi dan umum yang memuat foto para caleg, bertaburnya bendera partai di seluruh pelosok negeri ini menjadi bukti nyata kemeriahan pesta demokrasi ini.
Banyaknya parpol peserta pemilu di daerah ini, dan ramainya calon anggota legislatif yang ambisi untuk diantarkan ke kursi empuk DPR/DPRK atau pun DPR RI, membuat intensitas persaingan para caleg semakin tinggi. Kondisi ini menyadarkan mereka tentang pentingnya upaya pendekatan persuasif kepada masyarakat sebagai calon pemilih. Berbagai upaya mereka lakukan untuk meyakinkan masyarakat agar mau memilih mereka pada saat pemungutan suara. Satu jurus pamungkas yang selama ini sering digunakan oleh para caleg adalah janji-janji tentang kesejahteraan rakyat ketika mereka telah terpilih nanti. Walaupun sebagian janji yang mereka sampaikan belum tentu mampu mereka tepati, tetapi setidaknya masyarakat sangat berharap agar kesejahteraan dan taraf hidup mereka menjadi lebih baik di masa mendatang.
Mengacu pada pengalaman pemilu di masa lalu, masyarakat memiliki persepsi yang berbeda terhadap pesta demokrasi di daerah ini. Ada kelompok masyarakat yang terkesan menjadi loyalis partai tertentu sehingga skeptis dan bahkan anti terhadap partai lain. Di sisi lain, juga ada masyarakat yang “dingin” terhadap isu-isu yang berkaitan dengan caleg dan partai. Bahkan kurangnya rasa percaya sebagian anggota masyarakat terhadap partai dan para caleg tidak hanya menyebabkan rendahnya partisipasi mereka dalam pemilu, tetapi juga memiliki potensi semakin banyaknya kelompok golput di daerah ini.
Masa depan Aceh, lima tahun ke depan, sangat ditentukan oleh kualitas Pemilu 2014 ini. Melalui Pemilu, masyarakat akan menentukan wakil-wakil mereka yakni para legislator (anggota DPRA/DPRK) yang akan sangat menentukan kemajuan provinsi ini di masa yang akan datang. Adalah suatu hal yang mustahil akan ada perubahan daerah ini ke arah yang lebih baik, kalau calon legislatif yang terpilih tidak memastikan keberpihakannya pada kepentingan masyarakat. Suatu hal tidak mungkin terjadi, jalannya fungsi legislatif terutama fungsi anggaran dan pengawasan ketika calon legislatif yang terpilih adalah orang-orang yang tidak memiliki kompetensi dan kapasitas sebagai legislator.
Perlu dipertimbangkan
Menurut penulis setidaknya ada dua hal yang perlu dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menentukan pilihan terhadap seorang caleg: Pertama, apakah caleg tersebut diyakini dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat setelah kita semua mengantarkan mereka pada kursi empuk yang sekarang diperebutkan oleh puluhan, bahkan ratusan caleg? Kita pasti menginginkan adanya kepastian bahwa caleg yang kita pilih adalah mereka yang benar-benar mampu memperjuangkan kepentingan kita, yakni kehidupan yang lebih baik dari kondisi hari ini. Pada saat kampanye hampir semua caleg memberikan janji dan harapan yang lebih baik bagi masyarakat dan daerah ini seandainya mereka terpilih. Hal ini tidak terlepas dari keinginan mereka untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat. Namun mengacu pada pengalaman-pengalaman masa lalu, terkadang sebagian dari janji yang mereka sampaikan tidak logis dan tak masuk akal. Akibatnya, ketika terpilih, mereka tidak mampu menepati dan mewujudkannya, sehingga muncul mosi tidak percaya, unjuk rasa yang terkadang berujung pada kekerasan fisik.
Kedua, seandainya seseorang caleg sudah sah menjadi wakil kita di legeslatif (DPRA/DPRK), apakah kita yakin orang tersebut memiliki kemampuan atau kompetensi yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat? Siapa pun caleg yang terpilih dan dinobatkan menjadi wakil rakyat, kita tentu menginginkan mereka ini adalah orang-orang yang tidak hanya memiliki integritas, tetapi juga punya kapasitas, kapabalitas dan kompetensi yang sesuai dengan tuntutan tugas mereka sebagai anggota legislatif. Tugas legislatif pada dasarnya bukanlah tugas yang mudah. Sesuai dengan fungsinya, para anggota legislatif tidak hanya menjalankan fungsi legislasi dan penganggaran, tetapi juga menjalankan fungsi pengawasan yang tujuannya untuk mengawal jalannya pemerintahan daerah ini. Sehingga ditangan mereka terletak masa depan dan warna kehidupan kita untuk lima tahun ke depan. Hal ini bermakna, ketika caleg yang kita pilih bukanlah orang-orang yang mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik, sama artinya dengan memberikan kepercayaan kepada orang yang bukan ahlinya.
Kiranya pertimbangan terhadap kedua hal tersebut sama pentingnya ketika kita benar-benar tidak ingin kecewa dengan pilihan yang kita buat. Suatu hal yang perlu menjadi renungan, ketika keputusan mendukung dan memilih caleg tertentu hanya didasarkan pada sosok seseorang dengan segala janji manis yang ia sampaikan selama masa kampanye, maka hasilnya juga tidak akan lebih dari sosok dan harapan. Apalagi pada saat sekarang ini, umumnya para caleg “tidak seindah warna aslinya”, mulai dari tampilan fisik dalam bentuk foto yang ditampilkan pada baliho, spanduk atau pun poster misalnya, hingga sejuta janji dan harapan yang jika dikaitkan dengan kompetensi yang mereka miliki sangat sulit kiranya untuk bisa mereka wujudkan. Sebaiknya masyarakat selektif dalam menentukan dukungan dan pilihan, mudah-mudahan kita menemukan keputusan yang tepat demi masa depan Aceh yang lebih baik. Semoga!
* Khairul Amri, SE, M.Si, Staf Lembaga Penelitian dan Pengkajian Manajemen Ekonomi Keuangan dan Perbankan (LPPM-EKUBANK). Email: amriconsulting@gmail.com
Sumber : Serambi Indonesa