HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Anggaran Daerah : Pentingnya Simulasi Kebijakan Ekonomi

Oleh :    Khairul Amri, SE, M.Si Setelah melalui kerja keras pembahasan anggaran, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meny...


Oleh :    Khairul Amri, SE, M.Si

Setelah melalui kerja keras pembahasan anggaran, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyetujui dan mensahkan Rancangan Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) tahun anggaran 2014 menjadi APBA. Kita patut mengapresiasi kinerja semua pihak yang terlibat aktif dalam proses penyusunan, perancangan hingga pengesahan anggaran tersebut. Selain dapat dilaksanakan secara tepat waktu, jumlah APBA tahun 2014 juga meningkat menjadi sebesar Rp 13,368 triliun, jauh lebih besar bila dibandingkan dengan APBA tahun 2013 sebesar Rp 12,298 triliun. Mengacu pada APBA tersebut, jumlah pendapatan daerah tahun 2014 sebesar Rp 11,164 triliun. Kekurangannya (defisit anggaran) sebesar Rp 2,203 triliun akan dibiayai dengan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) Tahun 2013.

Terjadinya peningkatan APBA tahun 2014 diharapkan dapat mempercepat upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh. Apalagi hingga saat ini angka kemiskinan masih mencapai 19 persen dari total jumlah penduduk Aceh. Melalui implementasi APBA, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan, untuk bisa menurunkan angka kemiskinan Aceh menjadi 17 persen pada akhir tahun depan, pemerintah akan terus meningkatkan infrastruktur dasar pedesaan dan potensi ekonomi baru di pedesaan. Selain itu, pemberdayaan ekonomi rakyat dari berbagai bidang program dan kegiatan, juga akan ditingkatkan.

Kita pasti memiliki harapan besar agar seluruh program yang telah ditetapkan Pemerintah Aceh guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di daerah ini segera terwujud. Karena itu, kemampuan pemerintah dalam menentukan optimalisasi pengalokasian anggaran berdasarkan program-program kegiatan yang telah direncanakan, dan peningkatan efektifitas penggunaan anggaran menjadi penting. Namun mengacu pada pengalaman tahun 2013, pemerintah dihadapkan pada beberapa kendala dalam merealisasikan APBA. Akibatnya daya serap anggaran hingga pengujung tahun berjalan hanya sekitar 56,70 persen dari total anggaran sebesar Rp 12,298 triliun. Kondisi ini tentunya tidak hanya menggambarkan buruknya kinerja SKPA dalam merealisasikan anggaran kerja yang telah mereka susun, tetapi menjadi pengalaman terburuk dalam sejarah kemampuan realiasi anggaran daerah di provinsi ini.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dapat dimaknai sebagai instrumen kebijakan fiskal daerah yang diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap perekonomian di Provinsi Aceh. Secara umum APBA tentunya menjabarkan rencana kerja dan kebijakan Pemerintah Aceh dalam menyelenggarakan pemerintahan, mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki, mendistribusikan pendapatan daerah melalui intervensi kebijakan dengan tujuan dapat meningkatkan akselerasi kinerja pembangunan ekonomi. Sejatinya, strategi kebijakan keuangan daerah senantiasa diarahkan untuk melanjutkan dan memantapkan langkah-langkah konsolidasi fiskal daerah guna mewujudkan APBA yang sehat serta ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dengan tetap memberikan stimulus fiskal dalam batas-batas kemampuan keuangan daerah.

Kondisi APBA yang sehat dan berkelanjutan merupakan jangkar pengaman bagi kinerja ekonomi Aceh. Apalagi perkembangan kegiatan ekonomi di Provinsi Aceh sangat tergantung dari pengeluaran pemerintah. Kemampuan pemerintah dalam merealisasikan anggaran daerah akan dapat berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat. Ditambah lagi dengan persoalan pengangguran, kemiskinan dan persoalan-persoalan lainnya yang menuntut perlunya strategi pengalokasian dana APBA untuk mengatasi semua persoalan tersebut.

Pentingnya peran APBA dalam perekonomian Aceh mengisyaratkan perlunya kepedulian terhadap optimalisasi, efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran, khususnya komponen belanja. Hal ini penting mengingat komponen belanja APBA merupakan penterjemahan dari rencana kerja pemerintah pada setiap tahun anggaran. Rencana kerja tersebut tentunya memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai sejalan dengan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Ada kalanya, pemerintah dihadapkan pada situasi dinamis dari indikator-indikator sosial dan makro ekonomi yang ada. Sehingga memerlukan adanya alternatif pilihan tujuan alokasi belanja beserta besaran alokasinya untuk mencapai tujuan penggunaan anggaran secara efektif dan efisien.

Dalam konteks pengalokasian belanja pemerintah dengan tujuan mempercepat pembangunan ekonomi, harus disadari bahwa pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah penduduk, penyediaan kesempatan kerja, distribusi pendapatan, tingkat output yang dihasilkan, pengurangan tingkat kemiskinan, penerimaan pajak dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya itu, dalam pembangunan ekonomi, hubungan dan keterkaitan antar sektor-sektor perekonomian akan selalu terjadi. Setiap sektor perekonomian saling mempengaruhi dan saling ketergantungan satu dengan yang lain. Hal ini memungkinkan dilakukannya simulasi kebijakan.

Pentingnya simulasi kebijakan sebagai dasar pengambilan keputusan terkait dengan pembangunan ekonomi yang dioperasionalkan melalui APBA, dapat memberikan jalan terbaik bagi efektifitas dan optimalisasi penggunaan anggaran daerah. Dengan adanya simulasi kebijakan, akan dapat diketahui tingkat sensitivitas suatu sektor terhadap sektor lain. Apalagi seluruh sektor dalam perekonomian saling terkait satu sama lain, sehingga dapat diidentifikasi elastisitas (sensitivitas perubahan suatu sektor terhadap perubahan sektor lain) dalam seluruh sektor perekonomian. Simulasi kebijakan dapat dimulai dengan menentukan basis simulasi. Basis simulasi dimaksud di antaranya adalah program yang menjadi prioritas utama pemerintah dalam setiap tahun anggaran. Apakah program dimaksud berupa pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja atau program lainnya yang secara rasional dan didasarkan pada kajian empiris sudah diyakini dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah ini.

Kesalahan kebijakan dalam pengalokasian anggaran daerah dapat disebabkan oleh kurangnya penggunaan analisis dampak ekonomi dalam proses evaluasi pembangunan. Oleh itu adalah suatu hal yang sangat penting bahwa kebijakan anggaran senantiasa didasarkan analisis tentang dampak keterkaitan antar sektor-sektor perekonomian dalam perencanaan pembangunan ekonomi, bahkan bukan hanya sembilan sektor perekonomian utama yang diperhatikan melainkan sektor-sektor perekonomian yang lebih rinci. Hal ini sangat beralasan karena kesalahan kebijakan ekonomi mengindikasikan kurang digunakannya analisis dampak ekonomi secara komprehensif dari setiap kebijakan yang diambil.

Pentingnya Simulasi Kebijakan

Dalam kebijakan ekonomi daerah yang tergambar dari pengalokasian dana APBA pada berbagai sektor ekonomi, seyogianya didasarkan pada analisis yang mampu mengukur dampak ekonomi secara cermat, baik dampak ekonomi pada periode tahun anggaran, maupun dampak ekonomi pada masa yang akan datang (setelah periode tahun anggaran). Hal ini secara implisit mengisyaratkan perlunya simulasi kebijakan ekonomi untuk mengalisis dampak perekonomian dari setiap alternatif atau skenario kebijakan yang akan ditetapkan.

Guna menganalisis dampak perekonomian, melihat hubungan dan keterkaitan antar sektor-sektor perekonomian daerah dapat didasarkan pada Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Pada akhirnya simulasi kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu terkait dengan variabel-variabel ekonomi yang diduga menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan program yang telah ditetapkan. Mudah-mudahan pengalokasian anggaran APBA 2014 terutama pada komponen belanja, lebih efektif, lebih optimal dan lebih efisien serta dapat mendukung percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di provinsi tercinta ini.

Penulis adalah Mantan Direktur Akademi Sekretari Manajemen (ASM) Nusantara Banda Aceh, Sekarang Staf Lembaga Penelitian dan Pengkajian Manajemen Ekonomi Keuangan dan Perbankan (LPPM-EKUBANK) Banda Aceh.

Foto : Khairul Amri, SE, M.Si (atjehpress.com)