YOGYAKARTA | STC - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hifdzil Alim curiga ada indikasi balas den...
YOGYAKARTA | STC - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada
(UGM), Hifdzil Alim curiga ada indikasi balas dendam dari anggota dewan
di Komisi III DPR RI, yang partainya didera badai kasus korupsi, ketika
membahas Revisi KUHP dan KUHAP. Menurut dia anggota dewan tampak sengaja
meloloskan pasal-pasal yang melemahkan kewenangan penegak hukum, mulai
KPK, jaksa hingga polisi, dalam menangani kasus korupsi.
"Dari
500-an pasal, sebagian ada yang bagus, tapi yang berkaitan dengan
pemberantasan korupsi tidak," kata dia di Sekretariat PUKAT UGM pada
Jumat, 21 Februari 2014.
Hifdzil
mencontohkan pasal yang berkaitan dengan penerapan prinsip restorative
justice, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perlindungan hak anak
merupakan sebagian yang bagus. Namun, di pasal mengenai penyelidikan,
penahanan tersangka, penyitaan bukti, penyadapan hingga pemberian
hukuman dari Mahkamah Agung mengarah pada pelemahan pemberantasan
korupsi. "Pemberantasan korupsi mau sampai ke puncak, dikerek lagi,"
kata dia.
Menurut
dia problem di sebagian pasal RUU KUHP dan KUHAP juga bukan masalah KPK
saja. Jaksa, polisi, dan hakim juga bakal menerima efek berat apabila
kedua revisi undang-undang itu disahkan. Misalnya, ada pasal tentang
penahanan tersangka maksimal hanya lima hari, penghapusan penyelidikan
hingga putusan mahkamah tidak bisa melebihi hukuman pengadilan di
bawahnya.
Peneliti PUKAT lainnya, Zainur Rohman berpendapat
publik telah kecolongan selama ini. Menurut dia sejumlah kelemahan di
Revisi KUHP dan KUHAP muncul karena proses pembahasannya tidak dibuka
lebar ke publik. "Pembahasannya selama ini senyap," kata dia.
Selain
ada kesan minus pelibatan publik secara luas, Zainur juga menuding
anggota Dewan ingin kejar tayang dalam membahas Revisi KUHP dan KUHAP.
Situasi ini menurut dia memudahkan penumpang liar menunggangi revisi
KUHP dan KUHAP yang semestinya menjadi momentum perbaikan sistem
penegakan hukum di Indonesia. "Asas transparansi dan partisipatif tidak
diterapkan di proses legislasi dua revisi undang-undang itu," kata dia. (Addi Mawahibun Idhom/Tempo)
Foto : Petugas KPK memasukkan sejumlah barang bukti kedalam kardus usai
menggeledah rumah dinas Airin Rachmi di Alam Sutera, Tangerang, (27/1).
TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat