HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

PWI dan MPI Tanggapi Mutasi Pemkab Atam

Lentera 24.com | KARANG BARU   - Penyegaran organisasi atau mutasi pejabat yang dilakukan Pemkab Atam (aceh tamiang) Jum’at (7/2/2014) b...

Lentera24.com | KARANG BARU  - Penyegaran organisasi atau mutasi pejabat yang dilakukan Pemkab Atam (aceh tamiang) Jum’at (7/2/2014) beberapa hari yang lalu kurang ‘menyegarkan’ bagi sebagian kalangan. Latar belakang disiplin ilmu untuk posisi jabatan tertentu menjadi poin penilaian.

Pemerhati pemerintahan Drs M. Nurdin Hamid saat diminta tanggapannya oleh STC, Minggu (9/2/2014), mengatakan rolling pada dasarnya bagian pengembangan karir  bagi PNS. "Sebenarnya pendekatan profesionalitas yang ditonjolkan," sebut pria yang akrab disapa Ayah Nurdin. Dalam rolling Pemkab itu, katanya, ada mekanisme yang kurang tepat. Penempatan yang tidak berdasarkan disiplin ilmu, misalnya.

"Akhirnya pejabat yang ditempatkan yang tidak sesuai dengan disiplin ilmunya. Akibatnya membutuhkan waktu untuk menguasai tugas dan fungsi (Tupoksi) di SKPK (satuan kerja perangkat kabupaten) tempatnya bertugas," ujar Ayah Nurdin yang juga Ketua BW-PWI (balai wartawan- persatuan wartawan indonesia) Kabupaten Aceh Tamiang.

Hal lain juga yang bakal jadi masalah adalah, tidak akan terjadi sinergi antara staf dan pimpinan hingga membuat pekerjaan tidak maksimal. "Akan ada ‘miss understanding’ dalam menjalankan tugas. Akhirnya kepentingan publik yang dikorbankan," ujarnya.

Dalam rolling 19 pejabat eselon II dan 52 eselon III, itu ada beberapa pejabat yang disiplin ilmunya kurang sesuai dengan jabatannya. Antara lain Abdul Hadi yang bergelar sarjana hukum dipercayakan sebagai kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, juga Syamsul Rizal berlatar pendidikan sarjana agama ditempatkan di Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan.

Namun mantan Kepala SMA TU (tengku umar) yang kini juga masih aktif sebagai sekretaris PWRI (persatuan wredatama republik indonesia) itu, menyatakan segi teknis bukan syarat utama untuk penempatan pejabat pada posisi eselon II. Menurutnya, pada level eselon II, yang dibutuhkan adalah manajerial skill dan leadership (kepemimpinan). Sehingga, bukan masalah jika penempatan pejabat pada satu posisi yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

“Pada tingkat eselon II ini, butuh manajerial dan leadership. Secara teknis dia sudah menguasai, dan saat ditempatkan di satu posisi, ada pertimbangan bahwa dia sudah pasti bisa,” ujarnya. Diingatkan lagi, tujuan rolling pejabat adalah karena kebutuhan organisasi, optimalisasi kinerja, dan pembinaan pola karir.

Bagaimana dengan eselon III yang secara teknis harus menguasai lingkup kerjanya? Kata Ayah Nurdin, khusus eselon III, bukan kategori posisi yang sangat teknis. “Eselon III bukan teknis sekali, meskipun dalam rolling tidak mengesampingkan kompetensi teknis. Kalaupun ditempatkan di posisi yang tidak sesuai latar belakang pendidikan, itu sudah melalui pertimbangan matang kepada bupati, dan sudah dikaji terlebih dahulu. Pertimbangan lain karena eselon III sudah pada level middle manager, yang butuh setengah kompetensi leadership, dan technical skill. Namun kompetensi normatifnya sudah memenuhi persyaratan, seperti kediklatan, pangkat, dan golongan,” imbuhnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Ketua MPI (masyarakat pancasila indonesia) DPK Aceh Tamiang, Zulherman, dalam sebuah periode pemerintahan rolling biasa dilakukan. Rolling jabatan ini dilakukan dalam rangka penyegaran organisasi. “Diharapkan orang baru yang kemudian memimpin organisasi tersebut dapat membawa perubahan internal, dibandingkan dengan sebelumnya,” ujar Zulherman yang akrab disapa Young Chik.

Lanjutnya, rolling juga dilakukan dalam rangka promosi jabatan. “Dimana ada seseorang yang dinilai cakap dan memiliki prestasi serta layak, maka dipromosikan memimpin sebuah SKPK,” ujarnya. “Rolling juga dilakukan untuk menggantikan pejabat sebelumnya yang sudah masuk usia pensiun,” sambungnya.

Namun di balik itu semua, menurut Young Chik, kompetensi seorang pejabat yang kemudian ingin diusulkan untuk memimpin sebuah organisasi SKPK harus betul-betul diperhatikan. “Harus ada kajian komprehensif tentang kompetensi pejabat-pejabat yang ingin di tempatkan pada sebuah jabatan baru. Selain itu, dari segi kepangkatan juga perlu diperhatikan apakah sudah layak atau belum,” tuturnya.

Kompetensi sangat penting, kata Young Chik, karena jika seorang pejabat yang memiliki kompetensi di bawah rata-rata maka akan berdampak pada produktivitas dan kinerja organisasi. “Kalau tidak memiliki kompetensi di bidang yang ditempatkan, maka kinerja organisasinya akan kurang baik. Pejabat mesti belajar, adaptasi yang lama dengan lingkungan dan membutuhkan pengembangan, sehingga kinerja organisasi berjalan lamban,” papar pria pegiat anti korupsi ini. “Penguasaan pekerjaan di bidang yang telah diberikan mandat untuk memimpinnya juga sangat perlu,” sambungnya.

Dia menambahkan, selain kompetensi ada juga yang perlu diperhatikan yaitu karakteristik. “Meskipun dia seorang ahli, namun tidak memiliki karakteristik sebagai leader maka organisasi yang dipimpinnya tidak akan berkembang. Maka dibutuhkan juga orang-orang yang kreatif dan inisiatif untuk jabatan itu,” jelasnya.

Selain uji kompetensi, kata Young Chik, seorang pejabat yang ingin diberi mandat memimpin sebuah organisasi SKPK, maka perlu juga dilakukan presentasi tentang apa yang ingin dilakukan jika kemudian dia dipercayakan untuk memimpin sebuah dinas. “Dengan jaminan, jika tidak berhasil melaksanakan ide dan rencana yang telah ditetapkan, maka silahkan memundurkan diri,” kuncinya. [] Rico Fahrijal/STC