Foto: Ilustrasi-google KARANG BARU | STC - Hasil pengawasan Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Aceh Tamiang, bahwa hingga a...
Foto: Ilustrasi-google |
Keenam perusahaan tersebut yaitu PKS Parasawita, PKS Bahari Dwi Kencana Lestari, PT Mopoli Raya, PT Socfindo, CV Selaxa Windu, dan PT Aceh Rubber Industri.
Kabid Standarisasi Penaatan dan Pengendalian Lingkungan BLHK Aceh Tamiang, Sayed Mahdi SP MSi Senin (11/11) mengatakan, pemerintah telah mengatur mengenai izin pembuangan air limbah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pada pasal 40 ayat 1 disebutkan, setiap usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Wali Kota.
Menurutnya, perusahaan atau industri yang tidak mempunyai izin pembuangan air limbah, artinya tidak mematuhi peraturan menteri negara lingkungan hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air maupun peraturan Bupati Aceh Tamiang nomor 14 tahun 2012 tentang persyaratan dan tata cara pemberian izin pembuangan air limbah ke sumber air.
Disebutkan juga, bahwa ke enam perusahaan juga tidak melakukan pemantauan dan analisa terhadap air limbah yang dihasilkan secara rutin minimal satu bulan sekali sebagaimana diatur dalam PP nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Perusahaan-perusahaan tersebut juga belum memiliki izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Padahal ketentuan mengenai pengelolaan limbah B3 ini diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya pasal 59 ayat 1, yang berbunyi setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
Dan setiap orang yang tidak melakukan pengelolaan limbah B3, dikenai ketentuan pidana sesuai dengan pasal 103 UU No 32 tahun 2009 dimana setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda paling sedikit Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar.
Ia mengatakan, dari hasil pengawasan dan analisa terhadap air limbah di lapangan juga diketahui masih ada perusahaan yang parameter air limbahnya melebihi baku mutu yang ditentukan pemerintah.
Selain itu, terhadap semua hasil pengawasan tersebut, BLHK Aceh Tamiang telah menyurati pihak perusahaan untuk melakukan beberapa hal diantaranya melaksanakan pengurusan izin pembuangan air limbah, mengurus izin penyimpanan sementara limbah B3, serta menyarankan agar melakukan pengelolaan air limbah secara lebih intensif lagi sehingga tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.
Dikatakan, sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor Kep-51/MENLH/10/1995, baku mutu limbah cair untuk industri minyak sawit yaitu Biological Oxygen Deman (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme sebesar 100 mg/l. Disebutkan, materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme. ( Serambinews )