HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Pengukuhan Wali Nanggroe Versus Penolakan Rakyat

Foto: Ilustrasi-Atjeh.co SYAWALUDDIN | STC KARANG BARU | Fantastis biaya pengukuhan Wali Nanggroe sebesar Rp.50 miliar di medio Desem...

Foto: Ilustrasi-Atjeh.co
SYAWALUDDIN | STC

KARANG BARU | Fantastis biaya pengukuhan Wali Nanggroe sebesar Rp.50 miliar di medio Desember mendatang terus diperdebatkan, sampai-sampai DPRA Aceh belum berani mengetuk palu pengesahan, mengingat Rp.50 miliar jika di bagiken kepada rakyat Aceh yang 2 juta jiwa, perorangnya bisa mendapat Rp.200 ribu rupiah. Pertanyaan akan muncul, apakah satu orang undangan sanggup menghabiskan uang untuk makan sebesar Rp.200 ribu?...secara logika memang tidak mungkin. 

Tapi itu fakta yang terjadi hari ini. Hingga muncul perdebatan pengukuhan wali nanggroe tersandung hujatan rakyat. Ktirikan datang dari berbagai elemen masyarakat, LSM, Tokoh Masyarakat, juga mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka. 

Pemerintah Aceh mendesak para legislatif untuk menggelontorkan dana sebesar Rp.50 miliar untuk pengukuhan seorang Malik Mahmud, sebagai wali nanggroe. Pekerja Masyarakat Transfaransi Aceh (MaTA), menegaskan; disamping fantastis, dana pengukuhan tersebut akan mengagetkan orang-orang yang berada di luar Aceh, pelantikan seorang SBY, notabenya orang nomor satu di Indonesia itu, hanya menghabiskan anggaran Rp.3 miliar lebih. 

Sudah termasuk biaya akomodasi dan transfortasi undangan luar negeri. “Silahkan saja alokasi biaya pengukuhan Wali Nanggroe, tapi yang rasional saja lah, kalau Rp.1 sampai Rp.2 miliar, itu masih mungkin. Aneh negeri Serambi Mekkah yang ber-Syari’ah Islam ini. 

Ada-ada saja, pikirkanlah masyarakat yang masih menempati di level 17 persen dalam garis kemiskanan”, tegasnya. Kritikan dan hujatan terhadap Pemerintah Aceh terus bergulir, sepertinya bak ajing menggonggong kaffilah tetap saja berlalu, hehehe…sederet pemimpin belum pernah melakukan pelantikan se fantastis ini, sungguh naif rasanya, dimana masyarakat masih mendengus miskin untuk diperhatikan. 

Koordinator GeRAK Aceh, Askalani angkat bicara, dirinya terasa gerah, sebab dana sebesar itu harusnya dialihkan saja untuk mendorong dan menyungkit percepatan perekonomian di Aceh, tapi bukan dihambur-hamburkan seperti itu. 

Hari ini sektor pertanian dan perikanan masih jauh panggang dari api, untuk dikatakan berhasil. “Kenapa tidak dilaihkan saya dan tersebut untuk memberikan subsidi silang dalam pengadaan Padi, Jagung, Kacang-kacangan, Perahu bagi nelayan, atau sektor riil lain yang menyentuh kepentingan rakyat”. Katanya. 

Menurutnya, Mendagri dan Gubernur harus mencermati ini. Pengusulan dana pengukuhan sebesar Rp.50 miliar tidak irasional. Tidak logis dalam pandangan politik, tidak logis dalam bertanan hidup orang banyak, Wali Nanggroe hanya sebuah simbol, bukan raja yang harus di hamda-hamba kan. 

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Aceh, menilai apa yang dianggarkan untuk pengukuhan tersebut sangat tidak efektif dan efisien, sehingga menjurus kepada pemborosan anggaran APBA dan adanya praktik-praktik KKN. 

“Kita tidak perlu merincikan apa yang bisa oleh Pemerintah Aceh, dengan dana Rp.50 miliar tersebut. Sebab sudah sangat nyata, apa yang masih sangat dibutuhkan hari ini untuk rakyat Aceh, yang masih belum maksimal, kok malah harus menghamburkan uang rakyat untuk kepentingan kelompok dan pribadi”, tegas Darlis Aziz, Koordinator KAMMI Aceh. 

Hafis (50) matan seorang Kombatan TNA GAM, asal Aceh Timur menyesalkan pengukuhan tersebut, dia berkaca dari dirinya sendiri, yang hari ini hanya sebagai seorang supir Travel L300 trayek Banda Aceh – Medan. 

Menurut dia, Wali Nanggroe hanya sebuah simbol adat istiadat bagi masyarakat Aceh, dia bukan Raja, bukan malaikat atau sufi, yang harus diagung-agung kan. Hal itu perbuatan yang sangat keji dalam menzalimi masyarakat Aceh secara umum. 

“Saya tegaskan, haram hukumnya mengambil uang rakyat, sebab disitu ada hak pakir miskin, yatim dan piatu, itu hak rakyat kenapa harus di hamburkan untuk kepentingan kesenangan sesaat. Sangat luar biasa ini, penzaliman yang terorganisir”, tegas Hafis. Kritikan dan hujatan terhadap Pemerintah Aceh, bak air bah yang tidak tertahankan. Peng-logikaan dilakukan, praktik cuci tangan terus berjalan demi membersihkan diri. 

Lalu siapa yang harus kita salah pengajuan dana pengukuhan tersebut. Secara umum Pemerintah Aceh-lah institusi yang paling bertanggung jawab, dalam mengajukan anggaran yang sangat mengaggetkan itu. 

Agaknya gerusan kitikan terus mengakar, seorang tokoh masyarakat Aceh; Sayed Marwan mengatakan, usulan tersebut terlalu berlebihan dan snagat melukai hati rakyat Aceh, sebab dalam penilaiannya, itu bukannya membangun bagi kesejahteraan ummat, tetapi memiskinkan rakyat Aceh yang dilegalkan. Sayed Marwah—Ulama di Abdiya—juga mementahkan pernyataan Adnan Beuransah—Ketua Komisi A DPRA—dimana dikatakan, anggaran maksimal itu diajukan bukan untuk kegiatan serimonial saja, sekaligus mengangkat harkat dan martabat masyarakat Aceh. 

“Saya sepertinya tidak bisa memahami, bagaimana bisa mengangkat harkat dan martabat masyarakat Aceh, kalau dana sebesar Rp.50 miliar dibuat untuk pengukuhan Wali Nanggroe, itu kan irasional dan terlal;u mengada-ada”, tegasnya. (***)