SYAWALUDDIN | STC KARANG BARU — Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Aceh, digerus arus permainan politik, yang sengaja dipelihara, ol...
SYAWALUDDIN | STC
KARANG BARU — Badan Pengawasan
Pemilu (Bawaslu) Aceh, digerus arus permainan politik, yang sengaja dipelihara,
oleh Bawaslu. Agaknya permainan tersebut telah berakhir dan hari ini borok
politik itu terendus.
Tersebutlah Asrul Bahri, anggota
Panwaslu Aceh Tamiang (Atam), yang terkontaminasi dengan penipuan data
kependudukan. Demi meloloskan kepentingan politik pihak-pihak tertentu, dirinya
rela menjadi bola api yang digelontorkan bawaslu Aceh.
Hari ini, permainan bola api itu
usai, setelah terbongkarnya kasus Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda yang
disematkan Asrul Bahri, tercatat sebagai DPT di TPS-17 Tegal Rejo Medan Kota
dan DPT di TPS-1 Upah, Aceh Tamiang.
Jejak itu terendus oleh STC, saat
Sukarman melayangkan surat keberatan atas diri Asrul Bahri menjadi anggota
Panwaslu Atam, dia mendesak Asrul Bahri untuk mundur dari keanggotannya sebagai
Panwaslu Atam, sebab sudah mencoreng gala pesta demokrasi di medio 2014 akan
datang.
Bawaslu Aceh agaknya tutup mata
rapat-rapat agar tidak terendus dengan peristiwa ini, celoteh demi celoteh
bertautan. “Asrul Bahri orangnya Askalani”, wah…celoteh itu tidak main-main,
sebab kepemilikan KTP ganda Asrul Bahri bukan hari ini saja, tetapi indikasinya
sudah sejak lama diketahui Bawaslu Aceh.
Bawaslu Aceh terkecoh dengan
permainan politiknya. “kalau dianggap kita kecolongan, saya terima itu,
silahkan saja, kalau itu yang mau dijadikan topik, sebab kami memiliki
keterbatasan personil”, kata Askalani Ketua Bawaslu Aceh, dalam suatu
perbincangan via seluler.
Dia menambahkan, pihaknya akan
menindaklanjuti surat pengaduan masyarakat, atas nama Sukarman tersebut kepada
Panwaslu Atam dan Medan, dalam menelusuri kebenaran hal tersebut. “mengingat
ini baru dugaan, kita perlu klarifikasi”, katanya.
Tak seharusnya Askalani
menelurusuri itu, sebab jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012, semuanya sudah diatur. Semestinya tidak
perlu berkoordinasi lagi, sebab alat buktinya sudah cukup kuat, serta bisa
dibukti kan dengan sistim online.
Apalagi dalam Konsideran
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012, tentang Pembentukan, Pemberhentian, dan
Penggantian Antar Waktu Bawaslu Prov. Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwascam,
Pengawasan Pemilihan Umum Lapangan dan Penganawasan Pemilihan Umum Luar Negeri.
Pada pasal 7 tentang Persyaratan
di Point g, i dipasal tersebut disebutkan, harus berdomisili di wilayah
provinsi yang bersangkutan untuk anggota Bawaslu Provinsi, atau di wilayah
Kabupaten/kota yang bersangkutan untuk Panwaslu Kabupaten/kota yang
dibuktikan dengan kartu tanda penduduk.
Pada poin I disebutkan; tidak
pernah menjadi partai politik atau telah mengundurkan diri dari keanggota
partai politik sekurang-kurangnya dalam jangka waktu lima tahun pada saat
mendaftara diri, sebagai anggota Panwaslu Kabupaten/kota.
Artinya, bawaslu sudah bisa
bertindak, tanpa harus berkoordinasi lagi, jika alat bukti sudah cukup kuat.
Yang dikawatirkan hari ini, bukti sudah ada, Bawaslu membiarkan saja, pastilah
masyarakat menduga ada permainan politik di tatanan ini. (***)