Foto: Ilustrasi-tempo ACEH TAMIANG | STC - Tim penyidik Polres Aceh Tamiang, menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi dal...
Foto: Ilustrasi-tempo |
Dalam kasus itu ditemukan kerugian negara Rp 706.969.692. Keempat tersangka tersebut yaitu rekanan pelaksan proyek, Direktris PT Kayu Mas Alam Indah, Farida Wedia Ningsih binti Wachyudi, pejabat PPTK proyek Ramlan ST, pembantu PPTK, Muhammad Arfan ST bin M Ralif, dan pengawas lapangan proyek Sugiharto AMD bin Misran Suryadinata.
Dan keempat tersangka tersebut mulai Minggu (8/9) telah ditahan di Mapolres Aceh Tamiang. Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Dicky Sondani SIK MH, melalui Kasat Reskrim Iptu Benny Cahyadi SH didampingi Kanit Tipikor, Ipda Ferdian Chandra Senin (9/9) mengatakan, pada tahun 2009 dilakukan proses lelang tender pada Dinas PU Aceh Tamiang dan untuk paket pekerjaan pembuatan sheet paile tebing sungai Tamiang di Kualasimpang dengan kode paket : PG/ATAM/003 salah satu paket yang di lelang untuk bidang pengairan.
Perusahaan yang menang dalam proses lelang paket proyek tersebut PT Kayu Mas Alam Indah dengan Direktrisnya Farida Wedia Ningsih. Sesuai dengan surat perjanjian kerja awal No : 600.611/4159/2009, tanggal 18 September 2009, dengan nilai kontrak Rp 3.912.000.000 tidak selesai pekerjaannya, di lapangan hanya 30 persen, selanjutnya dibuat kontrak addendum dengan nilai kontrak Rp .564.800.000.
Katanya, seolah-olah yang dikontrak tersebut selesai seratus persen sehingga tidak diklem jaminan pelaksanaan, tidak diputus kontrak dan diblack list perusahaan dan ganti kerugian.
“Pekerjaan pembuatan sheet paile tebing sungai tersebut tidak selesai dikerjakan, tetapi telah diajukan permohonan pembayaran,” ujar Kasat Reskrim Polres Aceh Tamiang.
Penarikan dilakukan 100 persen sesuai adendum kontrak sebesar Rp 1.564.800.000 oleh Farida Wedia Ningsih yang diajukan PPTK Ramlan ST. Dalam penyelidikan tim teknis dari Dinas PU Langsa diketahui pekerjaan cor dinding tebing tebal 10 Cm, volume pekerjaan pada lantai atas sesuai kontrak harus dikerjakan sebesar 358.05 M3.
Realisasi fisik di lapangan hanya sebesar 57 M3, namun dilakukan pembayaran sebesar 85, 83 M3, sehingga terjadi selisih volume pekerjaan sebesar 28, 830 M3. Selanjutnya, penyidik juga meminta tim BPKP Aceh untuk melakukan audit investigatif terhadap pekerjaan tersebut.
Dan tim menemukan adanya kerugian keuangan negara atas pembayaran termin pertama (100 persen) terhadap pekerjaan tersebut. Setelah dihitung oleh tim teknis dari BPKP Aceh diketahui, kerugian keuangan negara Rp 706.969.692. ( Serambinews )