Foto : Dok/STC SYAWALUDDIN | STC KARANG BARU | Hasil investigasi Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) selama 2 tahun, ...
Foto : Dok/STC |
SYAWALUDDIN | STC
KARANG
BARU | Hasil investigasi Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari)
selama 2 tahun, ada 10 Hak Guna Usaha (HGU) yang harus segera di Reformasi
sebab sangat bermasalah dengan keberadaan ijin administrasi dan cenderung
berkonflik dengan masyarakat.
Hal itu ditegaskan direktur eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal, MSH
kepada wartawan, Minggu, (29/9) diruang kerjanya, Karang Baru. Dia melihat, ada
indikasi gratifikasi—unsur suap—dalam
memberikan ijin HGU, tanpa mempertimbangkan aspek konflik antara perusahaan
dengan masyarakat.
“Kita sudah kumpulkan data dan fakta lapangan, kalau pemberian ijin
HGU sarat unsur gratifikasi, tanpa melakukan uji kelayakan, landscap lapangan. Namun lebih kepada
telaah dilakukan hanya dibelakang meja saja. Ini yang cenderung terciptanya
konflik, antar masyarakat dan perusahaan, sebab laporannya Asal Bapak Senang
(ABS)”. tegasnya.
Lebih lanjut, 10 HGU bermasalah dan berakhirnya masanya ijinnya
tersebut antara lain, (1). PT SURNYA MATA IE Ltd yang berlokasi di Kecamatan
Bendarahara. Luas HGU 861,5 hektar, sertifikat tanggal 08-09-1989 nomor 68, SK
HGU Nomor 8/HGU/BPN 1989 dan berakhir 31-12-2014, jenis tanaman kelapa sawit.
(2). PT PARASAWITA, luas 1.143,5 hektar. Sertifikat tanggal 22 Maret 1991,
Nomor 86. SK HGU Nomor 36/HGU/BPN/90 dan berakhir tanggal 31 Desember 2015,
jenis tanaman Kelapa Sawit.
Selanjutnya, (3). PT PARASAWITA, luas HGU 1.355,61 hektar, sertifikat
22 Maret 1991 Nomor 85. SK HGU nomor 37/HGU/BPN/90 dan berakhir 31 Desember
2015, jenis tanaman Kelapa Sawit. Berada di Kecamatan Seruway. (4). PT BETAMI,
luas HGU 8.421 hektar sertifikat 22 Maret 1991 Nomor 82, SK HGU tanggal 12
Januari 1991 nomor 2/HGU/BPN/1991 dan berakhir 31 Desember 2015 jenis tanaman
Kelapa Sawit, di Kecamatan Rantau.
(5). PT BETAMI, Luas HGU 7.446 hektar, sertifikat 22 Maret 1991, nomor
83, SK HGU tanggal 12 Januari 1991 SK HGU Nomor 2/HGU/BPN/91 dan berakhir 31
Desember 2015. Jenis tanaman Karet di Kecamatan Kejuruan Muda. (6). PT SEMADAM,
luas HGU 554,6 hektar, sertifikat HGU tanggal 30 Maret 1989 nomor 64. SK HGU
nomor 1/HGU/BPN/88 berakhir tanggal 31 Desember 2013.
(7). PT NILAM WANGI, luas HGU 978,15 sertifikat HGU tanggal 22 Maret
1991 nomor 84, SK HGU nomor 29/HGU/BPN/90 dan berakhir 31 Desember 2015. di
kecamatan Kejuruan Muda (sekarang kecamatan Tenggulun) jenis tanaman kelapa
sawit. (8). PT BAHARI LESTARI, Luas HGU, 61,75 hektar. sertifikat tanggal 30
September 1988 nomor 58, SK HGU 593.04/30/88 dan berakhir 30 Desember 2015.
Jenis Usaha Bidang Perikanan.
(9). PT MATANG SPENG RAYA, Luas HGU 53,44 hektar, sertifikat tanggal 3
Oktober 1988 nomor 59, SK HGU 593.04/28/88 dan berakhir 31 Desember 2013, jenis
Usaha Bidang Perikanan. (10). PT MATANG LAWANG RAYA, luas HGU 500 hektar,
sertifikat 14 Agustus 1991 nomor 87, SK HGU nomor 26/HGU/BPN/91 dan berakhir 31
Desember 2016, jenis usaha bidang perikanan.
Masih Sayed, secara detail di jelaskan; beberapa perusahaan HGU ada
yang akan berakhir di tahun 2017 – 2018 dan 2019 sedangkan selebihnya diatas
tahun 2020. Menurutnya ada perusahaan perkebunan kelapa sawit ada yang
bodong—ilegal—tanpa ijin HGU. “Pemkab Atam harus peka terhadap perusahaan
perkebunan yang sudah mau berakhir dan ilegal, ini harus segera di tertibkan.
Sudah setahun, tak satupun gebrakan yang dibuat, aneh saja ini”.
Sedang untuk Aceh Timur yang berakhir di tahun 2013 antara lain, PT PT
PATRIA KAMOE, luas HGU 4.056 hektar di Kecamatan Rantau Selamat, selanjutnya PT
WIRA PERCA luas HGU, 3.500 hektar di kecamatan Rantau Selamat.
Dari hasil investigasi LembAHtari dan data Kanwil BPN Aceh, minta
kepada Pemkab Atam khususnya, adanya keterbukaan dalam merekomendasikan
perpanjangan HGU, terutama selesaikan hak-hak rakyat yang selama ini terbaikan,
disekitar desa yang memjanfaatkan tanah sesuai Undang-Undang Pokok Agraria dan
Undang-Undang Dasar 1945.
“Jika ini dilakukan, kami berkeyakinan konflik dan sengketa lahan bisa
diselesaikan secara adil, serta masyarakat bisa berdampingan dengan pemilik
perusahaan perkebunan, disisi lain, dilakukan peninjauan ulang keberadaan,
kaitan pertanahan yang selama ini tunduk ke pusat”, jelas Sayed.
LembAHtari melihat, selama ini kerap dilakukan praktik-praktik
gratifikasi yang dilakukan Pemerintah, Pemkab Atam dalam menerbitkan ijin HGU,
walaupun mata rantainya instansi lain, juga melakukan gratifikasi dalam
merekomendasikan ijin HGU.