HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Minat Konsumen Tinggi Minus Daya Beli

Foto : antarafoto.com SYAWALUDDIN | STC KARANG BARU – Jelang sepuluh hari lagi lebaran Idul Fitri, para pedagang kaki lima ya...


Foto : antarafoto.com

SYAWALUDDIN | STC

KARANG BARU Jelang sepuluh hari lagi lebaran Idul Fitri, para pedagang kaki lima yang menjajakan pakainan kepada konsumen sepi, hal ini diakibatkan pluktuasi ekonomi nasional yang tidak menguntungkan, berdampak kepada Provinsi dan Kabupaten di Aceh.

Para pedagang pakaian mengeluh, sebab banyaknya konsumen yang datang melihat pakain dagangannya, tapi tak memiliki daya beli. Meski ramai pengunjung. “Sehari saya hanya bisa menjual 2 hingga 4 potong baju kaos dan kemeja saja”, ujar Safri pagi tadi kepada STC di pusat perbelanjaan kota Kualasimpang.

Menurutnya dampak ekonomi nasional yang tidak menentu, turut mempengaruhi daya beli masyarakat di Aceh, khususnya di Aceh Tamiang (Atam), seperti kasus Bank Century, Freeport dan kasus korupsi Daging Impor, yang sedang ngetrend saat ini.

Nilai tukar Dollar Amerika yang terus menguat di level Rp.10.000,- per satu dollar US$ sangat berdampak kepada besaran angka imflasi di Aceh, khususnya Atam. Sehingga sangat mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap harga barang yang di pasarkan para pedagang.

Pengakuan Safri, 4 potong pakaian yang laku terjual, hanya mendatangkan keuntungan bersih Rp.30 ribu hingga Rp.45 ribu saja. “saya kira keuntungan sebesar itu, tidak mencukupi untuk menutupi biaya operasional kami, sebagai pedagang kaki lima”, katanya.

Kisaran pluktuasi juga mempengaruhi kebutuhan harga kebutuhan Sembilan Bahan Pokok (Sembako), seperti harga beras merek ST, sebelum ramadan perzak nya isi 15 kilogram di jual Rp.130 ribu, setelah ramadan ini  naik menjadi Rp.145 ribu perzak nya. Mengalami kenaikan sebesar 8 persen.

Sedangkan kebutuhan lainnya, seperti minyak dan bawang mengalami kenaikan sebesar 15 persen di pasar pagi pajak Kota Kualasimpang. Bawang Bombay harga sebelumnya Rp.19 ribu perkilogram naik menjadi Rp.25 ribu perkilogramnya, sedang bawang Aceh masih bertahan di harga Rp.40 ribu perkilogramnya.

Sementara harga minya goreng juga mengalami kenaikan sebesar 5 persen saja, dari harga Rp.8.500 naik menjadi Rp.10 ribu hingga Rp.11.500,- perkilogramnya. Kenaikan harga sembako juga membuat para pedagang kuliner dan rumah makan kesulitan dalam menentukan harga perbungkus nasi.

“Semua, mengalami kenaikan. Ini membuat kami sebagai pedagang kuliner kewalahan dalam menetapkan harga per bungkus dan per porsinya, sementara masyarakat konsumen maunya jangan dinaikan, terutama para langganan saya mengeluh”, jelas Suwarni.

Keluhan para pedagang sangat beralasan, sebab membuat daya beli konsumen semakin berkurang, pedagang bisa gulung tikar, jika ini tidak segera diatasi oleh pemerintah setempat. (***)