HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tindaklanjuti Laporan LembAHtari Komnas HAM Investigasi Barak Induk

SYAWALUDDIN   |   STC SEI LEPAN - Kasus 27 Juli 2011 lalu membekas dibenak 5000 an warga korban eks konflik Aceh, yang diklai...



SYAWALUDDIN  |  STC

SEI LEPAN - Kasus 27 Juli 2011 lalu membekas dibenak 5000 an warga korban eks konflik Aceh, yang diklaim oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) merambah wilayahnya. Sedikitnya 17 orang terkena peluru nyasar muntahan senjata Polisi Kabupaten Langkat.

Dua diantaranya, terkena peluru tajam dan kritis saat itu. Sedangkan yang lainnya terkena peluru karet mengalami luka-luka ringan. Negosiasi dan Rekonsilisasi antara warga dengan pihak BBTNGL gagal dilakukan. Malah sebaliknya BBTNGL menggunakan kekuatan Polisi dan Militer untuk mengusir warga korban eks konplik Aceh.

Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) sebagai lembaga pendamping merasa terpanggil untuk melaporkan tindak kekerasan terhadap manusia tersebut ke Komnas HAM dan Amnesty International. Pada akhirnya LembAHtari membuat laporan resmi ke Komnas HAM dan Amnesty International.

Laporan setebal 250 halaman tersebut, digelandang LembAHtari ke Komnas HAM dan Amnesty, hingga Amensty Interntaional mengeluarkan resolusi terhadap tindak kekerasan civil society yang dilakukan militer Indonesia di wilayah Sumatera. Di Tujukan ke Kapolri, Gubernur, Kapolda dan Presiden.

Efeknya, pihak pemerintah dan BBTNGL menghentikan tindak kekerasan dan pengusiran terhadap warga yang mendiami pos Barak Induk di Kecamatan Sei Lepan Kabupaten Langkat. Lalu bagimana dengan Komnas HAM?...mampukah lembaga yang konsen terhadap tindak kekerasan itu melunakan BBTNGL?..kita tunggu reaksi.

Kamis, Tanggal 25 Juli 2013 lalu. Komnas HAM resmi melakukan investigasi kepada warga yang mendiami Barak Induk Kecamatan Sei Lepan, dalam tim tersebut, Imdadun Rahmad…..Wakil Ketua Komnas HAM RI dan staffnya Elly meninjau secara langsung, di dampingi Sayed Zainal, Direktur Eksekutif LembAHtari Aceh.

“Kita turun langsung ke lapangan, untuk mengumpulkan informasi tambahan, sesuai dengan apa yang dilaporkan LembAHtari ke Komnas HAM, disamping itu kita juga mencari solusi untuk mencairkan kasus berkepanjangan antara warga korban eks konflik Aceh dengan BBTNGL, hingga kasus ini tuntas”. Tegas Imdadun.

Lebih lanjut dikatakan, ada beberapa tawaran yang diajukan Komnas HAM terhadap warga, namun tawaran tersebut tidak perlu dijawab dalam pertemuan tersebut, mengingat butuh waktu untuk mengaflikasikan lagi di lapangan, sesuai atau tidak.

Komnas HAM mencoba menawarkan konsep alokasi dengan pemenuhan berbagai fasilitas, dengan asumsi. Mereka—warga korban eks konlik Aceh—tidak terlantar ditempatkan dimanapun, asal jaminan hidup mereka terjamin.

Warga yang akan di relokasi, diberikan kelonggaran untuk mengurus tanaman kerasnya, hingga tidak produktif lagi, setelah itu baru dilakukan relokasi. “Ini baru tawaran ya, bukan harus ditindak lanjuti”, katanya.

Itupun harus dilakukan studi kelayakan terlebih dahulu, sebab apa?...jika merujuk dan melihat kondisi hari ini, layaknya Barak Induk merupakan suatu peradaban baru, dengan putaran ekonomi yang terbilang tinggi. Apalagi disana Ada Masjid, Sekolah Dasar, MIN, MTs yang dibangun dengan hasil swadaya sendiri.

“Ini menjadi PR serius terhadap Pemerintah Kabupaten dan DPRD setempat, melihat ini dengan arif dan bijaksana, tanpa harus mengeyampingkan hak-hak warga sipil, yang perlu perlindungan dari semua elemen yang yang ada”. Kata Dadun.

Sejalan dengan itu; Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) menghibau BTNGL agar segera menghentikan usaha penggusuran secara paksa warga eks korban konflik Aceh di Sei Minyak kecamatan Besitang, yang di klaim BTNGL masuk dalam Kawasan Taman Nasional.

Sayed Zainal M. SH, mengingatkan; apabila BTNGL dengan menggunakan bantuan dan dukungan TNI/Polri dan unsur Pemda Langkat mencapai 1500 personil seperti yang dilakukan di medio Juli 2011 lalu akan berdampak kepada tindakan kekerasan.

Sayed mengancam; jika terjadi penggusuran paksa lagi terutama kepada perempuan dan anak, pihaknya minta Komnas Perlindungan Anak dan Komnas HAM segera melakukan tindakan hukum terhadap BBTNGL, sebab sudah melanggar hak-hak sipil.

LembAHtari mendukung upaya-upaya konservasi dan program masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan. Oleh karenanya; solusi terbaik adalah penataan ulang kawasan dan memungkinkan untuk disusulkan menjadi kawasan Areal Pengunaan Lain (APL) apabila tiga wilayah warga eks korban konflik Aceh yang diklaim masuk kawasan TNGL.

Ironisnya BTNGL beranggapan bahwa penyebab utama kerusakan kawasan Damar Hitam, Sei Minyak dan Barak Induk Resort Sekoci adalah warga eks korban konflik Aceh. padahal jauh sebelum pengungsi masuk kawasan tersebut sudah ada peruntukan ijin Hak Panguasaan Hutan (HPH) sejak tahun 1990-an.

Bahkan balakan liar—illegal logging—termasuk pendirian kilang-kilang kayu bebas melakukan aktifitasnya. Selanjutnya distribusi hasil kegiatan illegal diangkut melaljui jalur darat dan melewati kantor BTNGL Resort Sekoci.

Penggusuran paksa Desember 2006 lalu oleh BTNGL dengan aparat Kepolisian, menjadi pelajaran pemerintah. Sebab pada saat itu hak hidup, hak bertempat tinggal, hak mendapatkan pendidikan terberangus dengan penggusuran paksa tersebut.

Surat Bupati Kabupaten Langkat Nomor 465.2/368/PEM/2011 tertanggal 17 Februari 2011 lalu yang disampaikan kepada Gubernur Sumut tentang dukungan dan rencana relokasi warga eks korban konflik Aceh, perlu ditinjau ulang sebab sampai hari ini belum dicabut.

Monitoring LembAHtari di 2011 dan 2012, tidak pernah terjadi konflik horijontal dengan warga sekitarnya. Bahkan telah terjadi hubungan harmonisasi dan kekerabatan di wilayah tersebut. Disilain telah terjadi perkawinan silang, antara warga pendatang dan penduduk setempat.

Putusan Pengadilan Negeri Stabat nomor 04/PDT.G/2007/TN.STB dan putusan pengadilan tinggi Sumut harusnya menjadi acuan; sebab, baik pihak penggugat (warga eks korban konflik Aceh – petani) yang mengatasnamakan kelompok tani Perjuangan Langkat dan pihak tergugat (BTNGL dan Pemda Langkat). Bahwa; kedua putusan tersebut memutuskan kawasan yang ditempati warga eks korban konflik Aceh tidak hubungan dengan TNGL dan merupakan tanah Negara. (***)