Foto : Syawaluddin/STC SYAWALUDDIN | STC KARANG BARU – Panitia Pengadaan Tanah peruntukan Politeknik di Desa Sapta Marga Aceh T...
Foto : Syawaluddin/STC |
SYAWALUDDIN | STC
KARANG BARU – Panitia Pengadaan Tanah peruntukan Politeknik di Desa Sapta Marga Aceh Tamiang senilai Rp.33 miliar; Kangkangi Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 03 tahun 2007 dan Perpres RI Nomor 65 tahun 2000. Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.
Panitia juga telah melakukan pembohongan terhadap publik; mengingat tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang berada dalam lokasi pembelian tanah peruntukkan Politeknik di desa Sapta Marga itu.
KARANG BARU – Panitia Pengadaan Tanah peruntukan Politeknik di Desa Sapta Marga Aceh Tamiang senilai Rp.33 miliar; Kangkangi Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 03 tahun 2007 dan Perpres RI Nomor 65 tahun 2000. Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.
Panitia juga telah melakukan pembohongan terhadap publik; mengingat tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang berada dalam lokasi pembelian tanah peruntukkan Politeknik di desa Sapta Marga itu.
Seharusnya; sosialisasi dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya sanggahan terhadap tanah yang dibeli
tersebut, agar tidak terjadi tumpang tindih kepemilikan. jika ada sanggahan
oleh masyarakat, dipastikan tanah itu bermasalah.
“Saya pastikan; proses ganti rugi tanah peruntukan Politeknik seluas
22,203 hektar di Tualang Cut (Manyak Payed) senilai Rp.33 miliar Sumber Dana
Anggaran Pembangunan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2010 telah terindikasi
korupsi (kolusi dan markup), dimana tidak dilakukan sosialisasi dan harga
terlalu melambung tinggi. Ini korupsi berjama’ah, harus ditindak secara hukum.”
Tegas Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal, M.SH. kepada wartawan.
Lebih lanjut; tindakan yang dilakukan Pantia Pengadaan Tanah
peruntukkan Politeknik menyebabkan kerugian Negara puluhan miliar. Apalagi;
sebut Sayed, panitia telah mengangkangi Prepres dan SK BPN RI.
Menurutnya; Panitia Pengadaan Tanah peruntukkan Politeknik di Desa
Sapta Marga, Tualang Cut – Manyak Payed menggunakan prinsip harga tanah
rata-rata, tidak membedakan antara tanah kering dan tanah sawah, totalnya
mencapai 16 hektar lebih.
Walaupun beban pajak berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB), pada masa itu dipotong 5%. Malah sebaliknya Sayed mengklaim,
sosialisasi panitia tanah dilakukan secara tertutup. Sebab keberadaan Mukim,
Kemukiman Manyak Payed tidak dilibatkan
dalam proses ganti rugi.
“Anehnya lagi, kalaupun dibentuk tim independen—untuk menaksir
harga—seperti yang dikatakan Kabag Pemerintahan, Supriyanto. Saya pikir tak
lebih hanya untuk menutupi tindakan korupsi berjama’ah yang dilakukan oleh
panitia. Padahal tim independen tersebut saya pastikan tidak ada, catat itu.”
Tegasnya.
Panitia juga tidak mengacu kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
sedang berjalan disesuaikan dengan harga patut dan pantas. Sayed menilai;
aneh…jika harga tanah sawah satu hektarnya mencapai Rp.1,5 miliar.
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 03 tahun 2007;
seharusnya, dalam proses ganti rugi tersebut; BPN Aceh Tamiang sendiri tidak
dilibatkan didalam kepanitiaannya. Sehingga proses identifikasi dan
inventarisasi berkaitan asal usul, harga tertutup hanya para pihak, panitia
pengadaan tanah juga berperan sebagai panitia penilai harga.
Disisi lain; public harus tahu dan tidak berprasangka buruk, kalau
asal usul tanah bekas eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Nilam Wangi sejak tahun 1970
telah beralih ke pihak mana?... ke Negara atau Pribadi, sehingga peralihan dari
HGU ke hak-hak lain sesuai PP.RI Nomor 40 tahun 1996. Tentang HGU – HGB dan hak pakai atas tanah
harus sesuai pasal 16 yang mengatur tetang peralihan.