Foto : Ilustrasi (mongabay) SYAWALUDDIN | STC KARANG BARU - Polisi Resort (Polres) Aceh Tamiang (Atam) lecehkan surat Lembaga...
Foto : Ilustrasi (mongabay) |
SYAWALUDDIN | STC
KARANG BARU - Polisi Resort (Polres) Aceh
Tamiang (Atam) lecehkan surat Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) Nomor
002/P-LT/I/2013 tentang Laporan Tertulis, terhahadap Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan (Kadishutbun) Atam, Syahri SP yang telah membiarkan perusakan hutan
bakau (mangrove) dan alih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit di Tanjung
Keramat dan sekitarnya kecamatan Banda Mulia.
Laporan tertulis LembAHtari yang digelandangkan ke Polres Atam pada awal
Januari itu, sama sekali tidak di gubris, yang menjadi tanda tanya ada apa
sebenarnya?...sekian banyak laporan LembAHtari tidak pernah mendapat respon,
apalagi ditindak lanjuti untuk di lidik, apalagi sampai tingkat penyidikan.
“Kami sangat kecewa terhadap reputasi Polres Atam,
yang diharap bisa memberikan kontribusi terhadap penyelesaian berbagai kasus di
Atam, terutama menyangkut dengan Alihfungsi di wilayah pesisir dan hulu Atam,
hanya omong kosong belaka. Saya sarankan, kepada Kapolda Aceh untuk memilih
Kapolres yang memiliki nurani membangun tamiang, bukan mencari keuntungan
pribadi ataupun kelompok”, tegas Sayed Zainal, MSH kepada STC pagi tadi di
Karang Baru.
Lebih jauh dikatakan; fakta dilapangan. Kawasan
mangrove yang merupakan kawasan hutan dan kawasan lindung terus dibabat.
Dikuatirkan dengan penutupan alur-alur (paloh) serta merusak sepadan sungai
hutan bakau di Kecamatan Banda Mulia dan Bendahara Atam menjadi punah.
Dampaknya juga kepada matapencaharian masyarakat
nelayan tradisional terancam dan suatu saat banjir roob serta intrusi (rembesan) air laut semakin cepat terjadi
menjorok kedarat. Sedangkan disisi lain kegiatan pembabatan mangrove sebagai bahan
baku arang kayu bakau secara ilegal terus berlangsung.
Termasuk pembiaran distribusi arang ilegal yang
setiap malamnya melintasi perbatasan Aceh – Sumatera menuju penampungan di
Medan yang dilakukan oleh para tengkulak. Tapi pasokan arang ilegal ke pasaran
Medan tersebut berlanjut, daerah hanya menjadi penonton dan dirugikan.
Yang ironisnya, perusakan kawasan hutan di wilayah
hulu; yang merupakan hutan hujan tropis, dibeberapa titik lokasi, seperti
diwilayah Tamiang Hulu (kawasan blutan) bersebelahan dengan PT Mestika Prima
Lestari Indah (PT MPLI) terus dibabat, untuk budidaya penanaman kelapa sawit.
Termasuk yang ada di Kecamatan Sekrak yang berbatas
dengan Aceh Timur (Kemukiman Simpang Jernih), membuka lahan perkebunan secara
liar dikawasan perbukitan tanah datar (bukit enam belas) kawasan Desa Rongo,
Kampung Selamat yang berbatas dengan wilayah umbul tamiang hulu terus
dibiarkan. Karena indikasinya, yang mengerjakan oknum Polisi Polres Atam.
“Jangan karena terindikasi yang mengerjakan
oknum Polisi Polres Atam, terus tidak berani mengambil tindakan, seyogiannya,
selesaikan dahulu permasalahan hukumnya, baru boleh menguasai lahan di wilayah
itu. Sekarang saja belum selesai, malah menambah masalah, bukan menyelesaikan.
Aneh kan?...”.
Sedangkan berkaitan kasus penanaman kelapa sawit di wilayah
Umbul Kecamatan Tamiang Hulu yang berbatas dengan kecamatan Tenggulun, yang
saat ini telah menjadi wilayah perdesaan. LembAHtari menyarankan pihak
Kepolisian Resort Atam dalam menangani masalah harus sesuai dengan ketentuan
hukum dan proporsional, terutama kasus Kecik Atlas yang sudah 4 tahun.
“Inikan aneh, dikuatirkan terjadi enor in pesona (salah menetapkan orang
sebagai tersangka), sementara secara Hukum orang pihak pertama yang menguasai
dan membuka lahan sejak tahun 1992 tidak pernah diproses”. Katanya.
Untuk itu, LembAHtari meminta untuk dipertimbangkan
alih status kawasan dengan segera
mengamankan atau menghentikan daerah-daerah yang belum terbuka tutupan lahannya
dari para penjarah dibidang sumber daya alam.