HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

LembAHtari Desak Gubernur Aceh Bentuk Tim Investigasi HGU Bermasalah

Foto : Syawaluddin-STC SYAWALUDDIN  |  STC KARANG BARU    -   Sebanyak empat perusahaan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan bermasalah...

Foto : Syawaluddin-STC

SYAWALUDDIN  |  STC

KARANG BARU   -  Sebanyak empat perusahaan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan bermasalah di wilayah Hukum Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang (Atam), dilaporkan LembAHtari ke Polda Aceh dan Gubernur sesuai dengan surat LembAHtari yang disampaikan ke Gubernur Nomor 004/P-LT/VI/2013, tanggal 26 Juni 2013 lalu.

LembAHtari meminta, Gubernur Pemerintah Aceh untuk menghentikan kegiatan pembukaan lahan PT. MPLI,  di desa Kaloy Kecamatan Tamiang Hulu Atam, seluas 1.470 yang diterbitkan oleh PJ Gubernur Pemerintah Aceh, Tharmizi A Karim. Tanggal 23 April 2012 Nomor 525/BP2T/3151/2012.

“Menurut saya, terbitnya surat tersebut, memang sarat kepentingan pribadi dan kelompok, selayaknya seorang PJ Gubernur tidak menanda tangani surat yang disodorkan oleh BP2T tersebut, mengingat Tharmizi A Karim tidak pernah meninjau langsung ke lapangan, hanya menerima laporan telaah di belakang meja saja, tidak acountable itu”, tegas Sayed Zainal, direktur eksekutif LembAHtari kepada wartawan kemarin.

LembAHtari menduga, terbitnya surat Nomor 525/BP2T/3151/2012 penuh dengan rekayasa data dan fakta lapangan berupa tertanam dan belum tertanam. Sebab PT MPLI kuat indikasi membuka dan merambah di Kawasan Hutan di luar lokasi HGU 2.496,96 hektar.

Sayed menilai, Rekayasa data dan fakta dilakukan oleh tangan-tangan kotor yang ada di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Pemerintah Aceh, mereka kerap ke lapangan dan indikasi pihak perusahaan, BP2T dan Dinas Kehutanan Atam dalang dari semua permainan ini.

“Kami siap diminta untuk menjadi saksi, jika proses hukum sudah berjalan. Kalau ini tidak dihentikan segera, saya yakin, Tamiang akan menjadi bulan-bulanan air bah, akibat degradasi hutan dan alih fungsi yang dimainkan oleh tangan-tangan kotor tersebut. Terutama Syahri, Kadishutbun Atam. Ini merupakan aktor intelektual”. Kata Sayed.

Dia membeberkan kejahatan budidaya perkebunan dan perusakan lingkungan kerap di lakoni oleh orang-orang dalam itu sendiri, empat fakta perusahaan yang merambah dan bekerja di luar HGU sebenarnya dan harus segera dihentikan kegiatan pembukaan lahan PT MESTIKA PRIMA LESTARI INDAH di Desa Kaloy Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang. Diduga telah menyimpang  dan melanggara peraturan Perundang-Undangan, termasuk telah merusak hutan dan menguasai tanah negara tanpa izin diluar Hak Guna Usaha (HGU)

Menghentikan kegiatan pembukaan lahan (landclearing) PT PARASAWITA di Kawasan Pesisir (rawa-rawa dan mangrove) di Desa Tanjung Binjai di Kecamatan Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang, tanpa izin dan tidak memiliki dokumen lingkungan (UKL – UPL).

Menghentikan kegiatan pembukaan lahan PT SEMADAM di Desa Sukamakmur, Tanjung Glumpang yang menyimpang dari izin yang ada termasuk pembukaan diluar lokasi HGU.

Menghentikan dan meninjau keberadaan PT SUMBER ASIH di wilayah Paya Rambe desa Lubuk Damar kecamatan Seruway yang telah membuka dan menanam serta menguasai Kawasan Hutan Mangrove tanpa izin dan alih fungsi lahan seluas lebih kurang 250 hektar. Lokasi diluar HGU yang legal.

Lebih jauh Sayed mengatakan; Bahwa; PT. MESTIKA PRIMA LESTARI INDAH (PT. MPLI), memiliki HGU seluas lebih kurang 2.496,96 hektar di Desa Kaloy Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang (Dulu Aceh Timur) berdasarkan SK HGU Nomor 24/HGU/BPN/2007. Berakhir 28 Mai 2042. Sejak tahun 1996 (sebelum terbit HGU) hanya dengan memiliki izin lokasi dari kantor Pertanahan (BPN) Aceh Timur dan izin prinsip usaha budi daya perkebunan dari menteri Pertanian RI tahun 1995 telah melakukan pembukaan lahan (landclearing) sekaligus penanaman seluas lebih kurang 500 hektar  termasuk manfaat kayu yang ada.

Bahwa; ternyata baru mendapatkan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan RI SK.657/kpts – 11/1999 tertanggal 23 Agustus 1999, dan baru mendapatkan Peta Kadastral 18 Nopember 2000 dari Kanwil BPN Aceh (saat itu). Sedangkan dalam Izin Lokasi yang diterbitkan sebanyak 2 (dua) kali tahun 1995 dan perpanjangan 1996, dilarang perusahaan melakukan pembukaan lahan tanpa pelepasan dari Menteri Kehutanan RI.

Bahwa; selanjutnya setelah terbit HGU tahun 2007, ternyata PT MPLI sejak akhir tahun 2010 telah melakukan pembukaan lahan (landclearing) / penanaman lagi tanpa izin landclearing dari Gubernur Pemerintah Aceh. Namun Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Aceh Tamiang membiarkan secara terus menerus, termasuk telah melakukan pemindahan patok seperti patok BPN 39 – 40 dan telah merambah ke kawasan hutan. Termasuk diduga beberapa patok seperti patok BPN 28 sampai dengan 36.

Bahwa; berdasarakan pengumpulan data dan fakta lapangan, ternyata PT MPLI telah memberikan keterangan bohong (palsu) kepada Dishutbun Pemerintah Aceh (lap. SLKU tanggal 15 April tahun 2010) dan keterangan dalam dokumen UKL – UPL Agustus 2010 tentang luas lahan yang sudah ditanami atau belum ditanami (TBM – TM) bahkan pembuatan parit besar langsung dialirkan ke sungai Seba tanpa izin.

Bahwa; dapat dan patut dicurigai, PT MPLI telah menguasai tanah negara dalam Kawasan Hutan mencapai lebih kurang 600 hektar di luar HGU yang ada. Terbukti izin landclearing yang terbit baru tertanggal 23 April 2012, sedangkan pembukaan lahan telah dilakukan sebelumnya.

Bahwa; dapat dan patut dicurigai, PT MPLI dalam mendapatkan izin landclearing seluas lebih kurang 1.470 hektar, adalah hasil rekayasa administrasi, termasuk telah menebang menguasai kayu bulat hasil izin landclearing, bukti pemasangan mesin kilang pembelah (sawmill) mencapai 4 (empat) unit adalah rencana jahat untuk membabat hutan.

Bahwa; PT PARASAWITA, di desa Tanjung Binjai, Cinta Raja Kecamatan Bendahara dan Desa Gelung Kecamatan Seruway. HGU seluas lebih kurang 1.573,16 hektar SK HGU Nomor 61/HGU/BPN/2008. Sejak terbit telah melakukan penanaman pertama di desa Cinta Raja dan Gelung. Sedangkan di desa Tanjung Binjai sama sekali belum melakukan penanaman.

Bahwa; ternyata sertifikat HGU baru terbit nomor 00149 tertanggal 18 Juni 2010 dengan luas lebih kurang 677,09 hektar dan di duga pembukaan lahan (landclearing) di wilayah Desa Tanjung Binjai tidak memiliki dokumen UKL – UPL, izin landclearing Gubernur Pemerintah Aceh.

Bahwa; ternyata kawasan yang dibuka berada dalam kawasan hutan rawa-rawa pesisir dan mangrove (pohon bakau) dengan menggunakan alat berat, beko (escavator) sejak maret 2013 sampai sekarang.

Bahwa; PT SUMBER ASIH, di kawasan Paya Rambe Desa Lubuk Damar Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang dengan luas 1.312 hektar yang akan aberakhir tahun 2019, ternyata hasil pengukuran titik koordinat dan penuangan dalam peta (digitasi), indikasi kuat; telah melakukan pembukaan lahan / penanaman dalam Kawasan Hutan Mangrove (pohon bakau) mencapai seluas lebih kurang 250 hektar, tanpa izin landclearing dari Gubernur Pemerintah Aceh, dari lokasi HGU yang ada, bahkan tanpa ada pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan RI.

Bahwa; PT SEMADAM Lokasi HGU di Desa Tanjunh Glumpang dan beberapa desa lainnya seperti Sukamakmur, Sulum, Baleng Karang dan desa Tanjung Glumpang Kecamatan Karang Baru (sekarang Kecamatan Sekrak). Telah melakukan pembukaan lahan Perkebunan Kelapa Sawit di sekitar Alur Serka (sesuai koordinat sesuai dalam laporan) sejak Maret 2013 sampai sekarang, padahal izin yang dimiliki adalah untuk Pohon Karet dan Pohon Coklat (Kakao). (titik koordinat sesuai dalam laporan).

Bahwa; berdasarkan Peta Citra Satelit akhir tahun 2012, ada indikasi pembukaan lahan disekitar Alur Cempege kawasan Desa Sukamakmur kecamatan Sekrak, telah keluar dari lokasi HGU PT Semadam. (***)