Foto : STC DEWI INDRIANI | STC ACEH TAMIANG | Perwakilan Internasional dari organisasi buruh Belgia, ACV/CSC (Algemeen Chri...
Foto : STC |
DEWI INDRIANI | STC
ACEH TAMIANG | Perwakilan
Internasional dari organisasi buruh Belgia, ACV/CSC (Algemeen
Christelijk Vakverbond/Confédération des Syndicats Chrétien) yang berada di
bawah naungan International Labour Organization (ILO) Perserikatan Bangsa
Bangsa, berjanji membawa isu pemecatan ratusan pekarya (pekerja outsourching)
PT Pertamina EP Field Rantau ke dunia internasional.
Tujuannya
untuk
menekan pemerintah Indonesia agar menindak praktek outsourching yang
masih banyak dilakukan Badan Usaha Milik Negara, salah satunya
Pertamina. Hal tersebut ditegaskan Stijn Sintubin dalam konferensi pers
Jumat (31/5),
di hadapan puluhan eks pekarya PT Pertamina Field Rantau.
Ditegaskan
Sintubin, Pertamina Field Rantau sebagai perusahaan milik negara telah
melanggar hukum Indonesia dan hukum internasional dengan menjalankan kebijakan
outsourching tersebut. Pasalnya outsourcing sudah tidak boleh lagi diterapkan
semenjak Indonesia ikut meratifikasi konvensi ILO lewat Undang Undang Tenaga
Kerja tahun 2003.
"Sebagai BUMN yang sejatinya milik masyarakat, mereka harus menjadi contoh yang baik bagi perusahaan swasta dengan memperhatikan kesejahteraan pekerjanya sebagai bagian dari rakyat Indonesia," tegasnya.
Menyinggung pertemuan di Batam, Sintubin menegaskan itu bukanlah kesepakatan bersama melainkan hanya sepihak karena tidak melibatkan eks pekarya dalam perundingan itu kecuali hanya sebagai penonton. Terhadap ditahannya empat orang eks pekarya, menurutnya itu adalah efek dari kesewenangan pertamina dan pemerintah karena tidak memperhatikan mereka.
Didorong
rasa frustasi maka terjadilah amuk massa beberapa waktu lalu. Karenanya kata
Sintubin, kasus itu tidak seharusnya dipandang sebagai kasus kriminal melainkan
masalah industri. "Saya mencium aroma intimidasi," cetusnya.
Foto : STC |
Pemecatan pekarya outsourching Pertamina Field Rantau sendiri bermula dari tuntutan mereka untuk ditingkatkan statusnya sebagai karyawan tetap. Namun, permintaan itu ditolak yang berujung dengan pemberhentian sepihak dari BUMN itu.
Sidang
putusan kasus outsourching buruh Pertamina Aceh Tamiang di
Pengadilan Negeri Banda Aceh dimenangkan oleh pihak penggugat dengan
dikabulkannya gugatan oleh majelis hakim dari pekerja waktu tertentu (PKWT)
menjadi pekerja waktu tidak tidak tertentu (PKWTT) atau pekerja tetap. Namun
sampai sekarang mereka belum menerima hak nya.
Ditambahkan Mudhofir, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) meminta para eks pekarya Pertamina termasuk keluarganya untuk memiliki nafas panjang dalam perjuangannya merebut hak. Salah satunya dengan menghadiri sidang pengadilan terhadap empat eks pekarya yang ditahan. Ia juga rencananya akan berangkat ke Jenewa tanggal 10 Juni 2013 membawa isu tersebut di sidang ILO PBB.
Di Indonesia sedikitnya ada enam perusahaan BUMN yang sedang mengalamai masalah outsourching ini. Mereka adalah Pertamina, Dirgantara Indonesia, PLN, Telkom, ASDP, serta Damri.
Outsourcing
merupakan bisnis yang menggiurkan karena memberi keuntungan kepada pemasok
tenaga kerja. Upah murah masih menjadi momok bagi tenaga outsourching yang
harus diselesaikan, karena seringkali ditemui gaji yang diterima pekerja jauh
dari kelayakan.
Selain
itu tenaga kerja outsourching juga banyak yang sudah bekerja hingga
puluhan tahun, padahal sesuai ketentuan dalam jangka 2-3 tahun sudah harus
diangkat menjadi karyawan tetap. sengketa antara tenaga kerja alih daya
dengan perusahaan yang dibawa ke pengadilan hubungan industrial umumnya buruh
yang berada pada posisi yang kalah.
ACV/CSC adalah federasi serikat buruh nasional dari Belgia. Didirikan tahun 1904. memiliki 22 federasi wilayah dan 16 organisasi sektoral, anggotanya mencapai 1,7 juta buruh (hampir 16 % dari total populasi belgia). (***)