Foto : Syawaluddin-STC SYAWALUDDIN |Suara Tamiang BANDA ACEH | Sebanyak empat perusahaan perkebunan besar yang berada di wilayah ...
Foto : Syawaluddin-STC |
SYAWALUDDIN |Suara Tamiang
BANDA ACEH |
Sebanyak empat perusahaan perkebunan besar yang berada di wilayah hukum
Kabupaten Aceh Tamiang (Atam) hari ini resmi dilapor LembAHtari ke Polda Aceh,
terkait pembukaan lahan perkebunan tanda izin
landclearing, dokumen UKL-UPL dan menggarap diluar HGU yang resmi.
“Ya kita sudah laporkan empat perusahaan yang
telah melanggar dan terindikasi tindak pidana kejahatan dibidang budidaya
perkebunan dan lingkungan ke Kapolda Aceh via Kepala Bidang Tindak Pidana
Tertentu (Tipiter), Kompol Miwajir, SH. MH, Selasa 25/6 di Banda Aceh”. Tegas
Sayed Zainal Direktur Eksekutif LembAHtari kepada wartawan.
Lebih lanjut dikatakan Sayed; empat perusahaan
dimaksud, PT MESTIKA PRIMA LESTARI INDAH (PT MPLI) , PT SEUMADAM, PT SUMBER
ASIH dan PT PARASAWITA (Rapala), secara resmi diterima langsung laporannya oleh
Miwajir Kabid Tipiter Polda Pemerintah Aceh, tadi pagi sekira jam 09.30 wib di
ruang Tipiter.
Kepada wartawan Sayed membeberkan; berkas tertulis
dalam bentuk laporan dan bukti-bukti penyimpangan yang diserahkan ke Polda Aceh
adalah, PT MPLI telah melakukan dan memberikan laporan bohong kepada
Pemerintah.
Menurutnya, laporan bohong itu berupa Laporan
Tahunan atau LSKU kepada Dinas Kehutanan Aceh 15 April 2010, tentang Luas
Tanaman dan fakta lain di dokumen UKL – UPL Agustus 2010. Fakta lain; sebelum
terbit Izin Landclearing 13 April 2012, PT MPLI telah membuka lahan lebih awal
2011.
Selain itu,
membuka bentangan hutan; dengan membuat parit selebar 4 meter dengan
kedalaman 3 meter peruntukkan parit pembuangan limbah PT MPLI, tanpa dilengkapi
dengan dokumen lingkungan (UKL - UPL), sehingga penerbitan izin landclearing
(pembersihan lahan) seluas 1.470 hektarmerupakan rekayasa.
“Saya kira ini tidak bisa ditolerir, sebab merubah
bentuk bentangan hutan merupakan kejahatan lingkungan dan tindak pidana. Tidak
hanya itu pada tanggal 13 April 2012 PT MPLI telah melakukan pemindahan patok
BPN, patok 39 – 40 pada koordinat; N 04° 11’ 57.3” E 097° 49’ 23” dan N 04° 12’ 14.7” E 097° 49’ 23.3” dan beberapa patok
lainnya”, katanya.
Menurut Sayed, PT MPLI patut dicurigai menguasai
dan membuka areal perkebunan kelapa sawit, diatas tanah negara dalam Kawasan
Hutan seluas 500 hektar diluar Hak Guna Usaha (HGU) yang ada seluas lebih
kurang 2.496,96 hektar.
Selain itu, PT PARASAWITA di desa Tanjung Binjai
Kecamatan Bendahara melakukan pembukaan lahan sejak Maret 2013 sampai sekarang.
Penelusuran LembAHtari, indikasi tidak memiliki izin Landclearing dari Gubernur
Pemerintah Aceh. Tanpa dokumen UKL – UPL dan izin lingkungan.
Kata Sayed, daerah yang dibuka merupakan kawasan
rawa-rawa pesisir berupa mangrove (bakau) dan pohon nibong yang hampir punah
dan langka di koordinat; N 04° 24’ 4.4” E 097° 13’ 27.5”. anehnya lagi SK HGU Nomor
61/BPN/2008 terbit tanggal 08 September 2008 dan berakhir 07 September 2038
seluas 1.573,16 hektar, terletak di desa Cinta Raja dan Gelung Seruway, sudah
melakukan penanaman mencapai 1.000 hektar.
Tetapi, lanjut Sayed; sertifikat HGU yang terbit
ternyata hanya seluas 677,18 hektar termasuk di daerah Cinta Raja juga dan
Tanjung Binjai, sedangkan kawasan ini merupakan wilayah kawasan hutan produksi
(HP) rawa-rawa dan mangrove.
Sedangkan PT SUMBER ASIH di Paya Rambe Lubuk Damar
Kecamatan Seruway HGU Nomor 45/HGU/BPN1984, terbit 14 Okrtober 1989, berakhir
31 Desember 2019 seluas lebih kurang 1.312 hektar, sudah sejak tahun 2008
melakukan perambahan kawasan mangrove yang bersebelahan dengan sungai Air
Masen, berbatas langsung dengan Kabupaten Langkat mencapai 250 hektar dalam
Kawasan Hutan, koordinat N 04° 17’
52.5” E 098° 14’ 38” N 04° 17’ 42.3” E 098° 14’ 3”.
Lain halnya dengan PT SEMADAM di wilayah Tanjung
Glumpang Kecamatan Sekrak, dibeberapa titik terutama di wilayah Alur Cempege Desa Sukamakmur dan
sekita alur Serka Desa Tanjung Glumpang sejak awal 2013 membuka lahan sawit.
Sedang dalam izin yang diberikan kepada PT SEMADAM
bukan penanaman kelapa sawit, tetapi Coklat dan Karet. Dan berdasarkan titik
koordinat sebahagian lahan diluar HGU
Nomor 04/HGU/BPN/1992 seluas 2.304,4 hektar yang berakhir 31 Desember 2012.
Memang sejak terbit HGU 1992, beberapa
tempat belum dilakukan penanaman. (***)