HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Ketua MK: Qanun Bendera dan Lambang Aceh Tak Langgar UUD

Foto: Tempo.co JAKARTA | STC - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akhil Mochtar menegaskan qanun yang mengatur bendera dan lambang daerah A...

Foto: Tempo.co
JAKARTA | STC - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akhil Mochtar menegaskan qanun yang mengatur bendera dan lambang daerah Aceh sah menurut Undang-Undang Dasar 1945. Dia mengatakan kewenangan qanun sebagai peraturan daerah juga diakui oleh UUD. "Sebenarnya ini tidak perlu dipermasalahkan lagi," kata Akhil.

Ditemui di lantai dua gedung MK Akhil menjelaskan, Gubernur Aceh Zaini Abdullah berkonsultasi terhadap pelaksanaan Undang-Undang pemerintahan daerah Aceh yang juga memberi kewenangan kepada mereka menerbitkan qanun. Dalam konteks konstitusi, kata Akhil, memang dalam UUD negara telah mengatur dan mengakui satuan-satuan daerah yang besifat khusus. "Itu sudah ada dalam UUD," kata dia pada Selasa 30 April 2013.

Dia menegaskan UUD ini juga yang memicu lahirnya daerah khusus ibu kota, daerah istimewa dan juga daerah otonomi khusus. Undang-undang Dasar  kata dia lagi, menyebutkan bendera adalah merah putih, bahasa adalah indonesia, dan lambang negara adalah garuda. Dalam konteks kedaulatan negara itu sudah jelas. "Dalam pandangan kita itu tidak ada masalah,". kata dia

Jika kemudian muncul bendera daerah, dia melanjutkan, itu juga sudah jelas dalam konstitusi. Boleh saja karena dalam UU daerah Aceh juga disebutkan ada kewenangan kepada daerah Aceh untuk membuat lambang daerahnya. "Secara prosedural itu tak ada masalahnya," ujarnya.

Hanya saja, kata Akhil, yang menjadi masalahnya barangkali substansi di lapangannya. Ada kecemasan nantinya bendera dan lambang daerah Aceh ini akan menjadi pemicu keretakan kedaulatan negara. Menurut dia, hal substansial ini yang perlu dibicarakan secara mendalam antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Aceh. "Visinya yang harus disamakan," katanya.

Sebelumnya dari hasil pertemuan Pemerintah Pusat dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah disepakati untuk menghilangkan syarat harus dikumandangkan adzan saat menaikkan bendera. Soal bendera diganti atau tidak belum bisa ditentukan, karena persoalan qanun ini masih dalam proses pembahasan. Pemerintah pusat dan juga Pemerintah Daerah Aceh telah membentuk tim khusus untuk menyelesaikan masalah ini. (TEMPO.CO)