Foto: Ilustrasi (dakwatuna.com) Oleh : Arida Sahputra Saya mempunyai teman bernama AF, beliau adalah makelar yang mempunyai pakai...
Foto: Ilustrasi (dakwatuna.com) |
Oleh : Arida Sahputra
Saya mempunyai teman bernama AF, beliau adalah makelar yang
mempunyai pakaian yang sangat banyak. Karena beliau seorang makelar, beliau
tidak sempat untuk menyuci pakaiannya. Kami kenalnya dulu waktu kuliah diluar
negeri. Kami kenal sebegitu saja karena sama-sama asal Indonesia. Biasa, bila
merantau pasti mencari kawan seperantauan. Istilahnya kalau di Indonesia pasti
ada paguyuban sebagai wadah pertemuan antar sesama mahasiswa daerah.
Suatu hari setelah kami kembali ke tanah air. Beliau
berencana memberikan pakaiannya untuk saya cuci. Padahal saya bukan tukang
cuci. Hal itu dia rencanakan, dan menelephon sahabatnya di PT. Indoguna. Guna
meminta bajunya yang direncanakan akan dicuci oleh saya. Akhirnya beliaupun
mendapatkan pakaiannya itu. Beliaupun menuju sebuah hotel dan bertemu dengan
seorang wanita bernama Maharani. Beliaupun memberikan sedikit pakaiannya itu
kepada Maharani.
Tiba-tiba Komisi Pakaian Kering (KPK) datang menangkap
mereka berdua di hotel itu. Tidak tanggung-tangung aksi KPK juga menangkap saya
dirumah saya, saya bingung, namun karena KPK adalah lembaga yang sah oleh
Negara. Dan saya adalah orang yang taat hukum, sayapun memenuhi jemputan itu.
Tiba-tiba saja AF dan saya dipenjara, namun maharani dilepas karena tidak ada
kaitannya dengan pencucian pakaian AF kata jubir KPK.
Padahal dalam perundang-undangan Negara ini boleh ditangkap
langsung bila ketangkap tangan waktu penyerahan pakaian itu. Namun kondisinya
saya tidak tau apa-apa kok sudah ditangkap? Inilah pertanyaan saya sampai
sekarang berlarut-larut belum mendapat jawabanya. Kata juru bicara KPK dengar
saja dipersidangan nanti.
Saya harus menerima hukuman ini, katanya saya ketangkap
tangan padahal saya dijemput dirumah dan tidak sedang dengan AF juga Maharani
saat itu. Namun setelah publik mengetahui kondisi saya ini, KPK berkilah bahwa
sudah ditemukan dua barang bukti keterlibatan saya menerima pakaian AF. Kilahan
itu diutarakan oleh jubir KPK agar saya tetap dipenjara. Padahal barang buktinya
itu tidak ada sama sekali. Waktu saya dijemput dirumah memang KPK mengambil 1
kotak dari rumah saya, dan katanya KPK memiliki rekaman pembicaraan saya dengan
AF, sehingga KPK mengakui ada 2 barang bukti yang dimiliki KPK.
Namun kotak yang dibawa KPK itu ternyata kotak sepatu saya
yang baru saya beli minggu yang lalu. Dan rekaman itu ternyata hanya rekaman AF
kangen dengan saya dan mengajak saya untuk berjumpa. Rekaman itu tidak ada
kaitannya dengan pemberian pakaian AF kepada saya. Dalam kondisi seperti ini,
yaitu KPK tidak mempunyai dua bukti. KPK masih juga menahan saya dalam penjara.
Saya patuhi memang KPK, dari awal sampai sekarang masih saya patuhi walaupun
saya tidak ketangkap tangan, juga KPK tidak mempunyai 2 barang bukti.
Perampok Masuk Rumah
Saya
Namun, ternyata ada suatu kelompok mendatangi rumah saya,
tanpa Salam kelompok itu masuk dan menyuruh anak buahnya agar menyegel baju
saya yang sedang saya jemur waktu sebelum saya dipenjara dulu. Diketahui bahwa,
rumah saya itu adalah tempat yang baik, disana biasanya dijalankan rutinitas
iftar jama’i, shalat berjamaah, kajian, halaqah dan kegiatan-kegiatan syar’i
lainnya. Kebetulan sore itu dirumah saya lagi sedang iftar jama’i sehingga keluarga
saya sedang ngumpul dirumah.
Melihat tidakan kelompok tersebut gerombolan itu masuk tanpa
salam dan memperkenalkan diri, langsung mau mengangkut pakaian saya yang sedang
dijemur didepan saudara-saudara saya. Ya tentunya saudara-saudara saya gerah
melihatnya. Sehingga saudara-saudara saya itu berhasil menyelamatkan pakaian
saya yang sedang saya jemur itu dari tangan orang yang tidak beretika itu.
Sehingga kelompok itupun pulang dan tidak berhasil merampok
pakaian saya yang sedang saya jemur. Namun kelompok itu membuat pernyataan
kepada media bahwa keluarga saya menghalangi mereka untuk mengambil barang
bukti pencucian pakaian AF ke media. Ternyata yang datang kerumah saya malam
itu adalah KPK yang mau mengambil barang bukti. Lho kok KPK seperti perampok?
Datang tanpa salam, tidak ada tanda pengenal dan tidak ada surat sita lagi.
Kalau seperti ini saya tidak tau mau bilang salah siapa. Biarlah public yang
membaca tulisan saya ini yang menilai.
Namun setelah keluarga saya mengetahui bahwa yang datang
semalam itu adalah KPK yang sah, bukan KPK gadungan seperti yang sudah
ditangkap bulan yang lalu. KPK berinisiatif untuk mengambil jemuran saya itu kembali,
mau dijadikan sebagai barang bukti. Akhirnya keluarga saya menerimanya, dan
menjamunya dengan santun dan diakhiri dengan shalat berjamaah di rumah saya.
Saudara saya mengatakan kepada KPK, seandainya seperti ini dari semalam kan
lebih ahsan dan tidak perlu teriak-teriak di media. “Nih ambil jemurannya” kata
salah satu saudara saya.
KPK pun mengambil jemuran saya dan bahkan mengambil beberapa
pakaian saya dari rumah. KPK mengatakan pakaian saya itu adalah cucian AF
sehingga saya dikenakan pasal TPPU. Berita ini tidak saya ketahui dari penjara,
saya tidak ada ditanyai mengenai pakaian yang saya jemur, bahkan saya Cuma
ditanyai 2 kali selama ini. Itupun tidak ada mengenai jemuran saya.
Kesabaran yang luar biasa yang harus saya lakukan. Pasalanya
jangankan menjemur, mencuci,menerima pakaian AF, tau aja nggak baju itu mau
disuruh cuci kepada saya. Tapi apalah daya, isu ini sudah menyebar ke publik.
Bahkan berita ini pernah dimuat di Koran Times Amerika Serikat.
*Penulis adalah Staff Pengajar SMAIT Al-Fityan School Aceh, Sekretaris Umum Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia (PGSI) Wilayah Aceh, Koordinator Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia cluster Mahasiswa (MITI-M) Wilayah Aceh Sekretaris Manager KNRP Aceh.