STC - A khir -akhir ini bangsa Indonesia digemparkan dengan sebuah fenomena yang menggelitik sekaligus miris, namun menarik untuk di...
Kisahnya bermula ketika Adi Bing Slamet, yang selama ini kita kenal di dunia empiris sebagai sebagai bintang yang memiliki ‘bintang terang’ dalam dunia entertaint, mulai dari pop hingga film. Ternyata di balik semua itu, Adi juga terseret dalam ‘duni gelap’ yang penuh mistik. Ia mengakui bahwa selama bertahun-tahun dirinya terjebak oleh dunia hitam di bawah mentor seorang dukun-paranormal bernama Eyang Subur.
Sejatinya Adi hanyalah puncak dari sebuah ‘gunung es’ akan lebih banyak Adi-Adi dan Eyang-Eyang lain, karena dunia hiburan yang begitu terang benderang lagi glamor terselip mistik yang begitu kental. Buktinya: andai saja Adi tidak mempermasalahkan ‘sabda-sabda’ Eyang Subur niscaya pengikutnya tetap tumbuh subur dan terus menjebak para salebritis yang butuh jalan tol dalam mencapai ‘popularitas’ atau yang sedang ‘galau’ akibat kurang orderan atau sedang dirundung ragam masalah.
Jujur. Menarik untuk dicerna lebih dalam, betapa tidak di negara yang memiliki banyak ustad dan ulama ini, justru yang kerap muncul di layar kaca dalam mengomentari fenomena alam gaib –yang menjadi syarat untuk menjadi orang beriman—hingga pengusiran makhluk halus secara live adalah para dukun dan paranormal yang diakini memiliki kekuatan supernatural. Tidak hanya itu, para paranormal tak ketinggalan pula tampil memberi tips-tips yang jitu dalam menengahi persoalan rumah tangga selebritis yang begitu rapuh. Bahkan mereka berani meramal apa yang akan terjadi pada tahun-tahun mendatang, siap saja salebriti yang bintangnya akan redup maupun terang.
Dukun
Jika ditarik ke belakang, sebenarnya fenomena dukun ini telah ada sejak ribuan tahun silang, termasuk pada zaman Jahiliah sebelum kedatangan Islam. Dukun dalam bahasa Arab disebut kahin, dan paranormal disebut munajjim, keduanya memiliki kesamaan pekerjaan yaitu, seseorang yang mengabarkan sesuatu yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Kahin mengabarkan apa yang tersembunyi dalam kalbu dan munajjim berasal dari kata ‘najm’ yaitu bintang, jadi munajjim (paranormal) meramal nasib seseorang melalui ilmu perbintangan (astrologi-zodiak). Kadang juga disebut arraf. Yang menurut al-Baghawi rahimahullah, adalah orang yang mengaku-ngaku mengetahu urusan tertentu melaui cara-cara tertentu yang darinya ia mengaku mengatahui tempat barang yang dicuri atau hilang.
Ada pula istilah Arab raml atau rammaal yang darinya beralih menjadi ‘ramal’ dalam bahasa Indonesia yang bermakna seseorang tukang ramal yang menggaris-garis di pasir untuk meramal sesuatu. Raml akhirnya bermetamorfosis menjadi ilmu tersendiri, yang kerap meramal seseorang berdasarkan garis telapak tangan, bentuk muka, body, rambut, warna kulit, hari lahir, jodoh, nasib, hingga persoalan maut. Ada lagi tukang sihir yang juga bagian dari dukun. Inilah yang paling jahat dari semua jenis dukun di atas karena dapat mencelakai, menyiksa, bahkan menghilangkan nyawa seseorang dengan bantuan jin. Dan ini kerap terjadi karena sulit dibuktikan dengan kasat mata (empiris).
Secara umum, setidaknya terdapat tiga tipe perdukungan. Pertama, seseorang yang memiliki teman dari kalangan jin yang dapat memberi tahu kepada orang lain dari usaha mencuri-curi berita langit. Namun perkara ini telah lenyap pasca Rasulullah SAW diutus. Kedua, setan mengabarkan sesuatu yang terjadi di tempat-tempat lain yang tidak bisa diketahui secara langsung, baik dekat maupun jauh. Demikin ini tidak mustahil adanya. Ketiga, paranomal, untuk jenis ini Allah menciptakan kekuatan tertentu pada diri manusia.
Akan tetapi, kebohongan di dalamnya jauh lebih dominan. Ilmu ini termasuk di dalamnya munajjim, rammal, dan kahin. Karena istilah dukun di Indonesia tidak melulu negatif sebagaimana kita juga mengenal ‘dukun beranak’ yang selalu setia membantu ibu hamil yang hendak melahirkan. Kendati jenis dukun ini sudah mulai pupus digusur oleh para bidan dan manteri yang sudah merambah pelosok-plosok terpencil, keberadaan dukun tersebut telah memberikan kontribusi bagi ibu-ibu tempo dulu, penulis sendiri lahir berkat bantuan dukun beranak, maka dukun yang terkahir kita sebut bukan bagian dari munajjim, rammal, dan kahin.
Sebagai seorang muslim dan beriman, maka seharusnya segala bentuk gerak-gerik kita harus dilandasi dengan pondasi agama, apalagi yang jelas-jelas berhubungan dengan agama. Rasulullah telah mengajarkan kepada para sahabat dari hal-hal terkecil seperti berdoa ketika masuk WC dengan mendahulukan kaki kiri, atau masuk masjid dengan mengangkat kaki kanang lebih dulu, hingga pada hal-hal yang besar berupa akidah. Di antara virus akidah yang tidak boleh dianggap remeh adalah perdukunan yang di antara sub propesinya adalah peramal atau paranormal. Oleh sebab itu, Rasulullah telah mewanti-wanti bahwa orang yang mendatangi dukun untuk suatu hajat sudah merupakan pengabaian atas keesaan Allah SWT (tauhid). Imam adz-Dzahabi dalam kitab “Al-Kaba’ir” misalnya, menyatakan bahwa pengabaian tauhid adalah syirik, dan merupakan dosa besar serta berat hukumannya.
Sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah pernah bersabda bahwa barang siapa mendatangi dukun lalu bertanya tentang sesuatu perkara maka salatnya tidak akan diterima selama 40 hari. Hadis Muslim lainnya bahkan lebih tegas lagi, yaitu jika seorang muslim yang telah meyakini ‘sabda’ para paranormal maka telah dianggap kafir.
Solusi
Jalan keluar yang terbaik jika ditimpa kebingungan dan kegalauan serta sederet masalah lainnya adalah kembali kepada Allah, bermunajat kepada-Nya. Selain itu jangan salah memilih guru spritual yang sekaligus dijadikan mentor. Carilah yang benar-benar seorang ulama saleh, merekalah pewaris para nabi (waratsatul anbiya’), keberadaan ulama menjadi penentu keselamtan satu kaum, menjadi lentera yang menerangi kebingunan dan kegalauan masyarakat dengan ilmu yang dimilikinya.
Menurut Imam As-Syathibi rahimahullah, bagi mereka yang dilanda galau dan bingung dalam hidupnya, semestinya bertanya kepada pihak yang berkompetensi atau memiliki kapasitas seperti para ulama karena mereka akan menjawab persoalan-persoalan masyarakat berdasarkan wahyu, dan inilah ciri khas masyarakat muslim dari masa ke masa. Inilah yang dimaksud oleh firman Allah (QS. [21]:7). “Fas’alu ahl adz-dzikr inkuntum laa ta’lamun ,[Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetehui]”.
Begitu pentingnya kedudukan seorang guru, sampai-sampai Syekh Yusuf al-Makassari berkata,”Man la syaikha lahu fa asy-syaithonu syaikhukhu.” Siapa yang tak punya guru maka setanlah yang akan menjadi gurunya. Dalam Islam, guru, ustad, ulama, kiai, syaikh, adalah unsur terpenting dalam agama, sehingga harus selektif mencari guru, jangan sembarangan dan asal ‘comot’ sana-sini. Ibnu Sirrin rahimahullah berkata, “Inna hadzal al-‘ilam dinun fandzuru ‘amman ta’khuzuna dinakum!” Sungguh ilmu ini adalah agama, maka hendaklah seseorang itu tau darimana mengambil agamaanya!
Sejarah mencatat bahwa setiap masa agama terus-menerus melahirkan ulama pewaris para nabi, dari tangan mereka transmissi agama terus sambung-menyambung, merekalah manusia-manusia pilihan dan kekasih Allah. Namun sejarah juga mencatat dengan baik bahwa setiap masa manusia-manusia diabolis alias berkarakter iblis selalu muncul, tak terkecuali di zaman yang dikenal dengan era informasi ini. Kaki-tangan setan selalu ada dan eksis, sebutlah misalnya, Aliran Lia Eden yang edan, nabi palsu Musaddeq, Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dimotori oleh Ulil Abshar Abdalla, Lutfi Asy-Syaukani dan kawan-kawan, atau Jalaluddin Rakhmat dengan Ikatan Jamaah Ahlul Bait (IJABI) yang menjadi motor penggerak dan penyebar aliran Syiah yang sesat sebagaimana fatwa para ulama muktabar dan MUI pusat maupun Jawa Timur. Jalaluddin Rakhmat, selain pakar dalam memasarkan aliran sesat Syiah dengan kelihaian dan keahliannya dalam bidang informasi juga yang bersangkutan sangat jenius memanipilasi para pendapat ulama Ahlussunnah untuk disesuaikan dengan pendapatnya lalu dipasarkan ke khalayak ramai agar masyarakat berduyung-duyung menjadi pengikutnya; sesat dan menyesatkan.
Di negara kita, tidak susah menemukan orang alim (ulama) yang sesungguhnya karena telah melembaga dengan sebuah institusi yang disebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi rujukan resmi seluruh umat Islam Indonesia termasuk pemerintah, ada pula persatuan para ulama dan intelektual muda yang kerap menjadi rujukan kawula muda dari ragam profesi termasuk para salebriti, namanya Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) yang diinisiasi oleh para ustad dan intelektual muda yang memiliki paham dan pengamalan agama yang baik dan benar berdasarkan Ahlussunnah Waljamaah.
Lalu mengapa kita masih saja memilih dan percaya pada sosok yang kelihatannya alim dan dapat menjadi rujukan namun kenyataanya baca Surah Al-Fatihah saja belepotan. Adalah naif menjadikan dukun sebagai rujukan dalam beragama dan mengusir kegalauan, karena hasilnya akan sesat dan menyesatkan sebagaimana fenomana Eyang Subur. Wallau a’lam! [lppi makassar]