Foto : M Hendra Vramenia, SH M HENDRA VRAMENIA, SH | STC ACEH TAMIANG | Poktan (kelompok tani) Paya Tualang, Paya Meta dan Poktan Tun...
Foto : M Hendra Vramenia, SH |
ACEH TAMIANG | Poktan (kelompok tani) Paya Tualang, Paya Meta dan Poktan Tunas Jaya 1 Tanjung Seumantoh, Karang Baru yang merupakan poktan binaan KTNA (kontak tani nelayan andalan) Kecamatan Karang Baru melaksanakan kegiatan praktek pembuatan pakan ternak ruminansia.
Praktek tersebut diselenggarakan di Kampung Tanjung Seumantoh persisnya didepan rumah ketua poktan Tunas Jaya 1 selama tiga hari (13-15/4/2013) dengan pembimbing tenaga pengajar dari Konsultan Peternakan dan Pertanian Kabupaten Atam, Hendrik Satria.
Ketua KTNA Karang Baru Rinaldi Afrizal, S.Pd mengatakan pelaksanaan kegiatan pembuatan pakan ternak ini bertujuan untuk pemberdayaan kelompok tani dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota kelompok tani melalui peningkatan produksi daging atau mengurangi biaya petani dalam mencari pakan dan meningkatkan rasa kebersamaan sesama anggota poktan.
"Produksi pakan ternak sebanyak empat ton dapat memenuhi kebutuhan pakan sapi selama 100 hari untuk 4 ekor sapi dengan kalkulasi untuk satu hari. Untuk satu ekor sapi menghabiskan pakan ternak sebanyak 10 kilogram ditambah pakan penunjang lainnya berupa pakan hijau segar yang dapat menaikkan berat badan sapi sebanyak 0,5 ons - 1 kilo untuk setiap harinya", ujar Rinaldi.
Foto : M Hendra Vramenia, SH |
Menurutnya keunggulan dari pakan ini dapat menghemat waktu petani, mudah dalam penyajiannya, mengurangi cost (biaya) petani dalam penyediaan pakan ternak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. "Kalau petani mencari pakan hijau segar berupa rumput biasanya memakan waktu 1 jam untuk satu ekor perhari nya, sedangkan kalau menggunakan pakan ternak kita hanya butuh waktu 10 menit dalam penyajiannya saja", jelasnya.
Dalam kesempatan ini, Rinaldi juga berharap agar kegiatan seperti ini mendapat dukungan penuh dari Pemkab Aceh Tamiang dan Perusahaan yang ada di Kabupaten Atam melalui program CSR (corporate social responsbility) atau PKBL (program kemitraan bina lingkungan) dalam rangka melaksanakan program kementrian yang mengajurkan agar melaksanakan sistem peternakan terpadu dengan usaha perkebunan.
"Seperti diketahui Kabupaten Aceh Tamiang banyak terdapat kebun kelapa sawit baik kebun kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan perkebunan maupun kebun kelapa sawit yang dikelola oleh masyarakat serta memiliki beberapa PKS (pabrik kelapa sawit) yang memungkinkan dilakukan secara terpadu dengan usaha peternakan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat”, katanya.
Rinaldi mencontohkan usaha peternakan sapi yang dipadu dengan perkebunan kelapa sawit yang telah berhasil dilakukan dibeberapa daerah di Provinsi Sumut (sumatera utara), seperti di Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai dan Langkat. Masih katanya, secara teknis limbah produksi kebun sawit yang dijadikan pakan (makanan) sapi, bisa mempercepat penggemukan dan menambah berat ternak tersebut.
"Begitu pula sebaliknya dari air kencing sapi yang dipermentasi dengan kotorannya, kemudian dijadikan pupuk kelapa sawit akan menambah kesuburan tanaman tersebut. Selain itu, Bukan cuma menambah kesuburan tanaman tapi juga meningkatkan produksi buah kelapa sawit sekitar delapan belas persen serta rendemen buahnya naik mencapai lima persen", ungkapnya.
Oleh karena itu, satu liter air kencing sapi yang sudah dipermentasi dan berfungsi sebagai pupuk organik, harganya bisa mencapai Rp 11 ribu dan untuk memupuk per pohon kelapa sawit cukup dengan setengah liter. Rinaldi berharap, pola usaha peternakan terpadu sebagaimana yang sudah berhasil di Provinsi Sumut juga bisa dilakukan di Aceh Tamiang melalui program CSR atau PKBL dari perusahaan yang melakukan operasi di Aceh Tamiang. (***)