Foto: Ilustrasi-tribunnews.com SYAWALUDDIN | STC KARANG BARU | Tiga bulan berlalu sudah Kabinet Pemerintahan Aceh Tamiang (Atam) dig...
Foto: Ilustrasi-tribunnews.com |
SYAWALUDDIN | STC
KARANG BARU | Tiga bulan berlalu sudah Kabinet Pemerintahan Aceh Tamiang (Atam) digenggaman
police—kekuasaan—Hamdan Sati dan Iskandar Zulkarnain, belum menampakkan restorasi internal
terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memiliki raport nol bagi peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Atam.
Agaknya seorang Iskandar Zulkarnain notabenenya Wakil Bupati, tak mampu berbuat banyak untuk perubahan Atam, dirinya disibukkan dan berkutat pada penandatanganan surat-surat yang menyangkut dengan administrasi pemerintahan.
Bekerja dibawah tekanan memang tak mengenakkan, sebab remote kendalinya ada ditangan Hamdan Sati, sang Bupati definitive pada Pilkada lalu. Tidak memberikan tupoksi pada wakil bupatinya untuk melaksanakan tugas-tugas penyelesaian interen yang menjadi borok di tengah tataran pemerintah Atam.
Hamdan Sati memelihara bom waktu, yang sesaat bisa meledak lalu memuntahkan borok korupsi dan SKPD pemilik raport nol terhadap kontribusi PAD Atam. Haruskah bom waktu ini diledakan sendiri oleh rakyat Atam?, atau sebaliknya Hamdan Sati sendiri yang menyulut sumbunya hingga meledak.
Tiga bulan sudah berlalu, masyarakat Atam hanya bisa duduk manis menonton lakon dan scenario tayangan kebobrokan pemerintah Atam sambil mengurut dada, yang disutradarai Hamdan Sati itu bergeming, hanya berkedok menutupi borok korupsi pejabat berdasi. Ini cara lama meraup pundi rupiah.***
Akar Masalah
Maraknya indkasi ketua panitia tender proyek tahun 2013 ini tanpa mengantongi sertifikasi resmi yang dikeluarkan oleh Negara melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP)—sebagai satu syarat mutlak untuk menjadi ketua panitia tender pengadaan proyek di pemerintah kabupaten—salah satu penuyulut bom waktu di tubuh Pemkab Atam. Ini perlu dipertanyakan.
Konflik tanah adalah hal krusial yang harus segera diselesaikan, mengingat ini menyangkut langsung kepada kepentingan grasroth—masyarakat bawah—yang menyentuh akar permasalahan. Masalah ini getol di suarakan oleh Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) sebagai LSM Avokasi yang berkutat tentang masalah hulu-hilir di Atam. Kehutanan, konflik tanah, advokasi dan lingkungan.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Atam terlalu banyak bermain untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi kepentingan kelompok dan pribadi.
STC melansir, ada lahan yang di ajukan oleh Koperasi Bina Lestari (Kopibali) seluas 3.000 lebih sebagai Hutan Tanaman Rakyat (HTR), tumpang tindih oleh yang diajukan oleh dua koperasi lain.
Selanjutnya ada koperasi lain juga mengajukan permohonan HTR dengan lahan yang sama juga ditanda tangani oleh bupati Hamdan Sati. Bentuk pemicu konflik lahan dipertontonkan Hamdan Sati pada rakyatnya. Dia minim penelaah pemberian ijin dan kecolongan.
Konflik lahan Tanjung Binjai dan Tanjung Keramat antara masyarakat dengan PT Rapala yang dijual kepada PT Parasawita juga pemicu bom waktu.
Masyarkat di dua wilayah itu telah membangun kekuatan untuk melawan dan mengambil alih hak-hak mereka yang terampas. Ini konflik lama yang menjadi catatan hitam perjalanan kabupaten Atam.
PT Mestika Prima Lestari Indah (MPLI), telah melakukan pelanggaran dokumen lingkungan, penggelapan pajak Negara dengan menciutkan pemanenan sawit tidak sesuai dengan Hak Guna Usaha (HGU) yang sebenarnya. Memindah kan patok BPN hingga 100 meter, sepanjang hampir 5 kilometer.
Membelah hutan, dengan membuat alur-alur sebagai canal pembuangan air selebar 4-5 meter dengan kedalaman 3 meter. Ini tidak tercantum dalam dokumen Unit Kelola Lingkungan (UKL) dan Unit Pemantauan Lingkungan (UPL), merupakan kejahatan Negara.
Tidak hanya itu, hasil investigasi LembAHtari; luas areal yang di klaim PT MPLI tidak sesuai dengan luas yang tersebut dalam HGU, melainkan kelebihan mencapai 500 hektar.
Ijin Leanclearing tapi PT MPLI sudah melakukan penebangan tegakkan yang ada diwilayah itu, walau Ijin Pemanfatan Kayu (IPK) telah di kantongi PT MPLI. Tapi penebangan dilakukan diluar areal yang telah di klaim tersebut.
Selanjutnya PT MPLI, membangun kilang—sawmill—tanpa memiliki ijin resmi dari Pemkab Atam. Banyak kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan perusahaan perkebunan besar milik Joni Rusli. Namun Pemkab Atam tetap tutup mata. Kita tidak tahu ada apa antara Dishutbun Atam dengan Pemerintah.
Tatanan administrasi Pemkab Atam dinilai masyarakat banyak mengundang empati terhadap
kecurangan. Kasbon 2006 yang mencapai Rp. 8 miliaran lebih, hingga hari ini tak satupun yang menjadi pesakitan.
Penyelesaian jalan dua jalur, jelas-jelas milik HGU PTPN, seharusnya kan hanya pelepasan
pembebasan dari klaim HGU. Tapi ini tidak, dibayar keluar nama-nama pemiliknya. Aneh ini, HGU adapemilik personnya haha!!!…
Masyarakat Atam menanti janji reshuffle kabinet lama ke kabinet baru Hamdan Sati – Iskandar Zulkarnain, banyak SKPD yang memiliki raport nol besar. Apakah ini harus dipertahankan?...atau mereka sudah memberikan ‘lampiran’ sebagai tanda tetap dipertahankan.
Jika ini terjadi, Kabinet Hamdan Sati Cs, siap-siap bom waktu diledakan sendiri oleh masyarakat Atam, hingga percikkannya membuncah memunculkan borok-borok lama kembali menganga mengalirkan bau busuk korupsi yang telah mengakar menggerogoti Pemkab Atam. Masya Allah.***
Mereka Bicara Tentang Kabinet Hamdan Sati
Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Aceh Tamiang (HIMPERATA), Ramli menuding, Kabinet Pemerintahan Hamdan Sati – Iskandar Zulkarnain sebagai Bupati Aceh Tamiang (Atam) tidak memiliki Arah Kebijakan Umum (AKU) dalam membangun kabupaten diujung Timur Aceh itu.
Dirinya menilai Pemerintahan Kabinent Hamdan Sati Cs mandul—diam ditempat—tidak seperti dikatakan saat sebelum dirinya menjadi bupati definitif, pernyataan Hamdan Sati di media cetak; akan membawa perubahan di segala bidang sector untuk memajukan Atam secara umum.
“Saya kira, Hamdan Sati harus bisa introspeksi diri, apakah pemerintahannya sudah benar atau masih bergeming, tidak mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik, dalam membangun Atam ke depan. Saya kira omong kosong itu”. Tegasnya dalam sebuah wawancara sore ini kepada STC.
Menurut Ramli, tugas seorang bupati mampu membawa perubahan yang mendasar di tatanan sebuah pemerintahan, bukan malah diam dan terkesan hanya berpangku tangan. Lebih jauh dikatakan; jangan membeo, Jokowi memimpin Jakarta dengan Anggaran Belanja dan Pembangunan Provinsi (APBP) yang triliunan jumlah.
“Kita jangan selalu membeo, melihat orang lain maju dengan cara turun ke desa-desa, atau setiap harus jumpa dengan masyarakat layaknya seorang artis. Saya kira tidak demikian. Kita minim APBK, gunakan sebaik mungkin, jangan terlena dengan asyik turun kelapangan tanpa hasil. Maaf kalau saya mengkritik, tapi ini demi kemajuan Atam”. Katanya.
Masih Ramli; selayaknya bupati sudah merestrukturisasi kabinet—SKPD—lama yang tidak berpotensial dalam mengawangi Atam untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), kalaupun tersangkut dengan kebijakan APBK tahun 2012, kan sudah habis masanya.
“Ini sudah bulan Maret 2013, saya piker Bupati sudah sewajarnya menggantikan para Kepala SKPD yang tidak mampu bekerja dengan baik. Tugas kepala SKPD kan harus sesuai tupoksi, mempu membawa perubahan dan meningkatkan PAD, malah terkesan memelihara para koruptor berdasi”.
Selain Ramli, Andy Nur Muhammad (aktifis mitigasi) Aceh berpendapat, Hamdan Sati belum dapat membawa perubahan di Kabupaten Atam, “Sudah lebih 100 hari, tapi tidak ada gebrakan-gebrakan yang dapat membawa Atam kea rah perubahan mendasar, lihat saja, apa yang sudah diberikan untuk Atam”. Katanya.
Andy sependapat dengan pernyataan Ramli, kalau restrukturisasi hanya omong kosong, kalau masih memakai cabinet lama (Abdul Latief), sama saja seperti memasukan garam sejumput ke laut, tak berbekas dan tidak memberikan efek apapun.
Sektor pendidikan, kehutanan, konflik tanah, HGU dan Kelautan semua bermasalah, malah LSM LembAHtari yang getol menyuarakan kebijakan masa lalu yang salahpun tak ditanggapi, padahal itu bisa dijadikan sebagai acuan dalam tahapan pembenahan di kabupaten Atam ini.
“Hari ini saya kecewa dengan sikap Pemerintah yang hanya bisa diam, tidak mampu berbuat. Kalau tak mampu memimpin kenapa harus mau menjadi Bupati. Jangan ngeles “saya terpaksa atau dipaksa” itu hanya kamuflase dan retorika ketidakmampuan, tunjukan pada rakyat Tamiang kalau anda mampu, bisa tidak!!!”. Tegas Andy mengakhiri.***
Saya lagi di jalan
Hingga berita ini dilansir, belum ada pejabat pemkab Atam yang bisa memberikan konfirmasi, tak tau apakah ada pesan seponsor dari Bupati Hamdan Sati pulang dari Lemhanas, baru mendapat jawaban pasti. Jika benar, ini menjadi dilematis sebuah pemerintahan.
Wakil Bupati Atam, Iskandar Zulkarnain yang coba di konfirmasi visa seluler mengatakan, kalau dirinya dalam perjalanan menuju Banda Aceh, ada keperluan dinas. Dan menerima STC pada hari senin mendatang.
“Maaf, saya dalam perjalanan menuju Banda Aceh, apa yang bisa saya bantu. Kalau masalah yang terkait dengan pemerintahan, hari senin saja kita bertemu, bukan saya menolak, tapi lebih enak wawancara langsung saja, hari senin nanti”. Kata wabup menutup pembicaraan.(***)