suara-tamiang.com | Sepuluh mahasiswa yang menamakan diri Koalisi Peduli Aceh (KPA) berunjuk rasa dengan menggelar aksi teatrikal pelan...
suara-tamiang.com | Sepuluh mahasiswa yang menamakan diri Koalisi Peduli Aceh (KPA) berunjuk
rasa dengan menggelar aksi teatrikal pelantikan pejabat PNS yang sudah
almarhum di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Minggu (17/2). Aksi ini
mereka lakukan menyindir SK Gubernur Aceh yang mencantumkan nama seorang
PNS yang sudah meninggal setahun lalu untuk dilantik menjadi salah satu
Kasubbag pada Biro Hukum Setda Aceh, Selasa (5/2) lalu.
Meski hanya sepuluh orang, aksi mahasiswa di tengah kota ini menyedot perhatian pengguna jalan. Pasalnya, seorang di antara mereka berpenampilan ala pocong atau jenazah yang sudah dibalut kain kafan. ‘Jenazah’ itu berdiri tegak saat seakan dilantik oleh rekannya.
“Aksi kami ini sebagai bentuk kekecewaan karena Pemerintah Aceh tak profesional dan proporsional. Salah satu buktinya, saat Gubernur melantik 422 pejabat eselon II, III, IV di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, 5 Februari 2013, salah satu nama pejabat akan dilantik, yaitu Rahmad Hidayat sudah setahun lebih meninggal,” teriak Koordinator Aksi, Nanda Ayu dalam orasinya.
Selain itu, menurut Nanda, kesalahan lainnya ada oknum pejabat yang terlibat khalwat, justru dipromosi menjadi Kabid Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) di Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh. “Ada beberapa nama lainnya yang belum cukup masa kerjanya juga dilantik jadi pejabat,” tambah Nanda Ayu.
Koordinator lainnya menambahkan, Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah juga belum bisa membuktikan omongannya melalui media massa bahwa segala kejanggalan dalam pelantikan itu akibat ada yang menyabotase kebijakannya dalam proses seleksi. “Faktanya sampai hari ini Gubernur Aceh tidak berani menindak pelaku yang katanya sudah teridentifikasi itu. Semua kejanggalan itu juga bertolak belakang dengan 21 program Zaini semasa kampanye dulu yang salah satunya mewujudkan Pemeritahan Aceh yang bermartabat dan amanah,” teriak koordinator lainnya.
Sementara itu, Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal mengatakan, keterwakilan wilayah di Aceh, tanpa mengenyampingkan kemampuan profesional juga sangat penting dalam penempatan ‘kabinet’ pada Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA). Hal ini untuk menjaga perdamaian dan kesinambungan pembangunan di seluruh Aceh.
Para SKPA juga memainkan peran menyampaikan pesan serta pemikiran kepada Kepala Pemerintahan Aceh secara maksimal untuk masyarakat di wilayahnya. Begitu juga sebaliknya, para SKPA dapat menyampaikan harapan dan pesan-pesan dari masyarakat kepada kepala pemerintahan Aceh.
Dalam konteks geopolitik, hal ini dapat menjadi salah satu pertimbangan. Menjadi kurang menarik jika Aceh hanya dikelola atau terlalu didominasi mereka dari wilayah tertentu saja. “Kalau ingin masyarakat di semua wilayah Aceh merasa memiliki daerah ini, maka faktor keterwakilan menjadi keniscayaan,” tulis Haikal lewat siaran persnya kepada Serambi kemarin. | Sumber : Serambinews
Meski hanya sepuluh orang, aksi mahasiswa di tengah kota ini menyedot perhatian pengguna jalan. Pasalnya, seorang di antara mereka berpenampilan ala pocong atau jenazah yang sudah dibalut kain kafan. ‘Jenazah’ itu berdiri tegak saat seakan dilantik oleh rekannya.
“Aksi kami ini sebagai bentuk kekecewaan karena Pemerintah Aceh tak profesional dan proporsional. Salah satu buktinya, saat Gubernur melantik 422 pejabat eselon II, III, IV di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, 5 Februari 2013, salah satu nama pejabat akan dilantik, yaitu Rahmad Hidayat sudah setahun lebih meninggal,” teriak Koordinator Aksi, Nanda Ayu dalam orasinya.
Selain itu, menurut Nanda, kesalahan lainnya ada oknum pejabat yang terlibat khalwat, justru dipromosi menjadi Kabid Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) di Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh. “Ada beberapa nama lainnya yang belum cukup masa kerjanya juga dilantik jadi pejabat,” tambah Nanda Ayu.
Koordinator lainnya menambahkan, Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah juga belum bisa membuktikan omongannya melalui media massa bahwa segala kejanggalan dalam pelantikan itu akibat ada yang menyabotase kebijakannya dalam proses seleksi. “Faktanya sampai hari ini Gubernur Aceh tidak berani menindak pelaku yang katanya sudah teridentifikasi itu. Semua kejanggalan itu juga bertolak belakang dengan 21 program Zaini semasa kampanye dulu yang salah satunya mewujudkan Pemeritahan Aceh yang bermartabat dan amanah,” teriak koordinator lainnya.
Sementara itu, Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS), TAF Haikal mengatakan, keterwakilan wilayah di Aceh, tanpa mengenyampingkan kemampuan profesional juga sangat penting dalam penempatan ‘kabinet’ pada Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA). Hal ini untuk menjaga perdamaian dan kesinambungan pembangunan di seluruh Aceh.
Para SKPA juga memainkan peran menyampaikan pesan serta pemikiran kepada Kepala Pemerintahan Aceh secara maksimal untuk masyarakat di wilayahnya. Begitu juga sebaliknya, para SKPA dapat menyampaikan harapan dan pesan-pesan dari masyarakat kepada kepala pemerintahan Aceh.
Dalam konteks geopolitik, hal ini dapat menjadi salah satu pertimbangan. Menjadi kurang menarik jika Aceh hanya dikelola atau terlalu didominasi mereka dari wilayah tertentu saja. “Kalau ingin masyarakat di semua wilayah Aceh merasa memiliki daerah ini, maka faktor keterwakilan menjadi keniscayaan,” tulis Haikal lewat siaran persnya kepada Serambi kemarin. | Sumber : Serambinews