Ratusan warga yang peduli dan prihatin atas penderitaan Azka Arrafi Zidan (11 bulan) meluruk kantor Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Pono...
Ratusan warga yang peduli dan prihatin atas penderitaan Azka Arrafi Zidan (11 bulan) meluruk kantor Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Ponorogo, Rabu (24/10/2012).
Mereka mendesak agar Koko Wahyu Nugroho, ayah kandung bayi tanpa tangan dan kaki alias buntung ini, yang menjadi terdakwa dalam kasus penelantaran anak kandungnya segera dijebloskan tahanan. Pasalnya, selama penyelidikan hingga persidangan, terdakwa tidak pernah ditahan.
Padahal, terdakwa melanggar pasal 77 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak dengan ancaman hukumannya 5 tahun penjara. Para pendemo menduga, ada main mata antara terdakwa dan terdakwa sehingga selama proses persidangan terdakwa tidak pernah ditahan.
Dalam aksi itu, selain massa berorasi bebas juga mengusung sejumlah poster bertuliskan kecaman. Diantaranya, Gak Ada Tempat yang Lebih Pantas Kecuali Jeruji Besi bagi Manusia Tak Bermoral Seperti ‘Koko’, Maju Terus Lawan Pelaku Diskriminatif, Moralnya Sudah Bejat Penjarakan Saja, Hukum Adili Pastikan Jeruji Besi, Stop Diskriminasi Terhadap Anak, dan Hukum Seberat-Beratnya Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Namun, massa tidak diperbolehkan masuk dan berada di luar pagar halaman Pengadilan Negeri Kabupaten Ponorogo. Pasalnya, selain pintu ditutup juga dijaga ketat polisi. Namun, perwakilan massa dan keluarga bayi malang itu termasuk ibu kandung bayi, Ny Carina Agita Hardiani (23) warga JL Kenanga RT 01, RW 09, Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo dipersilahkan masuk ke PN Ponorogo.
Sebelum diperbolehkan masuk ibu muda dan anak semata wayangnya ini, rela berjuang berpanas-panas di depan pintu masuk PN. Carina Agita Hardiani mengatakan dirinya hanya meminta majelis hakim untuk menghukum terdakwa yang tak lain suaminya sendiri sesuai pasal yang berlaku.
"Seperti inilah anak saya, sudah cacat tanpa kedua tangan dan kedua kaki harus menanggung nasibnya. Bagaimana masa depannya kalau bapaknya tak mau mengurusi dan meninggalkannya," terangnya kepada Surya, Rabu (24/10) sambil menyuapi bubur Zidan.
Koordinator aksi, Sunardi menjelaskan jika tindakan terdakwa itu sudah jelas pasalnya. Namun, sampai detik ini terdakwa belum pernah ditahan dan masih menghirup udara bebas."Pasalnya sudah jelas, kenapa hakim masih tidak menahan terdakwa yang jelas menelantarkan anaknya yang cacat fisik tanpa kedua belah tangan dan dua kaki. Kami menuntut terdakwa ditahan tanpa ada alasan apa pun karena sudah melanggar pasal 77 UU Perlindungan Anak yang seharusnya dihukum 5 tahun penjara," paparnya.
Selain itu, Sunardi menduga majelis hakim ada main mata dengan terdakwa dalam penaganan kasus penelantaran anak ini. Alasannya, hingga aksi demo kedua kali ini, yakni dengan aksi pertama kali 8 Oktober 2012 lalu tidak digubris dan dipertimbangan majelis hakim. "Dugaan kami adanya main mata antara hakim dan terdakwa. Kalau suara kami tidak dianggap kami akan lanjutkan kasus ini ke Komisi Yudisial dan ke Mahkamah Agung," paparnya. | Tribunnews.com