HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Kasbon ‘Atam’ Bergeming, Punya Siapa ???

SYAWALUDDIN | Suara Tamiang Jur_nalist@yahoo.com Aceh  Tamiang (Atam), Kabupaten berusia 10 tahun diujung timur Aceh tersebut sontak;...

SYAWALUDDIN | Suara Tamiang

Aceh  Tamiang (Atam), Kabupaten berusia 10 tahun diujung timur Aceh tersebut sontak; temuan kerugian Negara, Monitoring LembAHtari tahun 2006 senilai Rp.16.803 miliar menggelontor. Hingga bulan Mai, 2012.

Berakhirnya Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemkab Atam dengan pihak Kejaksaan Negeri Kualasimpang (Kejari) untuk mengembalikan uang yang telah ditarik tersebut; baru dikembalikan Rp.2.274 miliar saja.  

Kerugian Rp.14.529 miliar itu; terindikasi dilakukan oleh sejumlah 104 orang yang terdiri dari Dinas, Kantor, Sekdakab dan Sekretariat Kantor DPRK Aceh Tamiang. Jumlah penarikan dilakukan sebanyak 551 kali.

LembAHtari) mengindikasikan pihak Kejari Kualasimpang dan Pemkab Atam telah melakukan kong kalikong untuk membekukan kasus kasbon tersebut agar tidak membuncah, benarkah?...

Monitoring LembAHatri untuk membongkar kasus ini, seakan tak pernah mendapat tanggapan dari PJ. Bupati H Syahbuddin Usman M.Si hingga Bupati Atam (Defenitif) Drs. H Abdul Latif; hingga berakhir masa jabatannya pada tanggal 06 Agustus 2012 lalu tak terealisasi.

Pihak Kejari Kualasimpang tak mampu membawa tersangka ke kursi pesakitan, kecuali itu. Dua tersangka kasus kasbon H Bantarullah, SE dan Drs Amirullah WD yang dijadikan sebagai target korban.

Sedangkan Drs Amirullah WD pada bulan Nopember 2011 lalu mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA) RI, sebab menurut Dia, ada keanehan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun hingga kini Amirullah masih menunggu keputusan MA.

Malah, dirinya telah mengembalikan uang yang digunakan untuk kepentingan dibidang Bagian Pemerintahan sebesar Rp.116 juta ke bendaharawan Kantor Sekdakab Atam. “Saya ini dijebab untuk dijadikan korban target sebagai tersangka”. Katanya kepada Kabar Aceh, beberapa waktu lalu.

Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal M, SH; menuding bahwa; untuk kasus Bantarullah SE yang diputus pada tanggal 20 Agutus 2009 lalu, dengan nomor perkara 244/Pit.B/PN-KSP dalam vonis Penbgadilan Bantarullah hanya dihukum 16 bulan, pada hal menurut Laporan BPKP nomor 589/PW.01/05/2008 tanggal 24 Desember 2008 kerugian Negara yang dilakukan Bantarullah Rp.2.181 miliar merupakan uang Kasbon yang tidak dikembalikan ke Negara.

“Saya kira ada indikasi pada saat itu Bantarullah telah diarahkan tutup mulut, untuk tidak membuka secara jelas kasus kasbon ini. Ada apa ini, kalau bukan permainan pihak penegak hukum dan para tersangkanya, kenapa kasus ini berhenti sampai saat ini?...”. Tegas Sayed.

Disisi lain Sayed menjelaskan, terdapat perbedaan angka, temuan LembAHtari dan terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) bupati Atam 2007-2012 yang direkomendaikan DPRK Atam.

Hasil monitoring LembAHtari kerugian Negara mencapai Rp.9.179 miliar sedangkan dalam LKPJ yang dilaporkan ke DPRK Rp.16,803 dan yang berhasil dikembalikan hanya Rp.2.274 miliar dan sisa yang harus dikembalikan Rp.14.529 miliar.

“Itu artinya, jika melihat LKPJ Bupati Atam 2007-2012 yang disampaikan pada bulan Agustus 2012 didepan Sidang Paripurna DPRK Atam, Pemkab tidak pernah melaporkan apa yang menjadi hambatan, uang sisa tersebut tidak bisa dikembalikan, seharusnya tahun ini sudah selesai semuanya”. Kata Sayed.
 

Monitoring LembAHtari: Negara Dirugikan
Kasbon Atam saat itu; merupakan uang daerah yang dikelola  oleh Bendaharawan Umum Daerah. Selain disimpan  dalam berangkas besi, juga dimasukkan dalam 18 Rekening Giro  Kas Daerah dan satu rekening deposito.

Seluruh kegiatan tersebut dilakukan oleh tiga keputusan Bupati Atam nomor 89/903/2006 tanggal 08 Mai 2006, Nomor 119/903/2006 dan Nomor 266/903/2006 tanggal 2 juni 2006. Sementara hasil penutupan Buku Kas Umum (BKU) BUD tanggal 8 Desember 2006, diketahui terdapat pengeluaran uang dari Kas Daerah tanpa melalui mekanisme SPP dan SPM (kasbon) tahun 2006 serta belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp.10.038.439.000,00 (Lampiran 2.a).

Bukti pengeluaran tersebut ditandatangani oleh Kepala satuan kerja dan pemegang kas yang bersangkutan dengan rincian sebagai tersebut: Jumlah penerimaan s.d tanggal 8 Desember 2006 Rp.394.975 miliar, Jumlah pengeluaran s.d tanggal 8 Desember 2006             (Rp.205.741 miliar), Saldo BKU per tanggal 08 Desember 2006 Rp.189.233 miliar.

Rekening Koran dan deposito yang digunakan;

  • BPD Aceh Kuala Simpang 01.02.803358-2, Rp. 3.111.179.201,00; 
  • BPD Aceh Kuala Simpang 01.02.803073-8, Rp. 7.271.502.518,00;
  • BPD Aceh Kuala Simpang 01.02.803075, Rp. 3.750.864.215,00;
  • BPD Aceh Kuala Simpang 01.02.803035-1, Rp. 1.563.399.264,00;
  • BPD Aceh Kuala Simpang 01.02.803082-9, Rp. 36.900.588,00;
  • BPD Aceh Kuala Simpang 01.02.803067-2, Rp. 66.114.692.543,00;
  • BPD Aceh Langsa 01.02.901588-0; Rp.16.110.021.514,00;
  • BRI Kuala Simpang 0657-01-000033-30-1, Rp. 16.277.372.357,00;
  • BRI Langsa 0042-01-000065-30-7, Rp. 14.240.790.474,14;
  • BNI Langsa 60276343, Rp. 926.735.122,00;
  • Bank Mandiri Kl.Simpang 105.00.0123456-0, Rp. 2.250.705.663,76;
  • BRI Kuala Simpang 0657.01-000071-30-9. Rp. 93.000.000,00;
  • BRI Kuala Simpang 0657-01-000069-30-2, Rp. 140.108.777,00;
  • BRI Kuala Simpang 0657-01-000068-30-6,  Rp. 200.965.822,00;
  • BRI Kuala Simpang 657-01-000067-30-0, Rp. 1.938.668.392,00;
  • BRI Kuala Simpang 0657-01-000066-30-4, Rp. 1.222.815.851,00;
  • BRI Kuala Simpang 0657-01-000065-30-8, Rp. 0,00;
  • BRI Kuala Simpang 0657-01-000070-30-3, Rp. 484.349.761,00;
  • Bank Mandiri 105-020422367-5, Rp. 38.000.000.000,00. 
Jumlah Rekening Koran dan desito Rp.180.734.072.062,90, sedang jumlah Saldo uang per tanggal 08-12-2006, Rp 180.759.467.062,90.

Selisih antara BKU dengan saldo Kas dan Bank: Kasbon, Rp.10.038.439.000,00, berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang belum tercatat senilai Rp.2.888.739.080,00, sedangkan cek beredar yang belum dicairkan Rp.4.453.132.349,00, kesulitan uang kecil Rp 301,41, sehingga selisih BKU dengan saldo kas dan Bank mencapai Rp.8.474.046.032,41.

Rincian SPM yang sudah dilakukan pembayaran namun belum dicatat di BKU sebesar Rp2.888.739.080,00 (lampiran 2.b), sedangkan rincian cek yang telah dikeluarkan BUD namun belum ada catatan debet pencairan di rekening koran tanggal 8 Desember sebesar Rp4.453.132.349,00. Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan tanggal 16 Desember 2006 (12 hari setelah penutupan BKU BUD), kasbon yang sudah dipertanggung jawabkan sebesar Rp859.027.500,00, sisanya sebesar Rp9.179.411.500,00 belum dipertanggung jawabkan.

“Jadi semua itu tidak ada keputusan akhir dalam merealisasikan sisa kasbon yang belum dikembalikan oleh masing-masing Kantor, Dinas, Sekdakab dan Sekretaris DPRK Atam. Itu lelucon, serta tontonan bukan pemerintahan yang good governance dan clean governance”. Ungkapnya.

Ketua DPRK Atam “Seharusnya Sudah Selesai”
DPRK Atam sudah merekomendasikan berdasarkan Keputusan Nomor 12 tahun 2012 tertanggal 6 Agustus 2012 terhadap LKPJ Masa Jabatan Bupati dan Wakil Bupati Atam periode 2007 – 2012 sudah memutuskan; merekomendasikan catatan-catatan strategis  sesuai dengan hasil pembahasan dan laporan hasil pansus.

DPRK melihat adanya kasus pengeluaran uang diluar mekanisme berbentuk kasbon oleh Pemkab Atam yang semula berjumlah Rp.16.803 miliar setelah SK  pembebanan oleh Majelis Pertimbangan TP-TGR keuangan dan barang daerah kepada 25 pihak yang beratnggungjawab. Dan sudah diselesaikan sebesar Rp.2.274 miliar.

Sehingga kerugian negara tinggal Rp.14.529 miliar yang semestinya sudah larut diselesaikan dalam jangka waktu dalam satu tahun setelah adanya MoU antara Kejari Kualasimpang dengan Pemkab Atam, namun hingga akhir masajabatan Bupati belum juga terselesaikan dan Pemkab Atam harus segera menyelesaikan kasus kasbon ini.

Ketua DPRK Atam, Ir, Rusman mengatakan pihaknya sudah menuangkan rekomendasi melalui surat keputusan nomor 12 tanggal 6 Agustus Tahun 2012, merupakan bentuk penekanan DPRK Atam kepada Eksekutif untuk segera menuntaskan Kasbon yang telah mengakar ditubuh Pemkab.

“Itu bentuk penekanan kita, untuk segera menuntaskan masalah Kasbon yang melilit Pemkab Atam di tahun 2006 lalu, semuanya sudah kita lakukan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku”, tegas Rusman.

Masih Rusman; seharusnya hal tersebut tidak terjadi lagi hari ini, mengingat kasusnya sudah berjalan 6 tahun, “seharus tuntas, tak ada masalah lagi dengan kasbon”, katanya. Begitupun dia menekankan, pihak penegak hukum arif dan bijaksana untuk mengusut tuntas kasus kasbon itu untuk memberi efek jera kepada pelaku.

Dalam rekomendasi DPRK Atam, Rusman memberi warning kepada Pemkab Atam; jika dalam jangka waktu tiga bulan  sejak tanggal rekomendasi ini dikeluarkan belum juga ditindak lanjuti, maka DPRK Atam melalui pimpinan akan melaporkan kepada pihak aparat penegak hukum.

“Ya kita akan laporkan kasus ini ke pihak penegak hukum, jika warning 3 bulan kepada Pemkab Atam tidak dijalankan, itu jalur terakhir yang akan kita tempuh, untuk menegakkan hukum di Tamiang ini, kalau bukan siapa lagi, kita ini orang yang diamanahkan rakyat untuk menyuarakan hak-hak rakyat yang terabaikan”, katanya.

Kejari: Secara Perdata Kejaksaan Sudah Melakukan Penagihan
Pihak Kejaksaan Negeri Kualasimpang di penghujung kesepahaman Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemkab Atam, sudah melakukan upaya secara perdata kejaksaan sudah melakukan penagihan.

Namun disisi lain, pihak Kejaksaan Negeri Kualasimpang dianggap tidak mampu mengembalikan kerugian uang negara senilai Rp.14.806 miliar, mengingat rentang waktunya sudah cukup lama. Sejak tahun 2005-2008 Kejaksaan hanya mampu mengembalikan ke kas negara senilai Rp.300 juta saja.

Kerugian negara itu sangat berdampak kepada para pejabat di Kabupaten Atam yang menggunakan kasbon tersebut apakah digunakan untuk kepentingan kantor atau pribadi. Sebab jumlah yang diambil sangat bervariasi, dari Rp.1 juta hingga puluhan miliar jumlahnya.

Hal itu disikapi Kepala Kejaksaan Negeri Kualasimpang, M Basyar Rifaie kepada wartawan beberapa waktu lalu, mengakui, kalau MoU penagihan uang kas bon antara Pemkab Aceh Tamiang dengan Kejaksaan Negeri Kuala Simpang selama dua tahun sudah berakhir bulan Mei dan uang berhasil dikembalikan sekitar Rp 300 juta.

Pihak Kejari Kualasimpang sudah melakukan maksimal dan sudah menyampaikan laporan ke Pemkab Aceh Tamiang terkait kasbon, dan itu sekarang menjadi tanggungjawab Pemkab Aceh Tamiang.

Lebih jauh dikatakan, secara perdata Kejaksaan melakukan penagihan kepada pelaku kas bon setelah dilakukan klarifikasi, pelaku kas bon menyetor ke kas daerah dan bukti penyetoran diserahkan kekejaksaan. Setelah selesai MoU, Basyar mengakui kasus kas bon bisa diusut oleh aparat penegak hukum.

Lima Tahun Sisakan Kasbon
Ada gores hitam dari rezim pemerintahan Drs H Abdul Latif di Atam, ketidak becusan mengurus daerah, hingga kepiawaiannya memainkan peran kandas di tangan penjumput pundi-pundi rupiah dari uang panas.

Latif tersangkut kasus krisis keuangan; dari kasbon yang membuncah di tahun 2010 lalu senilai Rp2,19 miliar, Alkes Rp8,3 miliar, Pembelian lahan pembangunan gedung Politeknik senilai Rp.33 miliar, jalan lingkup setdakab Rp.15 miliar, pembangunan rumah peruntukkan korban banjir bandang senilai Rp2,2 miliar hingga kasus penyalah gunaan wewenang Jamkesmas masih menunggu hitungan ketuk palu hakim pengadilan hingga saat ini. (data LembAHtari)

Hampir Rp70 miliar, Negara dirugikan selama kepemimpinan rezim pemerintahan Abdul Latif – Awaluddin di Tamiang, digerus arsitek keorupsi untuk kepentingan pribadi dan kelompok-kelompok tertentu. Dalam membangun menara gading dari gelimangan korupsi.

Atam sekangrut dalam geming kasus korupsi dari jeratan hukum, seakan Latif tak punya kuasa untuk melawan dalam sikap tegasnya dalam menyelamatkan uang Negara. Apalacur, semua sudah terjadi, mungkin ini pertanda kehancuran nama besar Abdul Latif.

Rezim pemerintahan Abdul Latif – Awaluddin padam, muncul generasi kepemimpinan yang masih dalam hitungan jari tangan untuk Pilkada, yakni; Agussalim – Samad dan Hamdan Sati – Iskandar Zulkarnain. Ditangan mereka maju mundurnya Atam. Akankah seperti rezim Latif – Awaluddin?...kita tunggu saja.
 
Selama lima tahun kepemimpinan Drs H Abdul Latief – Awaluddin, SH, MH, SPN  menggawangi Kabupaten Aceh Tamiang, menyisakan Pekerjaan Rumah (PR) masalah keuangan dan gagal dalam memberantas korupsi.

Bukti kegagalan Abdul Latief – Awaluddin terlihat saat dirinya memberikan nota laporan keterangan  pertanggung jawaban (LKPJ) diamana dalam laporan setebal kurang lebih 50 halaman tersebut tidak memuat factor keberhasilan dan kegagalan upaya percepatan pemberantasan korupsi.

Dan penyebabnya ada beberapa factor; selain pola kepemimpinan yang lemah dan tidak tegas, nepotisme juga memberikan andil besar dalam kegagalan Abdul Latif untuk memberantas kasus korupsi.

“Penyebab kegagalan Abdul Latif – Awaluddin adalah; pola kepemimpinannya yang lemah dan tidak tegas, nep[otisme, adanya sumbangan illegal (Ilegal Contribution) berkaitan untuk upaya mendapatkan posisi jabatan dilingkungan Pemkab Atam. Dijadikan objek oleh oknum-oknum tertentu di Baperzakat”. Tegas Sayed Zainal, Dir. Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari).

Lebih jauh kata Sayed, indicator kegagalan pemberantasan korupsi adalah jumlah angka kasus korupsi  dari tahun 2007 – 2010 bertambah terus angkanya. Misalnya dilihat perkara dalam proses penyidikan dan perkara yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Kualasimpang maupun sekarang sedang dalam proses di pengadilan Tipikor.

Menurut Sayed Zainal, dari data dan catatan LembAHtari; kalau kepemimpinan Abdul Latief tersangkut dengan persoalan Kasbon. Kasus Kasbon yang merugikan Negara mencapai Rp.2.181.799.967 (Kasus Bantarullah tahun 2008).

Selain itu, kata Sayed; kasus pembangunan rumah banjir yang dilarikan oleh rekanan tahun 2007 senilai Rp. 2.285.622.700, kasus pengadaan alat-alat kesehatan sebesar Rp.8.442.363.000, kasus penyalah gunaan Jamkesmas, kasus pembangunan kantor Datok dan pembangunan jalan kantor Setdakab Aceh Tamiang tahun 2010.

Tidak hanya itu ujarnya; Kasus dugaan penggelembungan ganti rugi tanah Politeknik tahun 2010 dan kasus bagi-bagi uang sebagian suakelola kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan banyak lagi kasus lainnya.

“Saya kira, saya perlu mengingatkan; bahwa kasus-kasus korupsi tidak terpengaruh dengan berakhirnya masa jabatan Abdul Latif – Awaluddin, selama masih bisa dibuktikan, maka perkara bisa dilaporkan. Apalagi berkaitan pertanggung jawaban dengan Negara dan Rakyat”. Ingatnya.