Pemkab Aceh Tamiang menargetkan sengketa lahan antara perusahaan perkebunan dengan warga akan selesai tahun 2012. Satu diantaranya konf...
Pemkab Aceh Tamiang menargetkan sengketa lahan antara perusahaan
perkebunan dengan warga akan selesai tahun 2012. Satu diantaranya
konflik lahan antar warga Desa Suka Makmur, Kecamatan Sekrak dengan
perusahaan perkebunan PT Seumadam.
Asisten Pemerintahan Pemkab Aceh Tamiang, Drs Rianto Waris kepada Serambi, Kamis (23/8) mengatakan, konflik lahan antar warga Desa Suka Makmur dengan PT Seumadan muncul karena lahan perkebunan dan pemukiman warga diklaim berada dalam HGU perusahaan. HGU perusahaan sendiri diusulkan tahun 1989 dan terbitnya tahun 1992 saat masih berada dalam Kabupaten Induk Aceh Timur dengan luas 2.337 hektare. HGU tersebut berakhir tahun 2019 sedangkan lahan bermasalah berada dikawasan Alur Pengidam. “Mungkin dulu lahan tersebut terlantar tidak dikerjakan perusahaan sehingga digarap warga dan konflik lahan muncul tiga tahun belakangan,”ujarnya.
Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pihaknya sudah dua kali turun kelapangan menginventarisir harapan–harapan warga dan perusahaan di lapangan. “Perusahaan perlu berdampingan dengan masyarakat atau tidak? Kalau perlu mari kita selesaikan dengan baik-baik. Target pemerintah tahun ini sengketa lahan tersebut harus selesai,”kata Rianto Waris.
Menurut Rianto Waris ada tiga alternatif penyelesaian sengketa lahan tersebut, melakukan ganti rugi lahan warga, mengganti lahan lain untuk warga, atau lahan yang digarap warga dikeluarkan dari HGU. Menurut Rianto, alternatif yang dianggap aman, adalah lahan perusahaan yang dikuasai warga dilepaskan untuk warga. | Sumber : Serambinews
Asisten Pemerintahan Pemkab Aceh Tamiang, Drs Rianto Waris kepada Serambi, Kamis (23/8) mengatakan, konflik lahan antar warga Desa Suka Makmur dengan PT Seumadan muncul karena lahan perkebunan dan pemukiman warga diklaim berada dalam HGU perusahaan. HGU perusahaan sendiri diusulkan tahun 1989 dan terbitnya tahun 1992 saat masih berada dalam Kabupaten Induk Aceh Timur dengan luas 2.337 hektare. HGU tersebut berakhir tahun 2019 sedangkan lahan bermasalah berada dikawasan Alur Pengidam. “Mungkin dulu lahan tersebut terlantar tidak dikerjakan perusahaan sehingga digarap warga dan konflik lahan muncul tiga tahun belakangan,”ujarnya.
Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pihaknya sudah dua kali turun kelapangan menginventarisir harapan–harapan warga dan perusahaan di lapangan. “Perusahaan perlu berdampingan dengan masyarakat atau tidak? Kalau perlu mari kita selesaikan dengan baik-baik. Target pemerintah tahun ini sengketa lahan tersebut harus selesai,”kata Rianto Waris.
Menurut Rianto Waris ada tiga alternatif penyelesaian sengketa lahan tersebut, melakukan ganti rugi lahan warga, mengganti lahan lain untuk warga, atau lahan yang digarap warga dikeluarkan dari HGU. Menurut Rianto, alternatif yang dianggap aman, adalah lahan perusahaan yang dikuasai warga dilepaskan untuk warga. | Sumber : Serambinews