Partai konservatif yang kini berkuasa di Korea Selatan menunjuk Park Geun Hye sebagai kandidat presiden dalam pemilu Desember nanti. Jika ...
Partai konservatif yang kini berkuasa di Korea Selatan menunjuk Park Geun Hye sebagai kandidat presiden dalam pemilu Desember nanti. Jika berhasil, Park akan menjadi pimpinan wanita pertama Korsel.
Park adalah puteri dari Park Chung-hee, presiden negeri ginseng dari tahun 1961-1979. Ia memenangkan 84% suara Partai New Frontier melawan empat kandidat laki-laki.
Tersenyum dan dibalut kemeja biru serta celana panjang hitam, Park menang mudah dalam upaya ketiganya menjadi kandidat presiden dari partai itu. Ia menjanjikan kesetaraan ekonomi bagi warga.
“Kami akan memastikan usaha kecil dan menengah serta perusahaan besar dapat tumbuh berama...Kami akan memastikan mereka yang berekonomi lemah diberi kesempatan yang adil,” ujar wanita berusia 60 tahun ini dalam pidato kemenangannya di depan anggota partai.
Hasil polling menunjukkan bahwa Park lebih unggul dua digit dibandingkan lawan politik dari partai Liberal. Kemungkinan besar ia akan kembali ke Gedung Biru, gedung kepresidenan Korea, setelah selama 33 tahun ia meninggalkannya pasca pembunuhan sang ayah.
Selain masalah ekonomi, Park juga berjanji untuk menjalin kembali hubungan dengan Korea Utara. Ia berkata akan memberi apresiasi pada Korut jika negara itu serius menghentikan pengembangan senjata nuklirnya. Sebaliknya, serangan apapun dari Pyongyang ke Korsel akan mendapat balasan keras.
"Saya, Park Geun-hye, takkan menoleransi aksi apapun yang merusak keutuhan negara atau mengancam keselamatan kami, “ ujarnya.
Perjalanan politik Park
Bagi banyak warga Korsel yang lebih tua, nama Park mengingatkan mereka pada pria berlatar belakang militer yang membawa Korsel dari negeri rawan kelaparan menuju negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat. Namun, pria itu juga membatasi kebebasan politik atas nama menghadapi ancaman dari Korea Utara.
Park sendiri pernah maju menjadi calon presiden lima tahun lalu namun gagal. Ketika itu ia menyebut kebijakannya sebagai “Thatcherisme Korea”, dengan acuan mantan perdana menteri Inggris dan pendukung pasar bebas Margaret Thatcher. Saat ini, beberapa tangan kanan Park mengatakan ia menjadikan Angela Merkel sebagai acuannya.
Park terjun ke politik di usia pertengahan 40 tahun untuk ‘menyelamatkan’ negaranya di tengah krisis finansial Asia tahun 1997-1998. Ia mendapat julukan Ratu Pemilu.
Pada usia 9 tahun, ia pertama kali masuk istana presiden ketika ayahnya melakukan kudeta. Pada tahun 1974, ia harus menjadi ibu negara setelah ibunya sendiri terbunuh oleh peluru yang ditujukan ke ayahnya. Lalu tahun 1979, ia meninggalkan istana setelah ayahnya ditembak mati oleh kepala mata-mata Korsel.
Lepas dari itu, kehidupan pribadi Park sangat tertutup. Ia tak pernah menikah dan tinggal di Seoul. | Kontan