Koperasi Industri Nilam Aceh (KINA) binaan Caritas Czech Republik (CRR) terus mendorong peningkatan produksi minyak nilam di daerah itu agar...
Koperasi Industri Nilam Aceh (KINA) binaan Caritas Czech Republik (CRR) terus mendorong peningkatan produksi minyak nilam di daerah itu agar mampu membantu Indonesia memenuhi permintaan pasar internasional dengan kualitas terbaik.
"Soal kualitas minyak nilam Aceh, pasar duniapun sudah tidak meragukan lagi. Namun, bagaimana ke depan produksi nilam harus lebih tinggi dengan kualitas penyulingan berstandar internasional," kata tenaga pendamping bidang koperasi dan UKM KINA CRR Aceh Barat Teguh di Meulaboh, Senin (27/8).
Ia menyatakan, dari berbagai referensi ditemukan produksi minyak nilam Indonesia 2011 hanya 800 ton, sementara permintaannya harus 1.500 ton, sehingga membutuhkan upaya produksi lebih tinggi bagi daerah Aceh yang dikenal penghasil minyak nilam terbaik di dunia ini.
Disebutkan, saat ini KINA terus berupaya meningkatkan produktivitas minyak nilam Aceh dengan mengawali pembekalan kapasitas sumber daya manusia agar membudidayakan nilam secara modern, mulai dari menyediakan sekolah lapangan hingga menyediakan pabrik penyulingan (ketel) modern.
Hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB), minyak nilam asal Aceh memiliki kandungan zat minyak (rendemen) 2,5 hingga 3,3% sementara rendemen maksimal kualitas minyak nilam dunia rata-rata 2,5%.
Di Provinsi Aceh, KINA menjajaki empat kabupaten membudidayakan nilam yakni Aceh Selatan dengan produksi 200 Kg, Aceh Barat 60 Kg, Gayo Luwes 80 Kg dan Aceh Jaya dengan produksi 70 Kg. "Setiap kali panen produksi minyak nilam sudah hampir setengah ton, jumlah ini belum lagi dihitung produksi minyak nilam milik masyarakat yang tidak bergabung di anggota KINA," imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan, tiap kabupaten di Aceh tersebut mendapat bantuan satu unit instalasi ketel berkapasitas 300 Kg dan 10 unit ketel berkapasitas 100 Kg ditempatkan di daerah masing-masing sehingga dapat langsung melakukan penyulingan minyak nilam berkualitas tinggi.
Dia mengatakan, penampung minyak atsiri PT Juta Rasa dan PT Jasula Wanggi telah mengikat kontrak kerja pemasokan minyak nilam Aceh, sebab mutu dan kualitas terjamin baik.
Teguh mengatakan,harga minyak nilam Aceh lebih mahal sekitar 15-20% dibandingkan daerah lain karena kualitas lebih baik. Hanya saja, petani nilam tidak dapat mencicipi tingginya harga itu sebab masih ada permainan harga oleh tengkulak.
Pada pekan ini, harga beli minyak nilam di tingkat petani Aceh Rp275.000/Kg sampai Rp300.000/Kg, mengalami penurunan sekitar 35% dari harga sebelumnya pada April 2012 sebesar Rp400.000/Kg sampai Rp450.000/Kg. Sementara harga pasar masih bertahan Rp350.000/Kg.
"Tujuan utama kehadiran CCR dan pembentukan KINA selain mampu menstabilkan harga minyak nilam di tingkat petani juga akan menjadikan peningkatan produksi serta beralih kepada budidaya modern," pungkasnya. | Sumber : MICOM
"Soal kualitas minyak nilam Aceh, pasar duniapun sudah tidak meragukan lagi. Namun, bagaimana ke depan produksi nilam harus lebih tinggi dengan kualitas penyulingan berstandar internasional," kata tenaga pendamping bidang koperasi dan UKM KINA CRR Aceh Barat Teguh di Meulaboh, Senin (27/8).
Ia menyatakan, dari berbagai referensi ditemukan produksi minyak nilam Indonesia 2011 hanya 800 ton, sementara permintaannya harus 1.500 ton, sehingga membutuhkan upaya produksi lebih tinggi bagi daerah Aceh yang dikenal penghasil minyak nilam terbaik di dunia ini.
Disebutkan, saat ini KINA terus berupaya meningkatkan produktivitas minyak nilam Aceh dengan mengawali pembekalan kapasitas sumber daya manusia agar membudidayakan nilam secara modern, mulai dari menyediakan sekolah lapangan hingga menyediakan pabrik penyulingan (ketel) modern.
Hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB), minyak nilam asal Aceh memiliki kandungan zat minyak (rendemen) 2,5 hingga 3,3% sementara rendemen maksimal kualitas minyak nilam dunia rata-rata 2,5%.
Di Provinsi Aceh, KINA menjajaki empat kabupaten membudidayakan nilam yakni Aceh Selatan dengan produksi 200 Kg, Aceh Barat 60 Kg, Gayo Luwes 80 Kg dan Aceh Jaya dengan produksi 70 Kg. "Setiap kali panen produksi minyak nilam sudah hampir setengah ton, jumlah ini belum lagi dihitung produksi minyak nilam milik masyarakat yang tidak bergabung di anggota KINA," imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan, tiap kabupaten di Aceh tersebut mendapat bantuan satu unit instalasi ketel berkapasitas 300 Kg dan 10 unit ketel berkapasitas 100 Kg ditempatkan di daerah masing-masing sehingga dapat langsung melakukan penyulingan minyak nilam berkualitas tinggi.
Dia mengatakan, penampung minyak atsiri PT Juta Rasa dan PT Jasula Wanggi telah mengikat kontrak kerja pemasokan minyak nilam Aceh, sebab mutu dan kualitas terjamin baik.
Teguh mengatakan,harga minyak nilam Aceh lebih mahal sekitar 15-20% dibandingkan daerah lain karena kualitas lebih baik. Hanya saja, petani nilam tidak dapat mencicipi tingginya harga itu sebab masih ada permainan harga oleh tengkulak.
Pada pekan ini, harga beli minyak nilam di tingkat petani Aceh Rp275.000/Kg sampai Rp300.000/Kg, mengalami penurunan sekitar 35% dari harga sebelumnya pada April 2012 sebesar Rp400.000/Kg sampai Rp450.000/Kg. Sementara harga pasar masih bertahan Rp350.000/Kg.
"Tujuan utama kehadiran CCR dan pembentukan KINA selain mampu menstabilkan harga minyak nilam di tingkat petani juga akan menjadikan peningkatan produksi serta beralih kepada budidaya modern," pungkasnya. | Sumber : MICOM