Rencana pemerintah melepas dua blok 3G yang tersisa di pita frekuensi 2,1 GHz ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak ...
Rencana pemerintah melepas dua blok 3G yang tersisa di pita frekuensi 2,1 GHz ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak masalah yang membuat beauty contest terpaksa diundur paling lambat September 2012.
Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Titon Dutono memaparkan hambatan yang harus dilalui oleh timnya sebelum akhirnya dua blok 11 dan 12 yang tersisa diputuskan layak untuk dilepas tahun ini.
Masalahnya, di frekuensi 2,1 GHz ada dua sistem yang berjalan bersamaan yakni Personal Communication Service (PCS) 1900 MHz -- yang digunakan Smart Telecom -- dan Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) atau 3G yang digunakan oleh lima operator, dan itu sarat dengan potensi interferensi.
"Masyarakat harus tahu, untuk bisa mengetahui dua sistem itu berjalan bersamaan butuh waktu satu tahun pembuktiannya," curhat Titon dalam diskusi Rethinking Spectrum Management, di Seremanis, Jakarta, Selasa (10/7/2012).
"Kami bekerja keras mencari data, tapi operator dan vendor tidak memberikan informasi yang memadai. Kita harus kalkulasi dan investigasi sendiri," ungkapnya lebih lanjut.
Dari penyelidikan yang dilakukan pemerintah, akhirnya diketahui, sebenarnya masalah interferensi itu menjadi ancaman bagi semua pemilik blok frekuensi 3G karena besarnya pancaran sinyal dari PCS 1900 MHz.
"Semua mengalami masalah, bahkan Indosat yang berada di blok 7 dan 8 saja sudah merasakan interferensi itu. Sebab yang menempati PCS 1900 MHz dalam hal ini Smart Telecom sedang agresif juga mengembangkan jaringan," jelasnya.
Untungnya, masalah interferensi ini bisa diatasi dengan pemasangan filter oleh masing-masing pemilik sistem dan koordinasi di lapangan.
"Masalah ini sudah selesai. Kuncinya adalah koordinasi dan tidak ada perasaan saling mengalahkan antar pemain," ujar Titon.
Terganjal Hukum
Lantas jika masalah interferensi sudah selesai, bisakah dua blok tersisa dilepas? Ternyata masalah belum selesai.
"Masih ada masalah hukum yang harus dibereskan agar tidak terjadi polemik di kemudian hari," kata Titon.
Secara hukum hal yang harus dibereskan adalah masalah revisi PM No 1/2006 PM Tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000.
Dalam aturan itu disebutkan masing-masing pemilik lisensi 3G mendapatkan dua blok frekuensi.
Selain itu juga dinyatakan, untuk operator yang dulunya menempati 1.900 MHz dan terkena penataan dengan pindah ke 800 Mhz dicadangkan untuk mendapatkan satu blok nantinya di 1.900 Mhz.
"Kita belum pleno untuk urusan yang satu ini," kata Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) M Ridwan Effendi.
"Pasalnya, Telkom sebagai operator yang dulunya menempati 1.900 Mhz meminta satu blok yang dijanjikan di cadangkan itu. Telkom sendiri tengah mengajukan lisensi seluler 3G," paparnya dalam acara yang sama.
Aturan hukum lainnya yang harus disiapkan adalah tentang pembukaan peluang usaha di frekuensi 2,1 GHz. "Dan tentunya tentang cara pelepasan blok yang tersisa itu. Apakah langsung 10 MHz atau masing-masing 5 MHz," katanya.
Jika keadaan demikian, akankah operator yang ingin mendapatkan tambahan blok 3G terealisasi tahun ini. Titon melempar optimisme pada September 2012 seleksi masih akan dibuka bagi operator 3G yang berminat.
"Kita terus berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi industri. Saat ini konsentrasi memang untuk 3G, karena teknologi ini signifikan mendorong penetrasi mobile broadband," jelas Titon.
"Hal lain yang harus dipahami, pemerintah tidak mencari duit di frekuensi 3G, kita inginnya spektrum diutilisasi dengan lebih efisien," tegasnya.
Dari laporan triwulan pertama 2012, kontribusi pengguna broadband dari masing-masing operator 3G di Indonesia telah mencapai 107,35 juta.
Jumlah itu didapat dari lima operator seluler 3G, yaitu Telkomsel (40 juta), Indosat (31,2 juta), XL Axiata (27,9 juta), Axis Telekom Indonesia (4,25 juta), dan Hutchison CP Telecom/HCPT (4 juta).
Dari lima operator ini, empat sudah menyatakan ingin mendapatkan tambahan blok ketiga di frekuensi 3G. Keempatnya adalah Telkomsel, XL, Axis, dan HCPT.
"Pemenangnya nanti akan dipilih berdasarkan logika biasa," pungkas Titon yang menolak untuk membeberkan lebih detail siapa yang punya kans besar menjadi pemenang seleksi beauty contest 3G. Achmad Rouzni Noor II - detikinet
Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Titon Dutono memaparkan hambatan yang harus dilalui oleh timnya sebelum akhirnya dua blok 11 dan 12 yang tersisa diputuskan layak untuk dilepas tahun ini.
Masalahnya, di frekuensi 2,1 GHz ada dua sistem yang berjalan bersamaan yakni Personal Communication Service (PCS) 1900 MHz -- yang digunakan Smart Telecom -- dan Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) atau 3G yang digunakan oleh lima operator, dan itu sarat dengan potensi interferensi.
"Masyarakat harus tahu, untuk bisa mengetahui dua sistem itu berjalan bersamaan butuh waktu satu tahun pembuktiannya," curhat Titon dalam diskusi Rethinking Spectrum Management, di Seremanis, Jakarta, Selasa (10/7/2012).
"Kami bekerja keras mencari data, tapi operator dan vendor tidak memberikan informasi yang memadai. Kita harus kalkulasi dan investigasi sendiri," ungkapnya lebih lanjut.
Dari penyelidikan yang dilakukan pemerintah, akhirnya diketahui, sebenarnya masalah interferensi itu menjadi ancaman bagi semua pemilik blok frekuensi 3G karena besarnya pancaran sinyal dari PCS 1900 MHz.
"Semua mengalami masalah, bahkan Indosat yang berada di blok 7 dan 8 saja sudah merasakan interferensi itu. Sebab yang menempati PCS 1900 MHz dalam hal ini Smart Telecom sedang agresif juga mengembangkan jaringan," jelasnya.
Untungnya, masalah interferensi ini bisa diatasi dengan pemasangan filter oleh masing-masing pemilik sistem dan koordinasi di lapangan.
"Masalah ini sudah selesai. Kuncinya adalah koordinasi dan tidak ada perasaan saling mengalahkan antar pemain," ujar Titon.
Terganjal Hukum
Lantas jika masalah interferensi sudah selesai, bisakah dua blok tersisa dilepas? Ternyata masalah belum selesai.
"Masih ada masalah hukum yang harus dibereskan agar tidak terjadi polemik di kemudian hari," kata Titon.
Secara hukum hal yang harus dibereskan adalah masalah revisi PM No 1/2006 PM Tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000.
Dalam aturan itu disebutkan masing-masing pemilik lisensi 3G mendapatkan dua blok frekuensi.
Selain itu juga dinyatakan, untuk operator yang dulunya menempati 1.900 MHz dan terkena penataan dengan pindah ke 800 Mhz dicadangkan untuk mendapatkan satu blok nantinya di 1.900 Mhz.
"Kita belum pleno untuk urusan yang satu ini," kata Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) M Ridwan Effendi.
"Pasalnya, Telkom sebagai operator yang dulunya menempati 1.900 Mhz meminta satu blok yang dijanjikan di cadangkan itu. Telkom sendiri tengah mengajukan lisensi seluler 3G," paparnya dalam acara yang sama.
Aturan hukum lainnya yang harus disiapkan adalah tentang pembukaan peluang usaha di frekuensi 2,1 GHz. "Dan tentunya tentang cara pelepasan blok yang tersisa itu. Apakah langsung 10 MHz atau masing-masing 5 MHz," katanya.
Jika keadaan demikian, akankah operator yang ingin mendapatkan tambahan blok 3G terealisasi tahun ini. Titon melempar optimisme pada September 2012 seleksi masih akan dibuka bagi operator 3G yang berminat.
"Kita terus berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi industri. Saat ini konsentrasi memang untuk 3G, karena teknologi ini signifikan mendorong penetrasi mobile broadband," jelas Titon.
"Hal lain yang harus dipahami, pemerintah tidak mencari duit di frekuensi 3G, kita inginnya spektrum diutilisasi dengan lebih efisien," tegasnya.
Dari laporan triwulan pertama 2012, kontribusi pengguna broadband dari masing-masing operator 3G di Indonesia telah mencapai 107,35 juta.
Jumlah itu didapat dari lima operator seluler 3G, yaitu Telkomsel (40 juta), Indosat (31,2 juta), XL Axiata (27,9 juta), Axis Telekom Indonesia (4,25 juta), dan Hutchison CP Telecom/HCPT (4 juta).
Dari lima operator ini, empat sudah menyatakan ingin mendapatkan tambahan blok ketiga di frekuensi 3G. Keempatnya adalah Telkomsel, XL, Axis, dan HCPT.
"Pemenangnya nanti akan dipilih berdasarkan logika biasa," pungkas Titon yang menolak untuk membeberkan lebih detail siapa yang punya kans besar menjadi pemenang seleksi beauty contest 3G. Achmad Rouzni Noor II - detikinet