Jangan dikira ngerumpi atau bergosip di BBM hanya dilakukan oleh orang-orang yang kurang kerjaan. Beberapa dokter bedah saraf di Indonesi...
Jangan dikira ngerumpi atau bergosip di BBM hanya dilakukan oleh orang-orang yang kurang kerjaan. Beberapa dokter bedah saraf di Indonesia juga suka 'ngerumpi' sebelum melakukan operasi otak.Ngerumpiin apa sih?
Prof Dr Eka J Wahjoepramono, SpBS, PhD, dokter bedah saraf dari MRCCC Siloam mengakui punya grup BBM yang beranggotakan sesama dokter bedah saraf. Namun bukan untuk 'ngerumpi' dalam arti sebenarnya, tetapi lebih untuk diskusi soal penanganan pasien.
"Anggota kita ada 16 orang. Misalnya ada yang mau operasi, hasil CT Scan pasien kami foto dan kirim ke grup BBM. Pada saat yang sama, semua bisa lihat dan memberi masukan apakah perlu operasi atau tidak," kata Prof Eka dalam jumpa pers di ruang kerjanya, Kamis (26/7/2012).
Penilaian dari dokter saraf yang lain penting bagi yang akan melakukan operasi, untuk mengurangi risiko kesalahan. Perbedaan pendapat di kalangan dokter sering terjadi, sehingga diskusi singkat melalui BBM sangat membantu pengambilan keputusan yang paling tepat.
Menyangkut privasi atau rahasia medis dari pasien yang akan dioperasi, Prof Eka menilai tidak ada masalah karena grup BBM yang diajak diskusi adalah satu tim. Artinya meski ada satu dokter penanggung jawab, ada juga 15 dokter lain yang ikut bekerja sebagai tim.
Di luar negeri, dokter bedah saraf yang bekerja dalam kelompok seperti ini sudah menjadi tren sejak lama. Hal ini dilakukan karena bedah saraf termasuk bidang kedokteran yang sangat berisiko, rentan terjadi permasalahan jika cuma dilakukan seorang diri.
Secara legal, segala konsekuensi apabila terjadi sesuatu yang tidak dinginkan akan ditanggung oleh dokter yang mengoperasi. Namun menurut Prof Eka, kemungkinan terjadinya kesalahan akan jauh lebih kecil ketika dikerjakan oleh sebuah tim daripada saat dikerjakan sendirian.
"Misalnya 15 dokter bilang harus operasi, masak iya sih ke-15 dokternya salah semua," tambah Prof Eka.
Meski kerja kelompok di kalangan dokter bedah saraf sudah populer di luar negeri, Prof Eka mengklaim kelompok yang memanfaatkan grup BBM sebagai sarana berdiskusi hanya ada di Indonesia. Pasalnya di luar negeri, ponsel ini umumnya kurang populer dibandingkan merek lain. | AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Prof Dr Eka J Wahjoepramono, SpBS, PhD, dokter bedah saraf dari MRCCC Siloam mengakui punya grup BBM yang beranggotakan sesama dokter bedah saraf. Namun bukan untuk 'ngerumpi' dalam arti sebenarnya, tetapi lebih untuk diskusi soal penanganan pasien.
"Anggota kita ada 16 orang. Misalnya ada yang mau operasi, hasil CT Scan pasien kami foto dan kirim ke grup BBM. Pada saat yang sama, semua bisa lihat dan memberi masukan apakah perlu operasi atau tidak," kata Prof Eka dalam jumpa pers di ruang kerjanya, Kamis (26/7/2012).
Penilaian dari dokter saraf yang lain penting bagi yang akan melakukan operasi, untuk mengurangi risiko kesalahan. Perbedaan pendapat di kalangan dokter sering terjadi, sehingga diskusi singkat melalui BBM sangat membantu pengambilan keputusan yang paling tepat.
Menyangkut privasi atau rahasia medis dari pasien yang akan dioperasi, Prof Eka menilai tidak ada masalah karena grup BBM yang diajak diskusi adalah satu tim. Artinya meski ada satu dokter penanggung jawab, ada juga 15 dokter lain yang ikut bekerja sebagai tim.
Di luar negeri, dokter bedah saraf yang bekerja dalam kelompok seperti ini sudah menjadi tren sejak lama. Hal ini dilakukan karena bedah saraf termasuk bidang kedokteran yang sangat berisiko, rentan terjadi permasalahan jika cuma dilakukan seorang diri.
Secara legal, segala konsekuensi apabila terjadi sesuatu yang tidak dinginkan akan ditanggung oleh dokter yang mengoperasi. Namun menurut Prof Eka, kemungkinan terjadinya kesalahan akan jauh lebih kecil ketika dikerjakan oleh sebuah tim daripada saat dikerjakan sendirian.
"Misalnya 15 dokter bilang harus operasi, masak iya sih ke-15 dokternya salah semua," tambah Prof Eka.
Meski kerja kelompok di kalangan dokter bedah saraf sudah populer di luar negeri, Prof Eka mengklaim kelompok yang memanfaatkan grup BBM sebagai sarana berdiskusi hanya ada di Indonesia. Pasalnya di luar negeri, ponsel ini umumnya kurang populer dibandingkan merek lain. | AN Uyung Pramudiarja - detikHealth