Masa kampanye terbuka Pilgub DKI dimulai hari ini. Salah satu pekerjaan rumah terbesar yang harus diselesaikan gubernur DKI terpilih men...
Masa kampanye terbuka Pilgub DKI dimulai hari ini. Salah satu pekerjaan
rumah terbesar yang harus diselesaikan gubernur DKI terpilih mendatang
adalah macet yang sudah kronis di ibu kota Jakarta.
Menurut data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, distribusi perjalanan penduduk DKI perharinya kurang lebih 17 juta orang. Itu yang hanya seputaran DKI saja, belum mobilitas penduduk di luar DKI yang bertandang ke Ibu kota, seperti Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang.
Jika diakumulasikan, jumlah perjalanan harian masyarakat Jabodetabek bisa mencapai 20,7 juta orang dengan rincian, 40 persen perjalanan menuju tempat bekerja, 30 persen menuju sekolah dan 30 persen lagi untuk perjalanan pribadi, seperti pergi berbelanja atau sekedar kongkow dengan kerabat. Dan sarana mobilitas tertinggi adalah menggunakan sepeda motor.
"Beberapa faktor masyarakat beralih menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor karena tidak didapatkannya kenyamanan, keselamatan, keamanan angkutan umum saat menggunakan kendaraan umum," jelas Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Dwi Sigit Nurmantyas dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/6).
Di samping itu, yang menjadi faktor kemacetan adalah, kurang tertibnya para pengatur jalan dengan membuat lahan parkir dadakan, seperti trotoar yang sudah alih fungsi menjadi lahan parkir. Lalu adanya pedagang kaki lima yang juga turut mengambil bahu jalanan yang seharusnya menjadi jatah para pengendara, kemudian U-turn atau tempat berputar arah yang tidak efektif. Banyaknya akses pintu keluar masuk pusat kegiatan di sepanjang jalan raya dan juga tol di tengah kota turut menyumbang kemacetan Ibukota. Hingga kehadiran pak ogah di jalan dengan orientasi uang bukan kelancaran juga membuat kemacetan menggila.
Penataan ruang wilayah yang tidak terkendali, seperti pembangunan pusat kegiatan dan pemukiman juga turut menjadi salah satu sumber kemacetan.
Beberapa faktor di atas boleh dibilang hanya faktor secara kasat mata. Masih banyak beberapa hal yang perlu dibenahi untuk mengatasi kemacetan ibu kota agar warganya tetap bisa tenang dan nyaman juga aman dalam beraktifitas sehari-hari.
Akankah Gubernur yang baru nanti mampu membenahi Ibu kota Negara sehingga menjadi kota yang bersahabat bagi warganya ketika menjalankan aktifitas. | Henny Rachma Sari,Merdeka.com
Menurut data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, distribusi perjalanan penduduk DKI perharinya kurang lebih 17 juta orang. Itu yang hanya seputaran DKI saja, belum mobilitas penduduk di luar DKI yang bertandang ke Ibu kota, seperti Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang.
Jika diakumulasikan, jumlah perjalanan harian masyarakat Jabodetabek bisa mencapai 20,7 juta orang dengan rincian, 40 persen perjalanan menuju tempat bekerja, 30 persen menuju sekolah dan 30 persen lagi untuk perjalanan pribadi, seperti pergi berbelanja atau sekedar kongkow dengan kerabat. Dan sarana mobilitas tertinggi adalah menggunakan sepeda motor.
"Beberapa faktor masyarakat beralih menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor karena tidak didapatkannya kenyamanan, keselamatan, keamanan angkutan umum saat menggunakan kendaraan umum," jelas Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Dwi Sigit Nurmantyas dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/6).
Di samping itu, yang menjadi faktor kemacetan adalah, kurang tertibnya para pengatur jalan dengan membuat lahan parkir dadakan, seperti trotoar yang sudah alih fungsi menjadi lahan parkir. Lalu adanya pedagang kaki lima yang juga turut mengambil bahu jalanan yang seharusnya menjadi jatah para pengendara, kemudian U-turn atau tempat berputar arah yang tidak efektif. Banyaknya akses pintu keluar masuk pusat kegiatan di sepanjang jalan raya dan juga tol di tengah kota turut menyumbang kemacetan Ibukota. Hingga kehadiran pak ogah di jalan dengan orientasi uang bukan kelancaran juga membuat kemacetan menggila.
Penataan ruang wilayah yang tidak terkendali, seperti pembangunan pusat kegiatan dan pemukiman juga turut menjadi salah satu sumber kemacetan.
Beberapa faktor di atas boleh dibilang hanya faktor secara kasat mata. Masih banyak beberapa hal yang perlu dibenahi untuk mengatasi kemacetan ibu kota agar warganya tetap bisa tenang dan nyaman juga aman dalam beraktifitas sehari-hari.
Akankah Gubernur yang baru nanti mampu membenahi Ibu kota Negara sehingga menjadi kota yang bersahabat bagi warganya ketika menjalankan aktifitas. | Henny Rachma Sari,Merdeka.com