HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

85 Persen Wilayah Abdya Masuk Kawasan Ekosistem Leuser

Hampir 85 persen luas Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang ditetapkan melalui Peraturan Mente...

Hampir 85 persen luas Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor 190 tahun 1998. Karenanya permohonan masyarakat untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah perkebunan dan pertanian lainnya terkendala di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

BPN berharap Bupati setempat mengambil kebijakan khusus tentang pertanahan itu dengan berpedoman pada Kepres Nomor 34 tahun 2003.

Kepala BPN Perwakilan Kabupaten Abdya, Faizidar SH ketika dikonfirmasi, Jumat (1/6), mengatakan, berpedoman pada Peta Citra, luas Kabupaten Abdya seluruhnya 2.334,01 Km2.  Sementara wilayah yang masuk dalam KEL mencapai 1.983,91 Km2 atau sekitar 85 persen.

Wilayah yang berada di luar KEL hanya kawasan pemukiman penduduk sepanjang jalan raya, dari Krueng Seumayam (Babahrot) sampai Krueng Baru (Lembah Sabil). “Artinya hampir 85 persen luas Abdya berada dalam kawasan KEL, sehingga sangat sedikit yang tersisa untuk luas areal pemukiman dan peruntukan lainnya,” ungkap Faizidar.

Karenanya, pihak BPN seperti menghadapi ‘buah simalakama’ (serba salah) ketika masyarakat mengajukan permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah perkebunan atau lahan garapan lainnya.

“Bila diproses, lahan yang diminta untuk disertifikatkan ternyata berada dalam KEL. Sementara lahan tersebut sudah dikuasai masyarakat sejak puluhan tahun lalu, baik untuk lahan perkebunan kelapa sawit maupun tanaman pertanian lainnya,” kata Faizidar.

Faizidar mencotohkan, proses pembuatan sertifikat gratis melalui kegiatan redistribusi tanah dari BPN 2012 sebanyak 2.000 persil di kawasan Kecamatan Babahrot dan Kuala Batee. Lahan yang sebagian besar telah dimanfaatkan sebagai areal tanaman kelapa sawit tersebut, setelah dicek pada Peta Citra, ternyata lokasi tersebut berada dalam KEL.   

Seperti diketahui, tahun 2012, Kabupaten Abdya mendapat jatah pembuatan  sertifikat untuk  2.000 bidang tanah melalui kegiatan redistribusi tanah   (tanah yang dikuasai oleh negara sebagai objek landreform) atau khusus perkebunan dan pertanian, tersebar di dua kecamatan. Babahrot meliputi Desa Ie Mirah dan Desa Gunung samarinda. Sedangkan di Kuala Batee, meliputi  Desa Blang Makmur, Kuala Terubu, Geulanggang Gajah, Keude Baro, Gampong Teugoh, Muka Blang, dan Desa Lama Tuha (baca Serambi, Jumat-1/6).  

Lahan di kawasan tersebut, menurut Faizidar, sebagian besar sudah diukur oleh sebuah tim khusus dari BPN, namun proses pembuatan sertifikat hak atas tanah yang sudah digarap masyarakat sejak puluhan tahun lalu itu terkendala. Pasalnya, itu tadi, areal tersebut berada dalam KEL.

“Permohonan sertifikat hak atas tanah tersebut baru dapat diproses, bila adanya kebijakan dari Bupati Abdya terhadap lokasi tersebut,” ungkapnya.

Dalam hal ini, kata Faizidar, Bupati sangat memungkinkan mengambil kebijakan denganberpedoman pada Kepres Nomor 34 tahun 2003, tentang kebijakan nasional di bidang pertanahan. Berdasarkan Kepres tersebut, ada sembilan kebijakan pertanahan yang dilimpahkan kewenangannya kepada pemerintah kabupaten/kota. Salah satu adalah kewenangan memberi izin lokasi garapan dengan pertimbangan kesejahteraan masyarakat.

Lebih lanjut, dijelaskan bahwa, areal HGU (hak guna usaha) dari tiga perusahaan kelapa sawit di Kabupaten  Abdya, juga seluruhnya masuk dalam KEL. Seperti HGU  Perkebunan Kelapa Sawit PT Cemerlang Abadi (CA), PT Watu Gede Utama (WGU) dan PT Dua Perkasa Lestari (DPL) berlokasi  di Kecamatan Babahrot. Namun ketika perusahaan tersebut sudah mendapat izin lokasi dari Bupati sehingga BPN mengeluarkan sertifikat HGU. | Serambinews