Program pembangunan perkebunan rakyat di Kecamatan Manyak Payed, Aceh Taming, yang lebih dikenal dengan Program Pemakmu Gampong (PPG) di...
Program pembangunan perkebunan rakyat di Kecamatan Manyak Payed, Aceh
Taming, yang lebih dikenal dengan Program Pemakmu Gampong (PPG)
dinilai rawan konflik antara warga dengen pihak Koperasi Rimba Raya
selaku pengelola. Sebab, sebagian warga mngklaim kebun PPG masuk dalam
lahan milik masyarakat. Sementara koperasi tersebut sudah mendapat izin
membuka lahan dari Pemkab Aceh Tamiang. Karena itu, diharapkan agar
Pemkab segera menyelesaikan persoalan tersebut secara baik-baik.
Ketua Koperasi Rimba Raya, Sulaiman D didampingi Sekretaris Abdul Azis , Kamis (3/4) mengatakan, PPG merupakan program Pemerintah Aceh untuk mensejahterakan masyarakat. Katanya, di Aceh Tamiang program tersebut dalam bentuk membangun perkebunan rakyat dengan membuka lahan sawit. Untuk program tersebut, kata Sulaiman, pihak koperasi didukung Bupati Aceh Tamiang yang menerbitkan SK nomor 447 tahun 2010 tanggal 17 Juni 2010, tentang penetapan lokasi tanah perkebunan untuk PPG untuk Koperasi Rimba Raya sebagai peserta revitalisasi perkebunan komoditi kelapa sawit di tiga kecamatan, Manyak Payed, Karang Baru dan Sekrak seluas 3.200 hektare.
“Penetapan lahan itu dilakukan bersama Pemkab serta tokoh masyarakat desa berulang kali turun ke lapangan untuk meninjau lokasi agar tidak terjadi konflik di kemudian hari,”ujarnya. Namun, sekarang terdengar ada nada-nada protes dari warga yang mengklaim ada sebagian lahan PPG masuk dalam wilayah kebun masyarakat. “Program perkebunan rakyat ini merupakan program pro rakyat yang sasarannya langsung tersentuh dan serta diprioritaskan bagi warga yang berpeghasilan rendah,”ujar Sulaiman. Namun, setelah lahan mulai digarap koperasi di lapangan terjadi konflik dengan warga.
Menurut Abdul Azis, ini salah satu gejala konflik antara warga dengan pihak koperasi. Bahkan karena sejak dimulainya pembukaan lahan pada 15 Oktober 2011 lalu sampai sekarang terus terjadi hambatan dari warga tiga desa tersebut. Karena itu Abdul Azis juga berharap agar Pemkab Aceh Tamiang cepat tanggap, dan dapat menyelesaikan persoalan tersebut secara baik dan tidak merugikan pihak manapun.
Sela ini tambah Abdul Azis, pihak koperasi bersam pemerintah kecamatan sudah berulang kali mencarikan solusi terbaik, namun tetap belum ada titik temu. “Baru-baru ini ada sekitar 20 warga yang menghentikan pengerjaan pembersihan lahan, dan hal seperti ini sangat riskan dan perlu dicari jalan keluar,”ujar Sulaiman. Disebutkan, untuk tahap pertama lahan yang digarap seluas 1.500 hektare, dan yang sudah keluar izin land clearing 925 hektare. Dan dari dari jumlah tersebut 329 hektare diantara masih bersamasalah dengan warga.(m. nasir | serambionline)
Ketua Koperasi Rimba Raya, Sulaiman D didampingi Sekretaris Abdul Azis , Kamis (3/4) mengatakan, PPG merupakan program Pemerintah Aceh untuk mensejahterakan masyarakat. Katanya, di Aceh Tamiang program tersebut dalam bentuk membangun perkebunan rakyat dengan membuka lahan sawit. Untuk program tersebut, kata Sulaiman, pihak koperasi didukung Bupati Aceh Tamiang yang menerbitkan SK nomor 447 tahun 2010 tanggal 17 Juni 2010, tentang penetapan lokasi tanah perkebunan untuk PPG untuk Koperasi Rimba Raya sebagai peserta revitalisasi perkebunan komoditi kelapa sawit di tiga kecamatan, Manyak Payed, Karang Baru dan Sekrak seluas 3.200 hektare.
“Penetapan lahan itu dilakukan bersama Pemkab serta tokoh masyarakat desa berulang kali turun ke lapangan untuk meninjau lokasi agar tidak terjadi konflik di kemudian hari,”ujarnya. Namun, sekarang terdengar ada nada-nada protes dari warga yang mengklaim ada sebagian lahan PPG masuk dalam wilayah kebun masyarakat. “Program perkebunan rakyat ini merupakan program pro rakyat yang sasarannya langsung tersentuh dan serta diprioritaskan bagi warga yang berpeghasilan rendah,”ujar Sulaiman. Namun, setelah lahan mulai digarap koperasi di lapangan terjadi konflik dengan warga.
Menurut Abdul Azis, ini salah satu gejala konflik antara warga dengan pihak koperasi. Bahkan karena sejak dimulainya pembukaan lahan pada 15 Oktober 2011 lalu sampai sekarang terus terjadi hambatan dari warga tiga desa tersebut. Karena itu Abdul Azis juga berharap agar Pemkab Aceh Tamiang cepat tanggap, dan dapat menyelesaikan persoalan tersebut secara baik dan tidak merugikan pihak manapun.
Sela ini tambah Abdul Azis, pihak koperasi bersam pemerintah kecamatan sudah berulang kali mencarikan solusi terbaik, namun tetap belum ada titik temu. “Baru-baru ini ada sekitar 20 warga yang menghentikan pengerjaan pembersihan lahan, dan hal seperti ini sangat riskan dan perlu dicari jalan keluar,”ujar Sulaiman. Disebutkan, untuk tahap pertama lahan yang digarap seluas 1.500 hektare, dan yang sudah keluar izin land clearing 925 hektare. Dan dari dari jumlah tersebut 329 hektare diantara masih bersamasalah dengan warga.(m. nasir | serambionline)