Semakin banyaknya orang yang jauh dari agama dan menghina agama, membuat Parlemen Kuwait meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU)...
Semakin banyaknya orang yang jauh dari agama dan menghina
agama, membuat Parlemen Kuwait meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang
berisi hukuman mati bagi umat Muslim yang menghina Allah, Alquran, dan
Rasulullah SAW beserta keluarganya. RUU itu disahkan pada Kamis (3/5) waktu
setempat.
Hukuman yang sama juga diterapkan untuk orang yang mengaku dirinya sebagai nabi atau utusan Allah. Tapi jika pelaku beragama non-muslim, maka hukumannya diringankan menjadi kurang dari 10 tahun. Sebanyak 40 anggota parlemen, berikut menteri kabinet, menyetujui rancangan undang-undang tesebut. Dan hanya enam orang yang menolak, termasuklima
anggota parlemen dari kelompok Syiah dan Mohammad al-Sager dari kelompok
liberal.
Negara Teluk itu sengaja mengajukan RUU ini ke parlemen dua pasal yang berisi hukuman berat bagi pelanggar. Bagi terdakwa yang bertobat di muka pengadilan, maka pelaku bakal terhindar dari hukuman mati. Tapi bukan berarti pelaku bebas dari hukuman. Pengadilan akan menjatuhi pelaku hukuman kurungan penjara selamalima tahun dan denda 36
ribu dolar AS (Rp 330 juta).
"Jika terdakwa mengulangi hal yang sama, dia tak bakal diampuni," kata jaksa.
"Kami tidak ingin menghukum masyarakat hanya berdasarkan opini atau pikiran. Pasalnya, Islam sangat menghargai masyarakat. Namun, kami membutuhkan dasar hukum ini karena insiden penghinaan Allah terus berkembang. Kami harus mencegah mereka," timpal anggota oposisi Ali al-Deqbasi. RUU itu akan berjalan efektif bila pemerintah menerimanya, diteken Emir, dan diterbitkan di lembaran negara dalam waktu satu bulan.
Berbicara pascavoting, Menteri Kehakiman dan Urusan Islam, Jamal Shebab, mengatakan PemerintahKuwait
akan menerima dan menerapkan hukum tersebut.
Di kesempatan yang sama, anggota parlemen dari kelompok Syiah juga membutuhkan RUU yang menjatuhkan hukuman mati bagi penghina pemimpin 12 imam. Namun, kelompok Sunni yang mendominasi parlemenKuwait menolak permintaan mereka.
Anggota parlemen dari kelompok Syiah, Abduhameed Dashi mengatakan, RUU tersebut melanggar konstitusiKuwait
dan prinsip-prinsip Islam. "Mengapa kita mencoba menunjukkan Islam sebagai
agama kematian dan penuh darah, ketika semua itu sesungguhnya bertentangan
dengan kenyataan," sebut Dashti.
Sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim,Kuwait berani menegakkan hukuman
yang adil terkait penghinaan terhadap agama. Lalu apakah Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat
Muslim terbesar di dunia mengikuti jejak Kuwait ?(republika.com)
Hukuman yang sama juga diterapkan untuk orang yang mengaku dirinya sebagai nabi atau utusan Allah. Tapi jika pelaku beragama non-muslim, maka hukumannya diringankan menjadi kurang dari 10 tahun. Sebanyak 40 anggota parlemen, berikut menteri kabinet, menyetujui rancangan undang-undang tesebut. Dan hanya enam orang yang menolak, termasuk
Negara Teluk itu sengaja mengajukan RUU ini ke parlemen dua pasal yang berisi hukuman berat bagi pelanggar. Bagi terdakwa yang bertobat di muka pengadilan, maka pelaku bakal terhindar dari hukuman mati. Tapi bukan berarti pelaku bebas dari hukuman. Pengadilan akan menjatuhi pelaku hukuman kurungan penjara selama
"Jika terdakwa mengulangi hal yang sama, dia tak bakal diampuni," kata jaksa.
"Kami tidak ingin menghukum masyarakat hanya berdasarkan opini atau pikiran. Pasalnya, Islam sangat menghargai masyarakat. Namun, kami membutuhkan dasar hukum ini karena insiden penghinaan Allah terus berkembang. Kami harus mencegah mereka," timpal anggota oposisi Ali al-Deqbasi. RUU itu akan berjalan efektif bila pemerintah menerimanya, diteken Emir, dan diterbitkan di lembaran negara dalam waktu satu bulan.
Berbicara pascavoting, Menteri Kehakiman dan Urusan Islam, Jamal Shebab, mengatakan Pemerintah
Di kesempatan yang sama, anggota parlemen dari kelompok Syiah juga membutuhkan RUU yang menjatuhkan hukuman mati bagi penghina pemimpin 12 imam. Namun, kelompok Sunni yang mendominasi parlemen
Anggota parlemen dari kelompok Syiah, Abduhameed Dashi mengatakan, RUU tersebut melanggar konstitusi
Sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim,