HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Aceh Butuh Pemimpin Pelindung

Oleh : Sayed Mahdi “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu berkhianat kepada Allah dan Rasul dan Janganlah kamu mengkhianati amana...


Oleh : Sayed Mahdi

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu berkhianat kepada Allah dan Rasul dan Janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Anfal : 27). “Bila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran”. Para sahabat bertanya, “Bagaimana menyia-nyiakan? Rasulullah menjawab, “Apabila sesuatu jabatan diserahkan kepada orang-orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. (H.R.Bukhari).

Kutipan Ayat dan Hadist di atas adalah sebahagian dari pernyataan Allah SWT dan Rasul yang harus dijadikan pedoman dalam memilih seorang pemimpin. Ini berlaku dalam konteks yang sangat luas, dalam kegiatan keagamaan, pemerintahan bahkan pemimpin militer, baik dalam sebuah negara maupun dalam ruang lingkup yang lebih kecil seperti di Provinsi Aceh sekarang ini.

Seorang pemimpin dalam era yang serba krisis ini dituntut untuk senantiasa memiliki tingkat kepekaan yang tinggi (sense of belonging) dalam menghadapi tantangan dan menciptakan pembaharuan dalam segala aspek kehidupan. Yang paling utama untuk menjadi seorang pemimpin Aceh mendatang dituntut bagaimana mampu memberdayakan segala kekuatan secara benar dan tepat sesuai dengan gelombang dinamika yang terjadi di Aceh. Di samping itu juga harus sanggup untuk menghadapi tantangan masa depan yang akan mempengaruhi kehidupan rakyat Aceh serta dalam mengimplementasi Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Karakteristik kepemimpinan yang ideal untuk kondisi Aceh saat ini adalah harus berani mengambil resiko dan keputusan serta beritikad baik untuk dalam membangun Aceh, berkeinginan kuat untuk menerima konsekwensi dalam setiap keputusan dan tindakan serta tahan uji dalam menghadapi tekanan.

Stehen R. Covey dalam “Principle Contered Leadership”, mengetengahkan masalah kronis yang cukup representatif yang menggambarkan kondisi kehidupan adalah antara lain ketiadaan kebersamaan antara nilai dan visi, lemahnya keterpaduan antara visi dan sistem, gaya manajemen yang tidak pas dengan visi, dan krisis kepercayaan.

Kesemuanya ini merupakan masalah kronis. Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satu caranya adalah seorang pemimpin harus mempunyai pola pikir serta perilaku yang baik sesuai dengan tuntutan tugasnya, tidak terkecuali untuk menjadi seorang pimpinan Aceh di masa mendatang.

Pemimpin Aceh mendatang hendaknya janganlah dipimpin oleh pimpinan yang bertype ahli (expert). Karena pemimpin yang demikian, dengan keahlian khusus yang dimiliki akan memerintah cenderung kepada otoriter. Dan ini telah berlangsung di Aceh berpuluh-puluh tahun di masa orde baru. Tetapi Aceh yang pernah sakit parah dan sekarang berada dalam tahap penyembuhan ini kiranya lebih ideal bila ditangani oleh seorang pemimpin yang bertype pelindung (missionary) atau bertype pengayom (headmanship).

Perilaku kepemimpinan yang missionary menunjukkan ciri-ciri atau karakteristik antara lain selalu berusaha aktif mencegah pertentangan dan menghindari konflik dengan pihak-pihak lain. Dengan demikian berarti simpati dan penerimaan orang lain dipandang sebagai awal dari sukses mewujudkan usaha membantu dan menolong orang lain yang dipandang perlu, baik diminta maupun tidak.

Pemimpin yang missionary juga memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi dalam menghormati, menghargai orang lain dan mengendalikan diri. Namun kemampuan dan kemauan itu tidak didasari oleh pandangan bahwa manusia atau rakyat merupakan subjek. Sehingga rakyat dipandang sebagai objek yang memerlukan pertolongan karena tidak mampu lagi menolong dirinya sendiri.

Type pemimpin yang missionary juga mempunyai perhatiannya yang lebih besar terhadap orang luar/masyarakat yang memerlukannya. Dengan kata lain perilaku kepemimpinan menuntut anggota-anggotanya untuk mengutamakan pengabdian dan pemberian pelayanan, bukan sebaliknya untuk dilayani.

Sedangkan type pemimpin pengayom (headmanship) dapat ditandai antara lain  kepemimpinan ini dijalankan dengan kesediaan berkorban, pengabdian, melindungi dan selalu melibatkan diri dalam usaha memecahkan masalah. Pemimpin type ini memiliki kesediaan dan kesungguhan dalam mengayomi masyarakatnya, dengan berbuat segala sesuatu yang layak dan diperlukan.

Pemimpin yang headmanship merupakan tumpuan harapan. Karena kesediaannya berdiri paling depan dalam melindungi dan membela kepentingan orang-orang yang dipimpin. Dan selalu berpihak pada sesuatu yang benar dari sudut kepentingan bersama guna mencapai kebersamaan serta tanpa pamrih terus berusaha mewujudkan kondisi yang lebih baik untuk dinikmati bersama.

Seorang pemimpin untuk daerah serambi mekkah nantinya janganlah sekali-kali mengagung-agungkan kekuasaan. Karena kekuasaan akan selalu mengundang kekuasaan tandingan atau barang kali lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan tidak dapat ada tanpa adanya kekuasaan tandingan.

Seseorang yang menganggap dirinya berkuasa (souverein) pada suatu saat akan merasa menduduki stratifikasi paling tinggi. Sehingga dengan demikian tidak akan memberikan hak kesinambungan yang lebih tinggi kepada kelompok yang lain. Gejala ini selalu berpengaruh dominan pada kesinambungan pada kehidupan politik.

Kondisi ini akan semakin parah lagi jika pemimpin yang berkuasa di Aceh mempunyai type yang agitator. Type kepemimpinan ini akan diwarnai dengan kegiatan kepemimpinan dalam bentuk tekanan-tekanan, adu domba, memperuncing perselisihan, menimbulkan dan memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain dengan maksud untuk mempeoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan terhadap masyarakat adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya, kroninya dan bahkan untuk kepentingan pemimpin itu sendiri.

Kepemimpinan agitator memiliki kemampun yang tinggi dalam menciptakan dan memanfaatkan pertentangan di antara anggota organisasi atau kelompok. Pertentangan yang diwarnai rasa gelisah, saling mencurigai dan rasa tidak aman, merupakan kondisi masyarakat yang disenangi pemimpin ini. Bersamaan dengan itu pemimpin juga memiliki kemampuan untuk mendapatkan simpati dari pihak-pihak yang bertentangan, karena masing-masing pihak akan mengira pemimpin tersebut berada di pihaknya.

Suasana pertentangan dan saling mencurigai yang sengaja diciptakan dan dibina, akan berakibat sulit mewujudkan kerjasama. Sebaliknya adalah persaingan/kompetisi yang tidak sehat dan saling menyabot, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan. Bersamaan dengan itu muncul pula orang-orang yang senang mengambil muka dan penjilat pada pimpinn. Pemimpin type ini selalu berusaha menghindari musyawarah antar pihak-pihak yang bertentangan/berselisih.

Type kepemimpinan ini cenderung bersifat kepemimpinan bebas (laissez faire), karena dalam suasana/keadaan yang tidak stabil sepeti di Aceh sekarang ini, semua orang mungkin saja membuat keputusan dan melakukan kegiatan yang bertujuan menyabot atau merintangi kegiatan orang lain. Keputusan dan kegiatan itu berada di luar kontrol seorang pemimpin, karena secara sengaja setiap orang/pihak yang bertentangan didorong untuk bertindak sendiri-sendiri.

Untuk itu besar harapan kepada rakyat Aceh yang akan mengikuti pesta demokrasi terbesar di Aceh tanggal 9 April 2012 agar dapat memilih pemimpin Aceh mendatang yang mempunyai perilaku pelindung dan penyelamat masyarakat (missionary). Ataupun pemimpin yang bertype pengayom (headmanship). Rakyat Aceh harus menghindari naiknya pemimpin Aceh yang otoriter apalagi yang agitator.

Sayed Mahdi, SP, M.Si adalah Ketua DPC Perhimpunan Al-Irsyad Kabupaten Aceh Tamiang. E-mail: smahdi_kspg@rocketmail.com